Oleh: Sri Wahyu Indawati, M.Pd
(Inspirator Smart Parents)
MuslimahTimes– Tidak ada orangtua yang ingin anaknya menjadi koruptor. Ternyata ketidak-sengajaan atau bahkan ketidak-tahuan orangtua dalam pola asuh mengakibatkan munculnya bibit-bibit koruptor.
Misalnya, ketika anak meminta dibelikan sesuatu, sang orangtua berbohong dan mengatakan tidak ada uang, padahal anak tahu isi dompet orangtua ada uang.
Ketika anak menangis, orangtua membujuk dengan mengatakan akan membelikan es krim jika ia diam dan menghentikan tangisnya.
Orangtua mendatangi guru kelas dan memberi hadiah agar anaknya mendapat juara kelas.
Sang orangtua menitipkan nama anaknya pada pamannya yang menjadi kepala di sekolah favorit agar bisa diterima di sana. Sementara dari segi kemampuan anaknya tidak masuk dalam ketentuan yang ditetapkan sekolah.
Saat anak mengikuti ujian sekolah, orangtua maupun guru memberikan kunci jawaban. Bahkan membiarkan anak menyontek saat ujian.
Tentu masih banyak pola didik yang salah di lingkungan keluarga dan sekolah. Dampaknya bahkan terbawa hingga dewasa. Tercetaklah generasi pelaku praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Apakah banyaknya koruptor akibat kesalahan pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah? Tentu tidak. Ada 3 lingkungan yang harus saling bersinergi, yaitu keluarga, masyarakat dan negara.
Ajaran Islam sudah lama mengajarkan untuk berbuat jujur. Jujur merupakan perintah Allah SWT. Syekh Taqiyuddin An-Nabhani mengungkapkan dalam bukunya berjudul Nidzomul Islam Bab Akhlak Dalam Pandangan Islam bahwa suatu perbuatan manusia selalu melekat 4 hal, yaitu mu’amalah, akidah, ibadah dan akhlak.
Dalam perbuatan apapun manusia selalu terikat dengan perintah dan larangan Allah SWT. Penanaman pondasi akidah di keluarga melalui pola asuh berbasis akidah Islam. Adanya keteladanan sosok orangtua berkepribadian Islam. Disinilah Islam menjadikan individu-individu bertakwa.
Dikisahkan teladan dari seorang sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar ra. Sebelum Abu Bakar ra. wafat, ia menyampaikan wasiat kepada Aisyah ra. “Aisyah, tolong periksa seluruh hartaku. Jika ada yang bertambah setelah aku menjabat sebagai khalifah, kembalikan kepada negara melalui khalifah yang terpilih setelahku.”
Aisyah pun memeriksa seluruh harta ayahnya. Tidak ada yang bertambah dari hartanya kecuali unta yang biasa dipergunakan untuk menyirami kebun dan seorang hamba sahaya pengasuh yang menggendong bayinya. Betapa teladan dari para sahabat yang langsung menimba ilmu dan dibina oleh Rasulullah SAW menjadi bukti bahwa Islam mampu mencetak individu-individu bertaqwa sekalipun menjabat sebagai kepala negara (Khalifah).
Di dalam sistem Islam, terbangun kontrol yang sangat kuat. Adanya sinergitas masyarakat dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar sebagai kontrol baik di sekolah maupun lingkungan masyarakat pada umumnya. Sehingga praktik KKN dapat dicegah.
Nah, jika level keluarga dan masyarakat hanya mampu mendidik dan mencegah, maka negara lebih dari itu. Negara Islam (Daulah Khilafah) mampu mendidik, mencegah bahkan memberantas KKN.
Seluruh kurikulum pendidikan yang diberlakukan Daulah Khilafah berbasis akidah Islam, sehingga membentuk pola pikir dan pola sikap islami anti KKN. Orangtua dan anak-anak yang terdidik dengan kurikulum berbasis akidah Islam, akan menjadi pribadi bertaqwa.
Daulah Khilafah menciptakan kondisi lingkungan yang dilingkupi atmosfir dakwah. Memfasilitasi dakwah. Sehingga warga negaranya gemar menyebar kebaikan dan mencegah kemaksiatan, tidak terpedaya dengan budaya hedonis dan permisif. Media diatur untuk mendukung dakwah kepada umat.
