oleh: Irma al Khaldah
#MuslimahTimes — Apa yang terjadi di negri ini memang sangat miris. Kejadian demi kejadian yang menyayat hati terus terjadi di seluruh negri. Mulai dari pesta politik yang memakan ratusan korban melayang, tanah papua yang membara kian menambah huru hara, belum lagi masyarakat harus mengelus dada melihat tingkah pola para anggota dewan serta para pejabat negri layaknya panggung parodi.
Begitupun dengan sejumlah aturan yang membuat khalayak ramai mengernyitkan dahi saking herannya. Rancangan undang-undang yang banyak menuai kontroversi seperti UU KUHP serta UU KPK. Tak ayal hal ini menyulut api pergerakan serentak hampir di seluruh negri yang digawangi oleh para mahasiswa sang agen perubahan. Demo digelar serentak di Riau, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Makasar, hingga Papua pada hari senin (23/9/2019). Belum lagi aksi yang dianggap heroik yakni turunnya sejumlah masa berseragam putih-abu yang viral dengan hastag #STMbergerak.
Pengerahan masa besar-besaran ini membuat pemerintah bergerak cepat menghalau masa dan membungkam opini baik di media massa maupun media sosial. Penghalangan masa untuk mahasiswa dengan menggaet Menristek yang dengan tegas menyatakan akan memberi sanksi kepada rektor apabila di kampusnya terdapat pengerahan masa untuk demo yang dianggap tidak layak (detik.com). Untuk kalangan sekolah menengah pemerintah menggiring kepolisisan dan dinas setempat untuk mengadakan penyuluhan terkait demo dan aksi radikalisme.
Suara Mahasiswa Dibungkam Rezim
Memang tidak sedikit yang menyepelekan pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa ini hanya sebagai pergerakan yang tidak penting atau hanya akan berakhir di meja makan. Apalagi tugas mereka harusnya mengenyam ilmu di bangku kuliah dan akhirnya berkarir untuk negri. Namun jika kita melihat sejarah bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi salah satu pemeran utamanya adalah para pemuda. Sehingga upaya pembungkaman suara perubahan yang menggaung dari mahasiswa tidak bisa disepelekan begitu saja.
Para mahasiswa dan siswa menengah merupakan para pemuda yang memiliki potensi usia muda dan tingkat intelektual yang bisa diasah untuk berpikir kritis. Tak heran mahasiswa memiliki posisi sebagai agen of change, social control dan iron stock.
Sebagai agen of change, mahasiswa mempunyai tugas sebagai motor perubahan. Terlebih lagi mahasiswa muslim yang Allah berikan tugas mulia untuk amar makruf nahi munkar, sebagaiman firman Allah surah Ali Imran ayat 104, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang munkar”.Ayat ini menjelaskan secara tegas tentang kewajiban amar makruf nahi munkar. Dengan bekal potensi muda dan daya intelektal maka kegiatan amar makruf nahi munkar ini dapat terlaksana.
Namun, Jika upaya pembungkaman suara mahasiswa ini dibiarakan maka bukan hal yang tidak mungkin mahasiswa ini akan dikebiri potensinya sejak dini. Terlebih lagi bagaimana kampus yang seharusnya menjadi tempat untuk memproduksi mahasiswa-mahasiswa kritis, idealis dan aktif dalam perubahan ini dimandulkan. Maka lengkaplah upaya untuk menghilangkan nilai mahal mahasiswa sebagai agen perubahan yang begitu dinantikan kiprahnya oleh ummat.
Upaya pembungkaman suara mahasiswa di era rezim hari ini membukikan semakin paniknya akan gerakan perubahan yang terjadi. Dan memang sesuatu yang lumrah di sistem sekuler-demokrasi ini. kekacauan akibat aturan yang dibuat oleh manusia menimbulkan gerakan untuk perubahan namun jika arusnya hanya kepada perubahan rezim maka hal senada akan tetap terjadi di setiap masa, dimana mahasiswa hanya akan menjadi korban seperti pada masa reformasi lalu.
