Oleh : Nay Beiskara
(Revowriter)
Muslimahtimes– Kondisi perpolitikan Indonesia makin memanas. Aksi protes rakyat dari berbagai kalangan mewarnai Gedung DPR RI. Suara penolakan pengesahan RUU yang dianggap kontroversial dan tak masuk akal, pelengseran jokowi hingga penegakkan sistem Islam, membungkus rangkaian aksi ini. Rakyat bergerak arti mulai tumbuhnya kesadaran bahwa kondisi saat ini harus diubah. Namun, perubahan ke arah mana yang dikehendaki harus terus dikawal.
***
Gelombang aksi rakyat makin meluas dan masih berlangsung hingga pekan ini. Mulai dari mahasiswa yang turun ke jalan, disusul oleh adik-adik mereka dari kalangan STM, partisipasi dari buruh dan tani, hingga aksi para alumni 212 yang dilakukan secara damai di Bilangan Merdeka Barat, Jakarta Barat, Sabtu kemarin (28/9/2019). Namun, ada yang kontras antara aksi mahasiswa dan aksi mujahid 212 itu. Yakni, perihal tuntutan yang keduanya suarakan.
Tirto.id (29/9/2019) melansir bahwa terdapat tujuh desakan para mahasiswa. Pertama, menolak berbagai peraturan seperti RKUHP, RUU Minerba, RUU Pertahanan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan. Kedua, batalkan pimpinan KPK yang bermasalah. Ketiga, tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil. Keempat, stop militerisme di Papua dan daerah lain serta bebaskan tapol Papua segera. Kelima, mereka ingin pemerintah hentikan kriminalisasi aktivis. Keenam, hentikan pembakaran hutan dan lahan serta hukum korporasi pembakar lahan. Terakhir, tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM.
Tampak dari desakan para mahasiswa di atas bahwa tak ada satupun narasi yang menyinggung pelengseran jokowi dari jabatannya sebagai kepala negara. Hal ini ditunjukkan oleh poster-poster yang meraka usung. Di antaranya, ‘Hewan ternak masuk rumah di denda, Tikus bobol anggaran negara dibiarkan’, ‘Tolak Kenaikan BPJS’, ‘Tolak RUU KUHP’, ‘Tolak RUU KPK’. Selain itu, banyak pula poster-poster yang dihadirkan dengan kekata khas ala generasi milenial. Contohnya, ‘DPR udah paling bener tidur, disuruh kerja’, ‘Ternyata DPR udah jago bikin Undang-undang yang user friendly, Friendly for Koruptor’, ‘dan lain sebagainya. Mahasiswa hanya fokus mengritisi kebijakan rezim yang dinilai tak pro rakyat dan zalim. Tanpa menyebut pelengseran posisi.
Bahkan, Dadan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia menolak dikaitkan dengan Aksi Mujahid 212. BEM SI menegaskan tak terlibat sedikitpun dengan aksi Mujahid 212 yang orasinya meminta Presiden Jokowi turun itu. Ia menegaskan bahwa pihaknya masih dalam konsistensi tuntutan yang tertera dalam Maklumat Tuntaskan Reformasi bersama kawan kawan Aliansi Mahasiswa Indonesia (Detik.com, 29/9/2019).
/ Tuntutan dalam Aksi Mujahid 212 /
Gelombang peserta Aksi Mujahid 212 memadati Istana Negara (28/9) dengan membawa sejumlah atribut Islam. Salah satunya bendera bertuliskan kalimat tauhid ‘Laa Ilaaha IllAllah Muhammadan Rasulullah’. Baik yang berukuran kecil maupun besar.
Selain itu, beberapa spanduk-spanduk berisi tuntutan kepada pemerintah terlihat mewarnai aksi ini. “Pidanakan Korporasi Pembakar Hutan”, “PKI dan Komunisme Musuh Utama Pancasila”, dan “Hentikan kriminalisasi ulama dan tokoh masyarakat”.