Pemberlakuan kebijakan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mengatur kesejahteraan umat dan memberantas KKN. Memberlakuan sanksi tegas dengan ta’zir yang ditentukan Khalifah hingga pemberlakuan hukuman mati.
Daulah Khilafah itu tidak seperti Indonesia sekarang ini yang terjebak dalam kebobrokan kapitalisme-demokrasi. Kebencian terhadap Islam membuat dakwah diboikot dan rakyat dibuat semakin individualis serta dicekik dengan urusan perut.
Terlebih membuat takut umat Islam dengan isu-isu radikalisme. Membenturkan sesama muslim dan memfitnah saudara se-akidahnya. Menakut-nakuti umat, mengatakan bahwa “Jangan ikut kajian HTI, HTI itu radikal, nanti ditangkap polisi,” Ini bentuk fitnah, orang yang difitnah tidak akan ridho. Dan ternyata Allah SWT menunjukkan bahwa demokrasi lah yang men-Suriah-kan Indonesia, lihat bagaimana Papua bergejolak.
Peran keluarga kini semakin berat, sekalipun mendidik anak secara Islam dan menanamkan pondasi akidah Islam. Akan tetapi lingkungan masyarakat dan negara tidak bersinergi untuk mewujudkan dan mencetak generasi berkepribadian Islam.
Lihat saja, sudahlah masyarakat semakin individualis, berorientasi kepuasan jasmani dan materi, serta lemah dalam kontrol sosial. Ditambah negara pun menerapkan kebijakan pro koruptor.
Sebagaimana diberitakan oleh tribunnews.com (21/9/2019), berdasarkan naskah Revisi UU KPK per 16 September 2019 yang telah disahkan oleh Pemerintah dan DPR terlihat sejumlah pasal-pasal yang dinilai dapat melemahkan KPK.
Ketentuan yang dianggap melemahkan KPK antara lain Pembentukan Dewan Pengawas (pasal 37 Revisi UU KPK), kewenangan penghentian penyidikan (Pasal 40 Revisi UU KPK), Izin Penyadapan, Penyitaan dan Penggeledahan (Pasal 37 Revisi UU KPK), KPK masuk rumpun eksekutif (Pasal 1 Ayat 3 Revisi UU KPK), Pegawai KPK bersatus Aparatur Sipil Negara (Pasal 1 ayat 6 Revisi UU KPK).
Selain itu Revisi UU KPK juga memberikan dampak lain berupa korupsi kini dianggap sebagai perkara biasa, bukan extraordinary crime, kewenangan pimpinan KPK dibatasi, kewenangan merekrut penyelidik independen dihilangkan dan perkara korupsi yang sedang ditangani bisa tiba-tiba berhenti.
Pelemahan KPK yang yang paling ekstrim dilakukan oleh Pemerintah dan DPR adalah dengan memangkas sejumlah kewenangan penindakan KPK khususnya pada tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan KPK.
Semakin sedikit aktor korupsi kakap yang akan ditindak KPK. OTT KPK akan menjadi barang yang langka. Korupsi peradilan dan korupsi politik juga mustahil tersentuh. Selama empat tahun mendatang akan menjadi masa depan suram (madesu) pemberantasan korupsi. KPK lemah, koruptor berjaya.
Munculnya RUU Pemasyarakatan terkait pembebasan bersyarat dan cuti napi. Seperti sudah pesanan para koruptor kakap agar kebijakan semakin pro koruptor. Cnnindonesia.com (18/9/2019) memberitakan bahwa salah satu poin strategis yang sudah disepakati DPR dan pemerintah dalam Revisi UU Pemasyarakatan itu adalah kemudahan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme.
Kehancuran individu, keluarga, masyarakat dan negara akibat dari ideologi kapitalisme yang melahirkan pengaturan dengan sistem demokrasi. Penerapan sistem demokrasi dan pemilihan pejabat publik yang membuka celah bagi koruptor dan aspirasinya masuk ke ranah legislasi.
Wahai para orangtua, sesungguhnya keberadaan Daulah Khilafah akan mencetak generasi anti korupsi melalui tiga pilar yaitu ketaqwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang menerapkan syari’at Islam secara kaffah (total). Wallahu’alam[]