Oleh karenanya penting adanya upaya penyadaran mahasiswa tentang peran pentingnya sebagai pemuda dan intelektual yang sejati agar potensinya tidak dibajak oleh kepentingan penguasa.
Pemuda dan Intelektual mulia dalam islam.
Dalam bahasa Arab, lafad asy-Syâbb dan al-Fatâ digunakan untuk menunjukkan makna pemuda. Adapun batasan usianya menurut para Ulama ialah sejak baligh hingga 30 atau 50 tahun. Dengan demikian, generasi kaum muslimin saat ini yang telah mencapai usia pelajar SMP dan SMA serta mahasiswa, baik yang menempuh studi S1 maupun setelahnya terkategori sebagai pemuda.
Sebenarnya peluang pemuda untuk menjadi tidak baik memang cukup kuat, karena faktor besarnya dorongan potensi kehidupan (ath-Thâqah al-Hayawiyyah), berupa kebutuhan jasmani maupun gharizah yang ada padanya seperti lagu yang dibawakan oleh Rhoma Irama, “darah muda, darah yang berapi-api yang maunya menang sendiri, walau kalah tak peduli”.
Namun pemuda bisa menjadi baik jika dari awal pemuda ini memang dikonsisikan baik. Sebagaimana para pemuda yang giat beribadah serta tidak cenderung kepada hawa nafsu mendapat pujian dari Allah ‘azza wa jalla dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi waâlihi wa sallam.Oleh karena itu, anggapan sebagian masyarakat bahwa pemuda itu “belum dewasa”, “emosinya tidak stabil”, “tidak berpikir panjang”, dan semisalnya tidaklah sepenuhnya benar.
Ahmad dan ath-Thabrani dalam al-Kabîr meriwayatkan dari ‘Uqbah ibn ‘Amir radhiyallâhu ‘anhu,Rasulullah shallallâhu ‘alaihi waâlihi wa sallambersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنْ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla benar – benar takjub (memuliakan di sisi-Nya dan memberikan pahala yang baik) terhadap pemuda yang tidak ada padanyashabwah (kecenderungan kepada hawa nafsu karena baiknya kebiasaan pemuda tersebut dan kekuatan tekadnya dalam menjauhi keburukan)”.
al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu,dari Nabi shallallâhu ‘alaihi waâlihi wa sallam,beliau bersabda mengenai 7 (tujuh) golongan yang mendapatkan naungan pada Yaumul Mahsyar, salah satu diantaranya:شَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ “Pemuda yang giat dalam beribadah kepada Allah (yang menunjukkan bahwa ketakwaan dirinya mengalahkan hawa nafsunya, padahal terdapat dorongan syahwat yang kuat pada dirinya)”.
Bahkan para aktivis perubahan sejak masa lalu, yakni para Nabi sebelum Rasulullah shallallâhu ‘alaihi waâlihi wa sallam merupakan para pemuda sebagaimana diriwayatkan Ibn Abi Hatim dalam at-Tafsîr dari Muhammad ibn ‘Auf dari Sa’id ibn Manshur dari Jarir ibn Abdul Hamid dari Qabus dari ayahnya dari Ibn Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ berikut:
مَا بعث الله نبياً إلا شاباً ولا أوتى العلم عالم إلا وهو شاب وتلا هذه الآية قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali sebagai pemuda dan tidaklah mendapatkan ilmu seorang “alim kecuali dia adalah pemuda. Beliau membaca ayat berikut(قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ)”.