Berbeda dengan aksi mahasiswa, para peserta aksi ini bukan hanya menolak RKUHP, tapi juga mempersoalkan kepemimpinan jokowi. Sebagaimana dilansir CNNIndonesia.com (28/9/2019) bahwa Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI menuntut agar Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI dan menyoroti berbagai kebijakan Jokowi terhadap masyarakat dan umat Islam.
Namun, ada yang menarik dalam Aksi Mujahid 212 ini. Pada rangkaian orasi, bukan hanya narasi ‘Jokowi Mundur’ yang digaungkan. Tapi juga mengenai sistem pemerintahan yang memang sempat menjadi pembicaraan masyarakat seantero negeri, yakni Khilafah.
Salah seorang orator menyinggung masalah ini. “Karena itu, saudaraku, sebaliknya, kalau kita tak tunduk pada syariat Islam, bencana pada sekarang ini yang kita dapatkan. Ini ditegaskan Allah dalam Alquran. Ingin Indonesia jadi baik? Ingin koruptor dihabisi di negeri ini? Para liberal, kapitalis, orang-orang PKI tak kita berikan kekuasaan di negeri ini. Kuncinya dua, pilihlah pemimpin yang amanah yang taat kepada Allah dan perjuangkanlah sistem Islam dan menerapkan seluruh syariat Islam,” ujarnya.
Terlepas dari adanya cibiran dan nyinyiran mengenai isi orasi tersebut yang datang dari beberapa pihak. Kita dapat menyaksikan bahwa berkumpulnya kaum muslimin dalam Aksi Mujahid 212 ini ingin melakukan perubahan. Perubahan ke arah Indonesia yang lebih baik. Bukan hanya dengan mengganti rezim yang saat ini memimpin, tapi juga dengan mengganti sistem kufur yang berlaku di masyarakat.
/ Khilafah ; Arah Kebangkitan Kaffah /
Suara Khilafah dalam Aksi Mujahid 212 yang lalu bisa dikatakan sebagai salah satu aspirasi masyarakat. Aspirasi ini tentu tak bisa disepelekan. Melihat masyarakat hari ini sudah banyak yang ‘melek politik’. Masyarakat mulai menyadari kondisi sempit yang mereka rasakan saat ini, bukan semata karena kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Tapi lebih dari itu, karena mereka meninggalkan sistem Islam.
Adanya gema Khilafah menunjukkan bahwa masyarakat sudah jenuh dengan berbagai kemaksiatan yang ada. Baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun negara. Mereka rindu perubahan yang paripurna. Oleh karenanya, masyarakat menuntut adanya perubahan.
Namun, sebagian masyarakat masih memandang perubahan yang hendak dicapai hanya sebatas ganti rezim. Padahal, akar masalah dari berbagai masalah yang mendera disebabkan oleh penerapan sistem hidup yang bersumber dari manusia, yakni sistem Kapitalisme-Sekulerisme dan mencampakkan sistem Islam.
”Dan hendaklah kamu berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayaimu atas sebagian yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (49) APakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik dari Allah (dalam menetapkan hukum) bagi orang-orang yang yakin (50)”. (QS Al Maidah 49-50)
Pergerakan masyarakat yang menginginkan perubahan ini haruslah diarahkan kepada perubahan yang lebih baik. Perubahan ke arah kebangkitan hakiki. Perubahan yang revolusioner alias totalitas. Bukan sekadar reformasi. Hal ini hanya akan dicapai dengan kembali menerapkan sistem hidup yang berasal dari Zat yang Maha Sempurna, yakni sistem Islam.
Khilafah adalah penerap sistem Islam atas masyarakat secara kaffah (menyeluruh). Tidaklah Khilafah mengambil sebagian hukum dan meninggalkan sebagian lainnya. Sudah menjadi konsekuensi dan tanggung jawabnya sebagian kiyan tanfizh tuk melaksanakan sistem Islam yang paripurna. Dengannya perubahan yang membangkitkan masyarakat, terutama umat Islam akan terwujud. Oleh karenanya, menjadi hal yang penting dan genting bagi setiap muslim tuk memperjuangkannya. Semoga kemenangan Islam segera menjelma. Wallahua’lam bishshowwab. [nb]