Oleh: Hamsina Halik (Revowriter Mamuju)
MuslimahTimes– Mengawali tahun baru Hijriyah, 1 Muharram 1441 H, jagat maya dihebohkan dengan tagar seputar khilafah. Tagar yang trending itu diantaranya, #WeWantKhilafah, #KhilafahWillBeBack, #HijrahMenujuIslamKaffah dan #MomentumHijrahSyariahKhilafah.
Tagar yang menjadi trending tersebut disertai foto-foto dan video massa membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid berwarna putih dan hitam. Dari pagi hingga siang ini, tagar tersebut terus bertambah. (viva.co.id, 01/09/2019)
Pawai tauhid 1 Muharram 1441 H ini diikuti oleh ratusan hingga ribuan massa. Hampir serentak dilakukan diseluruh kota-kota besar Indonesia. Sebagaimana dilansir dari detik.com, bahwa ribuan massa berkumpul di Jalan Slamet Riyadi, kawasan Ngarsopuro, Solo, mengikuti Parade Ukhuwah, Minggu (1/9/2019). Felix Siauw turut hadir dalam aksi yang membentangkan kain sepanjang 1,5 km bertuliskan kalimat tauhid tersebut.
Para peserta mayoritas mengenakan pakaian putih hitam. Selain membawa bendera tauhid, tampak pula bendera merah putih berkibar. Mereka juga membentangkan kain putih sepanjang 1,5 km bertuliskan kalimat tauhid.
Antusias masyarakat dalam menyambut tahun baru Islam 1441 H melalui pawai tauhid ini hingga menuai trending topik, menjadi bukti bahwa umat saat ini sudah sangat rindu dan menginginkan segera tegaknya khilafah ala minhajin nubuwwah.
/Makna Hakiki Hijrah/
Secara literal, kata al-hijrah merupakan isim dari fi’il hajara, maknanya dhidd al-washl (lawan dari tetap atau sama). Jika dinyatakan, ‘al-muhaajirah min ardh ilaa ardh (berhijrah dari satu negeri ke negeri lain),’ maknanya adalah ‘tark al-ulaa li ats-tsaniyyah (meninggalkan negeri pertama menuju negeri kedua)’. (Imam al-Razi, Mukhtar ash-Shihaah, hal. 690; Imam Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, III/48).
Sedangkan menurut istilah umum, al-Hijrah bermakna berpindah dari satu tempat/keadaan ke tempat/keadaan lain. Tujuannya, adalah meninggalkan yang pertama menuju yang kedua. Atau dengan kata lain, hijrah dimaknai sebagai meninggalkan negeri kufur (darul kufur) menuju negeri Islam (darul Islam). Pengertian yang terakhir inilah makna syari dari kata al-hijrah.
Darul Islam adalah suatu wilayah yang menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah diseluruh sendi kehidupan. Dan keamanannya berada ditangan kaum muslim. Sedangkan, darul kufur adalah wilayah yang menerapkan hukum-hukum selain hukum Islam, hukum yang merupakan hasil buatan akal manusia. Keamanannya bukan ditangan kaum muslim meskipun wilayah itu mayoritas muslim.
Melalui peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah menuju Madinah, ada tiga makna yang terkandung dari peristiwa ini. Yaitu;
Pertama, pemisah antara kebenaran dan kebatilan, antara Islam dan kekufuran, darul Islam dan darul kufur. Sebagaimana yang dikatakan Umar ibn al Khaththab ra. bahwa,
“Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.” (HR. Ibn. Hajar)
Kedua, tonggak berdirinya Daulah Islamiyyah untuk pertama kalinya. Seluruh kehidupan masyarakat di Madinah diatur dan diurusi dengan syariat Islam. Dan, Rasulullah SAW sebagai pemimpinnya.
Ketiga, awal kebangkitan Islam dan kaum muslim untuk pertama kalinya. Selama 13 tahun lamanya Islam dan kaum Muslim dikucilkan dan dizalimi oleh orang-orang Quraisy di Mekkah. Setelah hijrah, berakhirlah ketertindasan dan kezaliman umat Islam. Hingga Islam dan umatnya meraih kemuliaan dan kejayaannya selama 1300 tahun lamanya.
Namun sejak, keruntuhan khilafah pada tahun 1924, kaum muslim kehilangan perisainya. Hidup dibawah bayang-bayang kapitalisme sekular yang nyata menzaliminya. Lambat laun, namun pasti, umat dijauhkan dari akidahnya. Islam dilecehkan, liberalisasi terhadap Islam kian gencar. Ayat-ayatNya ditafsirkan sedemikian rupa sesuai keinginan para kaum liberal. Kaum muslim semakin kehilangan arah. Berislam tapi tak nampak sebagai muslim.
