
Oleh : Sunarti
#MsulimahTimes — Di akhir bulan Agustus Presiden RI Joko Widodo memutuskan kawasan Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, sebagai kawasan ibukota baru pemerintahan.
Presiden mengatakan, pemerintah telah mengkaji sejumlah calon kawasan ibu kota di Pulau Kalimantan. Jokowi menjelaskan bahwa Kalimantan Timur dipilih karena memenuhi sejumlah kriteria kebutuhan kawasan ibukota, yakni resiko bencana yang minim, memiliki lokasi strategis di tengah-tengah Indonesia, dan ketiga berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yakni Balikpapan dan Samarinda. Alasan berikutnya, infrastruktur lengkap dan tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180 ribu hektare (Republika.co.id).
Membahas pindahnya ibukota, seolah tak ada hentinya. Dari yang pro dan kontra bermunculan di jagad nyata maupun di jagad maya. Sejatinya, pindahnya ibukota adalah kebolehan bagi sebuah negara dengan berbagai pertimbangan matang. Pindahnya ibukota bukanlah semata membutuhkan alasan, akan tetapi lebih kepada kepentingan yang nantinya memberikan dampak positif bagi sebuah negara. Dengan mempertimbangkan unsur ke dalam maupun keluar negeri. Juga menyangkut kepentingan dan kedaulatan negara itu sendiri.
Alasan yang dikemukakan memang cukup sebagai pertimbangan. Namun, mustinya juga disertai dengan kematangan dan kemampuan negeri ini. Seperti, persoalan banjir, polusi udara, kepadatan penduduk dan kemacetan yang tak pernah kunjung usai. Dari sederet persoalan ini, kemudian dijadikan alasan pindahnya ibukota. Justru seharusanya membutuhkan penyelesaian yang seksama.
Sisi lain yang musti dipertimbangkan adalah pembiayaan pemindahan ibukota. Dengan kondisi perekonomian yang masih ‘gonjang-ganjing’ pindah ibukota untuk saat ini bukanlah waktu yang tepat. Mengingat, Indonesia masih hidup dalam lilitan utang luar negeri yang jumlahnya terus bertambah. Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Nasrullah, tidak setuju bila nantinya ibu kota dipindah ke Kalimantan Timur. Nasrullah menyebut ekonomi Indonesia saat ini masih terpuruk dan membebani anggaran negara.
“Kondisi ekonomi Indonesia lagi terpuruk, beban berat kalau pindah,” kata Nasrullah melalui pesan singkat, Kamis (22/8/2019).
Nasrullah menuturkan jika nantinya biaya dibebankan ke utang juga akan terlalu membebani negara. Menurutnya, utang Indonesia saat ini sudah terlalu besar (Detik.news).
Persoalan utang luar negeri yang membawa dampak terhadap posisi Indonesia sebagai negara yang harus tunduk terhadap negara asing. Tersebab, negeri ini secara tidak langsung telah menjadi negara yang diintervensi dan diinvasi secara ekonomi dan kebijakan oleh negara asing.
Seperti yang dikatakan Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Nasrulla, dia khawatir keterlibatan swasta dalam pemindahan ibu kota. Nasrullah tidak ingin nantinya ada balas budi kepada swasta yang menimbulkan intervensi (Detik.com).
Fakta ini ditambah dengan adanya kesiapan Cina untuk menanam modal dalam pembangunan jalan di ibukota baru. Seperti dikutip dari Republika.com, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyambut baik jika China berminat menggarap proyek transportasi di calon ibu kota baru, Kalimantan Timur. Beliau juga mengatakan bukan hanya China, bahkan semua pihak terbuka untuk bekerja sama menggarap infrastruktur transportasi di ibu kota baru.
Estimasi anggaran pemindahan ibukota yang diprediksi bisa mencapai Rp 466 triliun atau US$ 33 miliar, direncanakan akan dibagi empat sumber, mulai dari APBN, kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), proyek BUMN, hingga proyek swasta murni.
Ada banyak persoalan di negeri ini, yang memerlukan penyelesaian secara tuntas. Pindah ibukota sebenarnya bukanlah prioritas utama. Menilik persoalan mendesak yang harus diaambil, maka kembali kepada skala prioritas. Persoalan utama yang berkaitan dengan kelangsungan kehidupan rakyat dan kedaulatan negara, harusnya menjadi skala prioritas.
Persoalan ekonomi menjadi salah satu prioritas utama. Karena persoalan ekonomi adalah persoalan baku dalam sebuah negeri. Carut-marut perekonomian di Indonesia, musti diselesaikan dengan tuntas. Kemandirian negeri ini sangat dibutuhkan. Agar segala bentuk intervensi dan invasi negeri asing tidak selamanya menguasai gerak langkah Indonesia dalam berbagai kebijakan. Meskipun atas nama kerjasama, namun ketika hal ini menjadi beban bagi dalam negeri, harus diputus hubungan kerjasamanya.
Dari sinilah awal perbaikan perekonomian berbasis kesejahteraan rakyat. Dengan kemandirian dalam negeri melalui pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tepat guna dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) sesuai hak dan kewajibannya, menjadikan optimalisasi pemanfaatan SDA bisa terwujud. Melalui pemanfaatan SDA, bisa menjadi penopang kuatnya perekonomian dalam negeri. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, pendidikan, kesehatan serta sarana penunjang, juga sebagi suplai terhadap kebutuhan negara.
Setelah tertata perekonomian secara mandiri, maka persoalan lain dituntaskan. Demikian juga untuk persoalan Jakarta, mustinya diselesaikan dengan seksama. Misalnya kemacetan (sebagai salah satu alasan pindahnya ibukota), ini bisa diminimalisir dengan pembangunan jalan layang, pengalihan pusat-pusat industri ke kota-kota sekitarnya, pengalihan pusat bisnis dan perumahan ke kota-kota sekitarnya dan pengalihan berbagai kegiatan yang menimbulkan berkumpulnya masa di ‘satu titik’ ke kota-kota di sekitar Jakarta.
Jika banjir disebabkan meluapnya sungai karena sampah, maka edukasi pembuangan sampah digencarkan kepada individu dan masyarakat. Namun jika sampah sudah menggunung di bantaran sungai, maka pengerahan terhadap alat berat (dan canggih) untuk segera membersihkan harus dilakukan. Kemudian, membuat alat berat sebagai mesin daur ulang sampah juga segera dilakukan. Dan akhirnya pembiayaan penyelesaian ini, diambil dari kas negara yang berasal dari SDA.
Sayang semua ini tidak ada dalam sistem ekonomi kapitalis. Semua ini hanya ada dalam pemikiran sistem ekonomi Islam. Tak ada salahnya, sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, menerapkan sistem ekonomi Islam. Sebab, negeri yang kaya raya ini akan bisa mandiri secara ekonomi. Kemandirian secara ekonomi akan menjadi tumpuan penyelesaian berbagai persoalan.
Ngawi, 5 September 2019