Oleh Silvia Anggraeni, S.Pd
(Ibu rumah tangga di Bandarlampung)
Muslimahtimes– Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur diporak porandakan angin ribut. Tidak hanya bangunan semi permanen yang diterbangkan, angin menerbangkan tanah kering di areal persawahan hingga mengakibatkan badai debu.
Seperti badai di padang pasir, angin bercampur tanah ini mampu menjatuhkan pengendara motor dan ‘membutakan mata’ karena mirip situasi saat gunung meletus.
Bencana tersebut menambah rentetan daftar duka yang menyelimuti Nusantara. Belum jua usai masalah kabut asap yang membekap udara beberapa kota di pulau Sumatera. Gejolak Wamena yang meluap tak terbendung. Merapi yang seolah ikut bersuara lewat hembusan awan panasnya. Kini kota batu mendapat giliran, disapu angin kencang berdebu.
Rangkaian bencana yang menimpa alam Indonesia adalah alarm keras dari Sang Pencipta. Indonesia kini tengah sakit teramat parah. Kita butuh obat untuk menyembuhkannya. Dan harus diketahui terlebih dahulu segela penyebab sakit ini agar obat yang diberi tepat guna.
Tak ada akibat tanpa sebab, bencana yang bersahutan menjadi indikasi bahwa peristiwa ini adalah peringatan bukan sekedar cobaan. Indonesia meski segera berbenah diri. Menapaki segala salah dan segera kembali memohon ampun pada Illahi.
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu,” (QS. As Syura: 30)
Musibah ini sudah sepatutnya dijadikan muhasabah.
Jauhnya kita dari aturan Allah yang menyebabkan kita terjerembab dalam dosa. Kemaksiatan akibat tidak diterapkannya hukum Islam amat banyak terjadi di negeri ini. Sistem demokrasi kapitalisme adalah kesalahan besar yang harus segera diperbaiki. Kerusakan sistem ini amatlah nyata. Diabaikannya hukum Allah dan menjadikan hukum sendiri sesuai kebutuhannya merupakan dosa besar yang membawa pada banyaknya kerusakan.
Islam sebagai agama praktis telah mengatur seluruh aspek kehidupan. Semua yang berkaitan dengan individu, masyarakat dan negara. Maka jika aturan Sang Pencipta diabaikan, adzab nya pun dapat disegerakan. Firman Allah SWT: “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras,” (QS Huud:102)
Sungguh sekulerisme telah memalingkan kaum muslim dari aturan Allah sang pembuat hukum. Hingga Islam hanya disimpan dalam urusan ibadah saja. Sedangkan aspek kehidupan lain berjalan bebas
tanpa aturan. Ini adalah sebuah kedzaliman. Allah berfirman: “Dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman,” (QS. Al Qhashash: 59)
Saatnya untuk kita berbenah mencari solusi perubahan yang hakiki. Jauhnya Islam dari kehidupan umat saat ini menciptakan ketidak stabilan tatanan kehidupan, membuat kita berjalan dalam kegelapan.
Kita perlu cahaya penerang yang mampu menyinari setiap sisi dunia. Cahaya itu adalah Islam. Agar cahaya Islam mampu memancarkan sinarnya. Butuh penerapan Islam di level negara. Karena negara adalah institusi yang berwenang menerapkan hukum dengan memberikan konsekuensi sanksi bagi pelanggarnya.
Peringatan Allah sungguh amatlah keras. Hukuman yang kita rasakan semata karena kelalaian kita. Saatnya untuk berbenah dan hijrah. Beralih dari sistem demokrasi kapitalisme yang penuh kerusakan kepada sistem Islam yang penuh keberkahan.
Seperti dalam firman Allah SWT: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)
Alquran adalah Kalam Allah yang tidak ada keraguan di dalamnya. Lalu pantaskah seorang hamba yang hidup di dalam buminya menyalahi aturan Sang Pencipta. Menjadikan Al-Qur’an sebatas bacaan dan lantunan merdu belaka. Saatnya kita kembalikan fungsi Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama, meninggalkan Hukum dan aturan buatan manusia. Agar Allah tak lagi murka atas dosa kita. Wallahu alam bisshowab. [nb]