Oleh : Rachma Shalihah S.Kel
(Pegiat Literasi Kota Malang)
MuslimahTimes– Memang bukan hal yang baru ketika Indonesia menjadi negara pengimpor barang atau makanan pokok dari luar negeri seperti beras, jagung, gula, dsb. Tapi kali ini cukup mengejutkan masyarakat, khususnya para akademisi karena yang diimpor bukan lagi sumber daya alam, melainkan rektor. Adalah sebuah pertanyaan besar ketika Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) mencanangkan pada tahun 2020 Indonesia harus mempunyai rektor asing yang akan di tempatkan di lima perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia.
Dikutip dari Detik.com Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir mengatakan wacana merekrut rektor asing dimaksudkan untuk meningkatkan peringkat PTN agar bisa menembus peringkat 100 besar dunia. Nasir menargetkan, pada 2020 sudah ada PTN yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan pada 2024 jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima PTN. Bisa disimpulkan bahwa sebenarnya target dari Menristekdikti adalah menjadikan PTN Indonesia bisa menembus peringkat 100 besar di dunia.
Sebenarnya tujuan dari Menristekdikti sangat menarik dan bagus. Namun sayangnya ada beberapa hal yang perlu dikritisi terkait wacana tersebut. Pertama, kenapa yang harus diganti adalah subyek atau katakanlah kalau dalam hal ini adalah seorang rektor, padahal perguruan tinggi negeri adalah sebuah lingkungan yang mempunyai sistem yang terintregrasi yang tidak sembarangan, pertanyaannya kenapa tidak mengupgrade dan memperbaiki sistem yang telah ada daripada mengganti rektor yang notabeneya orang asing?
Kedua, kalaupun harus diganti rektor baru yang lebih kompeten mengapa tidak diganti oleh Sumber Daya Manusia asli Indonesia? Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa Menristekdikti belum percaya bahwa orang Indonesia mampu bersaing dikancah Internasional untuk meningkatkan peringkat PTN sehingga perlu untuk mengimpor orang asing untuk melakukan hal itu.
Hal yang perlu dikritisi selanjutnya yaitu ketika rektor asing masuk ke PTN Indonesia pastilah memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan dan sistem dari PTN tersebut. Bukanlah suatu hal yang cukup mudah untuk memimpin satu PTN yang belum dikuasai secara sempurna. Alih – alih menjadikan peringkat PTN naik, cara berinteraksi dan berkomunikasi nantinya mempunyai tantangan dan hambatan tersendiri.
Visi misi pendidikan Indonesia itulah yang seharusnya menjadi tolok ukur apakah pengambilan keputusan untuk impor rektor asing adalah suatu hal yang diperlukan. Masalahnya kalau hanya sekedar untuk meningkatkan peringkat atau rangking suatu kampus menjadi 100 teratas dunia bukanlah visi namun hanya sekedar target. Ketidakjelasan visi misi di bidang pendidikan di Indonesia saat ini menyebabkan hamburnya tujuan yang akan dicapai. Sehingga banyak yang kontra atas wacana tersebut khususnya dari pihak akademisi dan peneliti. Belum lagi krisis moral yang ada di kalangan siswa dan siswi sekarang ini, sangat ironi dan menjadi PR tersendiri bagi para pendidik. Akan sangat disayangkan ketika wacana rektor asing masuk ke Indonesia benar – benar diresmikan. Karena akan semakin terjajah oleh pemikiran asing secara tidak sadar.
Di zaman kapitalis saat ini, kedudukan ilmu pun sangat rendah. Ketika ilmu tidak bisa menjadi pundi – pundi uang maka akan sangat jarang dilirik dan mungkin bisa dikatakan tidak bermanfaat. Arus sekuler di zaman sekarang melahirkan generasi- generasi individualis dan pragmatis. Kosong dari moral dan etika. Perlu dicermati juga dampak dari adanya rektor asing ini secara tidak langsung akan membawa pola pikir dan pola sikap para generasi muda cenderung sekuler dan jelas ini sangat berbahaya bagi masa depan bangsa.
Adapun pendidikan di dalam sistem Islam mempunyai visi misi yang jelas sehingga tujuan yang akan dicapaipun akan sangat berpengaruh bagi siapa saja yang menimbanya. Aqidah Islam merupakan asas bagi kurikulum Islam. Para pendidik pun diupayakan mereka adalah orang yang bisa mengarahkan muridnya untuk cerdas tidak hanya dalam suatu bidang keilmuwan saja, namun juga bertakwa. Posisi ilmu dalam Islam sangat dijunjung tinggi, karena merupakan cahaya kebenaran. Apapun ilmunya harus disandarkan pada keyakinan (akidah) yang mengakar kuat sehingga ilmu yang ia dapat (ilmu dunia) tidak akan diselewengkan hanya karena ingin mendapatkan materi.
Dalam Islam kedudukan yang sangat penting saat mencari ilmu adalah adab (akhlak) dimana akan melahirkan karakter-karakter yang sopan dan berkepribadian Islam yang hal itu akan didapat dari seorang pendidik yang memegang Islam sebagai jalan kehidupan. Maka mustahil wacana mendatangkan rektor asing akan mampu mencetak para generasi yang beradab sesuai dengan kepribadian Islam.
Adapun dalam Islam yang mendahulukan adab sebelum ilmu, agar ilmu yang didapatkan menjadi berkah. Jadi visinya bukan hanya untuk mendapatkan pengakuan dari pihak atau lembaga tertentu namun semata – mata ingin mencari bekal dalam menggapai rida Allah Subhanahu Wata’ala.
Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan:
علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد
“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”
Demikian pula dalam Islam ada larangan untuk menyerahkan urusan kaum muslimin kepada orang kafir dalam hal apapun termasuk dibidang pendidikan. Rektor asing adalah penentu kebijakan maka jelas hal ini bertentangan dengan Islam sehingga wacana mendatangkan rektor asing sudah selayaknya ditolak. Demikian juga negara seharusnya memberikan ruang bagi anak bangsa untuk memajukan pendidikan di negeri ini, salah satunya adalah tetap mengambil rektor dari anak bangsa sendiri dan tidak perlu mengambil dari luar, serta memberikan fasilitas yang terbaik sehingga akan membawa perubahan di dunia pendidikan ke arah yang lebih baik dan bermartabat.
Wallahu’alambishowab.
[Mnh]