Dari segi ekonomi, kesenjangan semakin nampak. Rakyat dihadiahi dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok. Pemalakan atas nama pajak melambung tinggi. Penguasa tak pernah sekalipun berpihak ke rakyat kecil, perhatian mereka hanyalah untuk para pengusaha-pengusaha kapital.
Jika ditelisik, kondisi saat ini tak kalah jauh dari kondisi jahiliyyah zaman dahulu. Bahkan lebih tragis lagi saat ini. Di masa jahiliyyah perzinaan dan pelacuran merajalela, bahkan dianggap sebagai budaya. Tak jauh berbeda dengan masa kini, dengan mudahnya perzinaan dan pelacuran ditemukan. Bahkan dilindungi dengan cara lokalisasi. Kemaksiatan dilegalisasi dengan alasan meraih keuntungan pajak.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kaum muslim saat ini kembali seperti masa jahiliyyah dahulu. Hidup dibawah ketertindasan, keterpurukan dan kezaliman akibat penerapan sistem kapitalis sekular. Sehingga menjadi kewajiban atas setiap kaum muslim untuk mewujudkan kembali makna syari hijrah yang belum tertunaikan. Yaitu, mewujudkan kembali penerapan syariatNya secara kaffah melalui institusi Khilafah Islamiyyah.
/Mengapa Khilafah?/
Sistem khilafah merupakan sistem politik yang bersumber dari Allah. Merupakan politik pemerintahan yang menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum-hukum Allah SWT. Dibawa oleh Rasulullah SAW yang kemudian diwariskan kepada Khulafaur Rasyidin yang menggantikan beliau dalam memimpin negara.
Kiranya, negara yang terpuruk ini, hijrah dan menghijrahkan seluruh rakyatnya. Dari keadaan terpuruk ke keadaan yang bisa menghantarkan pada masa kejayaan yang gemilang. Yaitu, dengan menerapkan sistem khilafah. Mengapa? Ada banyak alasan mengapa umat Islam harus hijrah ke sistem khilafah. Diantaranya;
Pertama, khilafah kewajiban syariah yang sangat penting. Tanpa khilafah, ada banyak kewajiban yang tidak terlaksana secara sempurna. Sebab, khilafah satu-satunya metode praktis melangsungkan kembali hukum-hukum Islam secara kaffah di setiap lini kehidupan.
Kedua, khilafah menjaga akidah umat dan kemuliaan Islam. Sekularisme, liberalisme, demokrasi dan kawan-kawannya, telah sukses merusak akidah kaum muslim saat ini. Melalui berbagai media, paham-paham itu sukses membuat kaum muslim menjauh dari agamanya.
Ketiga, khilafah menjaga nyawa dan harta manusia. Adanya sistem sanksi dalam Islam berupa hukuman mati atas pelaku pembunuhan tanpa haq, jiwa manusia terjaga. Sebab, sanksi tersebut tak hanya sekadar sanksi tapi akan mencegah orang untuk melakukan pembunuhan seenaknya.
Sedangkan harta, khilafah menjaga harta rakyatnya, baik muslim maupun non muslim, dengan menerapkan prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam secara sempurna. Yaitu, dengan pemisahan kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Keempat, khilafah menegakkan keadilan. Kisah yang paling masyhur terkait keadilan ini adalah kisah sengketa baju besi Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. dengan seorang Yahudi. Khalifah saat itu dikalahkan di pengadilan oleh Yahudi tersebut, yang sebenarnya memang telah mencuri baju besi khalifah.
Masalahnya, karena tak cukup bukti dan saksi yang dihadirkan oleh Khalifah tidak memadai oleh qâdhi. Sehingga, dinyatakan tak bersalah. Tetapi, karena rasa takjub yang dimiliki terhadap pengadilan Islam ini, Yahudi itu pun akhirnya mengembalikan baju besi tersebut kepada pemiliknya, Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Kemudian, Yahudi itu masuk Islam.
Kelima, khilafah menyatukan umat. Sistem kapitalis saat ini telah sukses memecah belah umat. Sebut saja, Timor Timur yang telah memisahkan diri dari Indonesia tahun 1999 yang lalu. Kini, Papua yang tengah berada dalam konflik, ancaman disintegrasi ada di depan mata. Khilafah justru akan menyatukan umat melalui penjagaan dengan pemberian sanksi tegas bagi pelaku bughat yaitu diperangi. Sehingga tak akan ada yang berani untuk memisahkan diri dari wilayah kekhilafahan.
Keenam, khilafah mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘alamin. Dengan penerapan hukum-hukum Islam ditengah-tengah masyarakat, segala persoalan terselesaikan dengan tuntas. Kehadiran Islam sebagai problem solving inilah yang menjadi rahasia keberkahan dan rahmat untuk penduduk negeri.
Kini, sudah saatnya umat Islam mewujudkan makna syari hijrah, yaitu hijrah dari sistem sekular yang rusak ini menuju sistem Islam, yaitu khilafah.
Wallahu a’lam []