Oleh: Dian Auliya
Â
#MuslimahTimes — Khilafah adalah ajaran Islam. Keberadaannya sebagai pilar penjaga dan pelaksana hukum Islam selama ratusan tahun sudah tercatat dalam sejarah. Pembahasannya berikut dalil-dalil syara’ tentang wajibnya Khilafah juga telah ‘abadi’ dalam kitab-kitab fiqih para ulama.
Namun, pemerintah saat ini melalui Menkopolhukam Wiranto menyebut tengah menggodok aturan mengenai larangan individu menyebarkan ideologi khilafah (news.detik.com, 13/09/2019).
Rencana ini pun menuai kontroversi. Pasalnya, adanya keputusan akan larangan untuk mendakwahkan khilafah, merupakan suatu tindakan yang akan mengkriminalkan ajaran Islam. Sekaligus akan menjauhkan umat dari ajaran dan sejarah agamanya sendiri.
Khilafah dalam Lintasan Sejarah
Sepanjang berada di bawah payung Kekhilafahan, umat Islam memiliki khalifah yang menjadi tempat berlindung. Mereka memiliki tempat bernaung dan mengadu. Pada masa Kekhilafahan Abbasiyah, hanya untuk menolong seorang Muslimah yang dinodai kehormatannya di kota Ammuriah (Turki) yang masih berada di bawah kekuasaan Romawi, Khalifah Al- Mu’tashim Billah mengirim pasukan dengan jumlah yang sangat besar. Bahkan digambarkan dalam sejarah, kepala pasukan sudah tiba di Ammuriah, sementara ujungnya masih ada di Bagdad. Ini dilakukan untuk menolong satu orang muslimah.
Bagaimana dengan ribuan perempuan Muslimah hari ini yang dinodai kehormatannya di camp-camp konsentrasi komunis Cina di Uighur, penjara Zionis Yahudi, maupun muslimah Rohingya yang terlunta-lunta? Mereka terus menderita tanpa ada penolong yang menghapus duka lara mereka.
Selama era Kekhilafahan pula, Palestina juga tak mampu dikuasai Zionis kecuali pasca Kekhilafahan Turki Utsmani dimusnahkan. Karena janji Sultan Abdul Hamid untuk menjaga Palestina dari Zionis terus terlaksana hingga akhir hayatnya.
Keberadaan Khilafah juga telah menjadikan Islam menguasai wilayah hingga 2/3 dunia. Sejarah mencatat, Kekhilafahan Islam telah menyatukan berbagai bangsa dengan beragam suku, bahasa, warna kulit dan adat istadat. Tak ada rasisme, tak ada diskriminasi. Semua warga negara Khilafah (baik warga asli maupun warga wilayah yang ditaklukkan) memiliki hak yang sama untuk medapatkan keadilan dan pelayanan dari negara dan pemimpinnya. Maka, sejatinya khilafah telah menyatukan kaum muslim di bawah naungan ukhuwah agung yang telah diajarkan oleh Islam.
Selain itu, Khilafah juga menjadi pelaksana syariah Islam secara kaffah. Dengannya, seluruh hukum-hukum Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Menjadi mercusuar keadilan bagi seluruh rakyatnya. Tak hanya rakyat yang Muslim yang merasakan keadilannya, namun juga ahlu dzimmah (penduduk Khilafah yang non Muslim). Kalangan ahlu dzimmah mendapat perlakuan sama dan memiliki hak yang setara dalam kehidupan umum yang diatur oleh hukum syariah.
Hadits Nabi saw berkaitan dengan perlakuan kepada ahlu dzimmah betu-betul dijadikan rujukan bagi para khalifah dalam memperlakukan non Muslim. Maka, meskipun mereka minoritas, tetap mendapatkan pengayoman dari negara. Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali punâ€.(HR. Ahmad)
Walhasil, tudingan bahwa syariah Islam akan mendiskriminasi non Muslim sebagaimana digaungkan selama ini tidak berdasar sama sekali. Sebaliknya, penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah telah mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin bagi semua kalangan.
Keberadaan khilafah juga menjadi pengemban dakwah yang utama. Jika kepada individu ataupun komunitas masyarakat, para da’i dan ulama-ulama mungkin sudah cukup mampu melakukannya. Namun untuk level negara atau bangsa, maka akan efektif jika dilakukan oleh negara. Maka, di sinilah peran negara Khilafah menyebarkan Islam melalui dakwah dan jihad.
Mengemban dakwah dengan mengutus para da’i untuk mengajarkan Islam ke wilayah-wilayah lainnya. Juga mengirim utusan demi menyampaikan seruan masuk Islam kepada berbagai negara dan bangsa. Bahkan di tanah air sendiri, berdasarkan catatan sejarah, sebagian ulama yang dikenal dengan Wali Songo merupakan utusan dari Kekhilafahan Turki Utsmani untuk berdakwah di Nusantara.Â
Lalu jika seruan dakwah tak berhasil, saatnya jihad dikobarkan. Ini semua demi membuka jalan bagi manusia yang ada di dalamnya untuk melihat keagungan Islam. Maka, sejarah Islam hingga kini terus bertabur kisah-kisah heroik para pejuang Islam yang tak takut mati demi membela agama-Nya. Juga kisah kesyahidan yang terus menginspirasi generasi setelah mereka.
Seperti kisah Trio Panglima Perang Mu’tah (Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah Ibnu Rawahah), Usamah bin Zaid yang menjadi panglima perang pada usia 18 tahun, Thariq bin Ziyad penakluk Selat Gibraltar, Shalahuddin al Ayubi pembebas Palestina dari pasukan Salib, hingga penakluk Konstatinopel Muhammad Al Fatih. Semua itu telah terlaksana sempurna dengan keberadaan Khilafah.
Karena itu mengkriminalkan para pendakwah Khilafah sama halnya menjauhkan umat dari ajaran dan sejarah agama-Nya. Padahal Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang selama berabad-abad telah mengayomi Islam dan umatnya.
Juga satu-satunya bentuk sistem pemerintahan yang diakui secara syar’i berdasarkan al-Quran, hadits dan Ijma’ (kesepakatan) sahabat. Kewajiban atasnya juga telah disepakati oleh para ulama lintas madzhab setelah mereka. Hanya Khilafah pula yang telah mampu mewujudkan secara sempurna konsep agung dalam Islam. Yaitu persatuan umat dengan ukhuwah, pelaksana syariah secara kaffah, hingga mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Wallahu’alam (*)
Sumber Foto : NU Online