Oleh : Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku “Percikan Hikmah di Jalan Hijrah”)
Muslimahtimes– Fenomena hijrah semakin populer beberapa tahun belakang ini, baik dari kalangan rakyat biasa hingga selebriti. Mereka berlomba-lomba berubah menjadi lebih baik, meninggalkan kebiasaan lamanya hingga mengubah penampilannya menjadi lebih islami. Ini tentu patut diapresiasi. Karena berarti semakin banyak orang yang kembali pada fitrahnya sebagai seorang Muslim dan Muslimah, yakni taat.
Namun, ada tantangan besar yang harus dilalui pasca hijrah, yakni istiqomah. Ya, bertahan dalam kebaikan, erat mendekap taat nyatanya tak semudah membalik telapak tangan. Kita akan banyak menemui ujian yang akan terus menempa iman. Akankah kita tetap teguh di jalan hijrah ataukah kita kembali berbalik arah?
Ingatlah, bahwa ujian atas orang-orang yang berpegang teguh kepada Islam akan senantiasa ada. Levelnya pun berbeda-beda, semakin kuat iman kita akan semakin berat ujiannya.
Namun demikian, istiqomah harus senantiasa kita genggam, karena dalam keteguhan kita di jalan iman, rida Allah akan menyelimuti hidup kita. Ingatlah bahwa hakikatnya hidup di dunia hanyalah untuk beribadah kepadaNya. Bukan sekadar memenuhi kebutuhan jasmani dan menyalurkan naluri. Jika begitu, apa bedanya dengan hewan?
Manusia diciptakan untuk taat. Maka jangan biarkan hamparan kesenangan dunia memalingkan kita dari tujuan hidup kita yang sesungguhnya, yakni surga, kampung halaman bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa.
Oleh karena itu, jika kita sudah berada di jalan kebaikan, bertahanlah! Jangan menyerah meski lelah. Jangan berbalik arah meski susah. Bersabarlah.
Allah swt berfirman:
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]
Adapun pelajaran terbaik tentang keistiqomahan dapat kita lihat dari kaum Muslim di masa Rasulullah swt. Sebagaimana kesabaran yang ditampakkan Sumayyah binti Yassir ketika dipaksa murtad oleh orang-orang kafir Quraisy, ia tetap istiqomah mengenggam iman. Meski akhirnya ia harus meregang nyawa dengan ditusukkan tombak dari kemaluannya hingga tembus ke kepalanya. Masyallah!
Begitu juga keistiqomahan Bilal Bin Rabbah, meski diseret di tengah padang pasir yang terik membakar dengan batu besar ditindih di dadanya, ia tetap lantang mengucap, “Ahad, ahad, ahad!” bahwa hanya Allah satu-satunya yang patut disembah.
Ada lagi, Mush’ab bin Umair, ia meninggalkan semua kemewahan hidupnya demi bertahan dalam keistiqomahan di jalan Islam.
Begitulah, keimanan kita akan senantiasa diuji. Untuk saat ini, mungkin tidak berupa ujian yang mendera fisik, sebagaimana halnya para sahabat di masa Rasulullah saw. Tapi ujian kita hari ini adalah berupa tawaran gemerlap dunia dan serangan pemikiran di luar Islam.
Bukankah begitu banyak kesenangan dunia yang bertolak belakang dengan hukum syara? Seperti pacaran, judi, riba, narkoba, dll. Jika ikut arus dunia tanpa pegangan agama, maka kita akan ikut tenggelam ke dalam semua aktivitas tersebut.
Serangan pemikiran di luar Islam pun tak kalah massif demi menguji ketahanan iman kita. Di antara serangan pemikiran tersebut adalah ide liberalisme (kebebasan), feminisme (keseraraan gender), pluralisme (menganggap semua agama adalah sama), kapitalisme (menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan), permisifisme (paham serba boleh), dan lain-lain.
Oleh karena itu, kita membutuhkan upaya keras untuk tetap kuat mendekap taat. Berikut adalah langkah yang bisa ditempuh:
Pertama, perbanyak taqorub (mendekatkan diri kepada Allah) lewat ibadah-ibadah wajib maupun sunnah. Kedekatan kita dengan Allah akan menjadi benteng pertama yang akan menghalau segala ujian yang berupaya menggoyahkan keistiqomahan kita.
Kedua, sering hadir ke kajian Islam. Di sanalah kita mendapatkan nutrisi jiwa yang akan semakin meneguhkan hati kita tetap dalam ketaatan. Duduk di majelis ilmu akan membuat kita senantiasa mengingat Allah.
Ketiga, jangan sekali-kali membuka peluang untuk melakukan kemaksiatan sekecil apapun itu. Karena kemaksiatan kecil yang kita toleransi akan menjadi pemicu kita untuk melakukan kemaksiatan yang lebih besar lagi. Naudzubillah!
Keempat, bersahabatlah dengan orang-orang salih. Jika berada dekat mereka, iman kita bertambah. Jika kita melakukan khilaf, mereka akan menjadi alarm bagi kita. Benarlah adanya bahwa dengan siapa kita bersahabat, akan menentukan kualitas diri kita.
Keempat hal itulah yang dapat kita lakukan untuk tetap kuat mendekap taat. Ingat, surga itu tak murah, maka jangan mudah menyerah. Jadikan Allah satu-satunya tujuan hidup kita.
Dari Abu ‘Amr, dan ada yang mengatakan dari Abu ‘Amrah Sufyân bin ‘Abdillâh ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu, yang berkata : “Aku berkata, ‘Ya Rasulullah! Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada orang selain engkau.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla,’ kemudian istiqomahlah.’” (HR.Muslim)
[nb]