Oleh : Sunarti
Muslimahtimes– Terkatung-katung bagai biduk patah kemudi, begini peribahasa yang tepat untuk disematkan kepada rakyat Indonesia. Pasalnya, kesengsaraan yang semakin hari semakin diterima oleh rakyat akibat dari kebijakan sistem yang tak berpihak kepada rakyat. Lengkaplah sudah penderitaan dengan berbagai kebijakan dari pemerintah yang diputuskan dalam kurun waktu terakhir ini. Benarlah jika peribahasa di atas diartikan orang yang butuh pertolongan namun tiada orang yang sanggup memberikan pertolongan. Inilah gambaran masyarakat Indonesia sekarang.
Banyak kebijakan diambil untuk menutupi berbagai persoalan perekonomian. Tujuannya untuk memperbaiki keuangan negara yang notabene sudah bermasalah dari ujung hingga pangkalnya. Dalam keputusan terakhir iuran BPJS akan dinaikkan dua kali lipat. CNN.Indonesia menuliskan, sebagai informasi pemerintah berencana menaikkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkanbkenaikan peserta pada kelas mandiri I, kelas mandiri II dan kelas mandiri III. Ia menyebut tanpa kenaikan iuran, defisit BPJS Kesehatan tahun ini bisa mencapai Rp32,8 triliun.
Belum selesai persoalan BPJS, Pemerintah memutuskan untuk memangkas subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 menjadi Rp137,5 triliun. Pemangkasan subsidi ini memunculkan kekhawatiran terhadap kenaikan harga di tahun depan (Tirto.id).
Tidak berhenti sampai disini. Ternyata tarif listrik juga akan mengalami kenaikan. Tersebab dicabutnya subsidi dari pemerintah, maka secara otomatis akan menaikkan beban pelanggan listrik. Terutama pelanggan 900 KV, yang dianggap secara ekonomi telah mampu. Sehingga menjadi sebab subsidi bagi pelanggan dicabut. Dituliskan di Republika.co, sebanyak 24,4 juta pelanggan 900 KV PLN terancam tidak lagi menerima tarif subsidi pada 2020.
//Berbagai Kebijakan dalam Sistem Kapitalis Membebani Umat//
Ketimpangan kebijakan menimpa umat, akhirnya semakin berat. Beban yang ditanggung masyarakat, juga semakin meningkat. Mulai dari tanggungan BPJS, BBM, listrik, akan semakin membuat rakyatnya sengsara. Dan semua tanggungan ini dipaksakan. BBM, listrik, yang mau tidak mau, karena masyarakat butuh, maka tetap akan dibayar. Bahkan dalam iuran BPJS yang konon adalah ‘gotong-royong’ akan dikenakan sanksi di berbagai administrasi apabila tidak mengikuti aturan BPJS.
Saat ini Indonesia dan sebagian besar negeri-negeri di seluruh dunia, menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Itulah penyebab semua kebijakan menyengsarakan rakyat. Dalam sistem ekonomi kapitalis berpangkal pada pelayanan jasa produk. Bukan berdasarkan pada pelayanan publik atau rakyat untuk kesejahteraannya. Untung dan ruginya, menjadi pedoman dalam pelaksanaan sistem ini. Jadi pihak-pihak yang mengelola layanan ini, hanya ingin untung, bukan pelayanan sepenuh hati, terhadap rakyatnya.
Sudah menjadi sifat dan tabiat dari sistem kapitalis bahwa kepengurusan umat/rakyat bukanlah menjadi tanggung jawab pemerintah. Atau dengan kata lain, kehidupan rakyat sepenuhnya tanggung jawab rakyat itu sendiri.
Cacat dari pelaksanaan sistem ekonomi kapitalis di antaranya distribusi sumber daya tidak merata. Sumber daya alam dikuasai oleh pihak asing dan swasta. Tidak memungkinkan lagi adanya pengelolaan negara yang tersalurkan kepada rakyat. Karena adanya kebebasan yang diberikan untuk pelaku ekonomi, maka terjadi eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Dan hanya memaksimalkan profit pribadi dan swasta atau asing.
Munculnya krisis moral. Kapitalisme telah mengajar masyarakat untuk mempersempit komunikasi dan interaksi antar sesama individu. Materialistis dan menghilangkan nilai-nilai sosial. Hubungan sosial hanya sebatas kepentingan yang ada manfaatnya. Jika tidak ada manfaatnya, maka hubungan akan terputus.
Mengesampingkan kesejahteraan. Ini ciri khas yang juga mengesampingkan kondisi rakyat secara keseluruhan. Karena hubungan penguasa dan rakyat hanya sebatas hubungan kepentingan sesaat.
//Sistem Islam Menjamin ‘Riayatus suunil ummat’//
Pengelolaan sumber daya alam, di dalam sistem Islam, dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Pengelolaan dilakukan oleh negara dan hasilnya disalurkan untuk kebutuhan rakyat. Sekolah, kesehatan, serta kebutuhan pokok lainnya, termasuk subsidi BBM, listrik dll.
Sedang pendapatan negara, berasal dari sumber-sumber yang telah ditentukan dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara seperti kharaj, fai’i dan zakat. Apa yang dihasilkan darinya dan pendistribusiannya pada berbagai kemaslahatan negara dan semata untuk ri’ayah asy-syu’un masyarakat.
Dalam sistem Islam, Khalifah sebagai pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada Hari Kiamat, apakah mereka telah mengurus mereka dengan baik atau tidak.
Mengurusi kemaslahatan rakyat yang menjadi amanah seorang pemimpin tentu harus sesuai dengan tuntunanu Allah SWT dan Rasul-Nya (syariah Islam). Karena itu selalu merujuk pada syariah Islam dalam mengurus semua urusan rakyat adalah wajib.
Ibnu al-Mubarok meriwayatkan dari Abi Syureih bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Di antara amalan yang paling dicintai Allah adalah memasukkan kegembiraan pada hati Muslim, melapangkan kesedihannya, membayar utangnya, atau memberi makan untuk menghilangkan rasa laparnya.” (Syu’abul Iman lil Baihaqi).
Sebaik-baik manusia adalah yang paling berjasa kepada orang lain. Uwais al-Qarni berkata, “Dalam perjalananku pernah melewati seorang pendeta, lalu aku bertanya, ‘Apakah derajat pertama yang harus dilewati seorang murid (pencari jalan tazkiyatunnafs)?’ Dia menjawab, ‘Mengembalikan semua hak orang dan meringankan punggung dari beban karena amalan seorang hamba tidak akan naik saat masih banyak hal-hal yang membebani dan menyusahkan orang lain. Tugas utama penguasa sebagai pelayan rakyat terfokus dalam dua hal, yaitu hirosatuddin dan siyasatuddunya (melindungi agama mereka dan mengatur urusan dunia.’” (Al-Ahkam as-Sulthoniyah, juz I, hlm 3).
Inilah gambaran tanggungjawab seseorang yang diberikan amanat kepemimpinan terhadap umat. Jadi, murni kepemimpinan dijalankan untuk kemakmuran rakyatnya.
Wallahu alam bisawab
Ngawi, 8 September 2019
[nb]