Oleh: Hamsina Halik
(Revowriter Mamuju)
#MuslimahTimes — Kini, kekerasan dan pergaulan bebas menjadi potret buram kehidupan remaja. Mulai dari tawuran antarpelajar, seks bebas, hamil diluar nikah, aborsi, narkoba hingga perkelahian berujung maut ataupun pembunuhan menjadi sesuatu pemandangan yang tak asing lagi di kalangan remaja.
Dari makassar.tribunnews.com, dikabarkan bahwa beberapa remaja terlibat dalam perkelahian yang berujung maut yang terjadi di Kabupaten Mamuju, Sulbar, Jumat (6/9/2019) malam. Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Jl Marthadinara, Kelurahan Simboro, Kecamatan Simboro, Mamuju.
Awal mula perkelahian tersebut dikarenakan adanya selisih paham diantara mereka. Yang kemudian tidak menemukan titik terang untuk menyatukan pendapat tersebut. Hingga memicu terjadinya perkelahian yang mengakibatkan salah satu dari mereka harus meregang nyawa. Tak disebutkan apa yang menjadi bahan perselisihan mereka. Sungguh sangat disayangkan, karena emosi sesaat hingga kalap membunuh.
Tak hanya itu, ada banyak kasus serupa lainnya. Pelaku pembunuhan yang sama yaitu seorang remaja. Yang bahkan telah dijatuhi vonis. Sebagaimana dilansir dari iNews.id, “Dua remaja terdakwa kasus pembunuhan gadis dalam karung di Desa Cerih, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Slawi, Kabupaten Tegal, Selasa (10/9/2019). Pembunuhan dilakukan pada 26 April 2019 lalu. Motif asmara, cemburu, dan sakit hati diduga menjadi alasan membunuh korban.Â
Â
/Akar Masalah/
Ada sebab ada akibat. Adanya kriminalitas remaja, tak mungkin tanpa sebab. Jika ditelisik, akan ditemui dua faktor penyebabnya;
Pertama, faktor internal. Yaitu akidah dan keimanan yang dimiliki oleh remaja saat ini sedemikian rapuhnya. Mengakibatkan, lemahnya kontrol diri. Mudah terpengaruh. Tak lagi bisa membedakan mana baik dan buruk. Semua dilandasi hawa nafsu semata. Adanya pertanggungjawaban atas setiap perbuatan diakhirat nanti tak lagi ada dalam kamus mereka, sehingga dengan mudahnya melakukan tindak kriminal. Remaja pun kehilangan jati dirinya. Tak punya tujuan hidup dan tak tahu apa tujuan keberadaannya di dunia ini. Orientasi hidup tak ada. Bahkan mengalami split personality.
Kedua, faktor eksternal. Meliputi keluarga, lingkungan masyarakat hingga negara dan seperangkat sistemnya. Keluarga sebagai pendidik utama dan sekolah pertama bagi anak, tak menjalankan fungsinya dengan benar. Anak tak dididik dengan penanaman akidah yang kokoh sejak dini. Terlebih ketika orangtua tak mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sehingga kepribadian anak jauh dari nilai-nilai Islam.
Masyarakat sebagai tempat anak bersosialisasi menjadi penentu baik buruknya karakter remaja. Jika lingkungan didominasi para remaja bermental anarkis, tawuran pelajar jadi kebiasaan, minuman keras adalah hal yang lumrah, narkotika menjadi konsumsi biasa dll, maka bisa dipastikan pembentukan karakternya tidak akan jauh dari hal yang demikian.
Sedangkan dalam lingkup negara, baik buruknya generasi dipengaruhi oleh sistem yang diterapkan. Saat ini, sistem kapitalisme sekularisme menjadi asas kehidupan. Yang dibangun diatas empat pilar kebebasan yang dikemas cantik atas nama HAM dan feminisme. Membuat remaja serba bebas dalam berbuat. Disamping itu, sistem pendidikan yang diterapkan dengan kurikulum tak jauh dari nilai-nilai sekularisme.
Untuk membentuk sosok yang bertakwa dan bermoral hanya bertumpu pada pelajaran agama. Dimana materinya tak ada penanaman nilai kepribadian untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Apalagi porsi pelajaran agama ini hanya sekali dalam sepekan dengan durasi waktu yang singkat. Maka, terbentuknya generasi yang berkepribadian Islam tak dapat diraih.
/Solusi Tuntas/
Potret buram remaja sebenarnya dapat dituntaskan dengan memperbaiki sistem hidup yang mempengaruhi pemahaman dan prilaku remaja. Maka, dibutuhkan peran dari berbagai unsur dan bersinergi untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan remaja. Diantaranya;
Pertama, dalam tataran individu haruslah dibangun pondasi keimanan yang kokoh. Disinilah peran utama keluarga. Menjadi kewajiban orangtua dalam membimbing anak untuk mengenalkan penciptanya agar kelak ia hanya akan mengabdi kepada Sang Pencipta. Yang kemudian akan terbentuk pribadi anak yang salih dan terikat dengan aturan Islam.
Kedua, masyarakat yang merupakan sekumpulan individu. Jika, tatanan masyarakat tersebut membudayakan amar ma’ruf nahi mungkar, maka akan terjalin kepedulian atas satu individu dengan individu lainnya. Dengan pemikiran dan perasaan yang sama diantara setiap individu masyarakat, tatkala masing-masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi muda, maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan negatif bagi pendidikan generasi. Perkara yang akan membawa pengaruh negatif bagi para remaja tentu akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial.
Ketiga, peran strategis negara dalam menerapkan sistem aturan baik sanksi maupun perundang-undangan yang dibangun atas kebenaran yang terpancar dari nilai-nilai Islami. Penyelenggaraan pendidikan oleh negara haruslah menerapkan kurikulum yang menjamin tercapainya generasi berkualitas. Bukan hanya generasi yang mengejar kemajuan teknologi tetapi juga membentuk kepribadian Islamnya.
Disamping itu, negara pun wajib menerapkan peraturan kriminalitas beserta sanksi yang tegas. Dan sanksi hukum yang diterapkan tidak lain berfungsi sebagai pencegah (jawabir) dan penebus (zawajir). Dengan demikian setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Semua ini hanya akan terwujud manakala kembali menjadikan hukum-hukum Allah sebagai pengatur kehidupan manusia.
Wallahu a’lam[]