Dengan diterapkannya sistem Islam salah satunya sistem pendidikan Islam mampu melahirkan para pemuda shalih nan cerdas yang berkiprah untuk kemaslahatan ummat. Para penulis Tarikh Islam jelas mencatat kegemilangan para pemuda yang menorehkan tinta emas sejarah untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin melalui ilmu maupun amalnya semisal As-Sâbiqûn al-Awwalûn pada periode Makiyyah, diantaranya: Ja’far ibn Abu Thalib, az-Zubair ibn al-‘Awwam, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Zaid ibn Haritsah, Utsman ibn ‘Affan, Abdullah ibn Mas’ud, al-Arqam ibn Abi al-Arqam, Mush’ab ibn ‘Umair, dan Abdullah ibn Jahsy radhiyallâhu ‘anhum; Shighâr ash-Shahabah“para Sahabat Junior” pada periode Madaniyyah, diantaranya: Umm al-Mu’minin ‘Aisyah binti Abu Bakar, Usamah ibn Zaid, Hasan ibn Ali, Husain ibn Ali, Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik, Abdullah ibn az-Zubair, Abdullah ibn Abbas radhiyallâhu ‘anhum;para Tab’in, diantaranya: al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar, ‘Urwah ibn az-Zubair, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit, Sa’id ibn al-Musayyab, Ibrahim an-Nakha’i, al-Hasan al-Bashri, serta Abdul Malik ibn Marwan dan Umar ibn Abdul Aziz rahimahumullâh; serta generasi setelahnya, diantaranya para Imam: Malik ibn Anas, Muhammad ibn Idris asy-Syafi’i, dan Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, serta para Amir: Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi dan al-Ghazi Muhammad al-Fatih al-‘Utsmani rahimahumullâh.
Oleh karena itu, berbagai gerakan pelajar dan mahasiswa untuk memperbaiki Indonesia, bukanlah sesuatu yang mengkhawatirkan sehingga harus dibungkam namun justru merupakan tanda akan kebangkitan Umat. Kesadaran dan aksi yang dilakukan, terlepas apakah sudah memenuhi kriteria amal yang benar ataukah tidak, menunjukkan adanya harapan setelah sekian lama berada dalam pengaruh kuat Hadharah Barat. Tentu saja, kesadaran dan aksi tersebut perlu disempurnakan dengan pembinaan berkelanjutan menuju terwujudnya perubahan hakiki, yakni kehidupan Islam dalam naungan Khilâfah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah. Hal demikian merupakan bentuk ibadah yang utama (afdhal al-‘ibadât) sesuai hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi waâlihi wa sallamberikut:
يَوْمٌ مِنْ إِمَامٍ عَادِلٍ أَفْضَلُ مِنْ عُبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً، وَحَدٌّ يُقَامُ فِي الأَرْضِ بِحَقِّهِ أَزْكَى فِيهَا مِنْ مَطَرٍ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Satu hari pemerintahan yang adil lebih utama dari ibadah 60 (enam puluh) tahun dan satu had yang ditegakkan di atas bumi sesuai haknya lebih baik di dalamnya dari hujan selama 40 (empat puluh) tahun”.
Hadits ini diriwayatkan ath-Thabrani dalam al-Kabîr dan al-Baihaqi dalam as-Sunan, al-Mundziri dan Zainuddin al-Iraqi menyatakan hadits ini sanadnya hasan.
Hujjah al-Islam Imam Abu Hamid al-Ghazali asy-Syafi’i al-Asy’ari ash-Shufi dalam karyanya Ihyâ` ‘Ulûm ad-Dîn,rujukan utama Shufiyyah Sunniyyah, menjadikan hadits yang semakna sebagai hujjah dan menjelaskannya sebagai berikut:
“Adapun Khilafah dan Imarah maka termasuk ibadah yang paling utama apabila disertai keadilan dan keikhlasan. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: satu hari dari Imam yang adil lebih baik dari ibadah seorang laki – laki selama 60 (enam puluh) tahun”.
Sudah semestinya berbagai gerakan pelajar dan mahasiswa yang peduli terhadap Indonesia, agar menempuh jalan perubahan yang benar berdasarkan manhaj yang ditetapkan Rasulullaah shallallâhu ‘alaihi waâlihi wa sallam Tidak dibenarkan hanya sekedar perubahan parsial, berupa revisi undang – undang dan peraturan atau berupa pergantian rezim yang dinilai zalim dan khianat, namun hendaknya lebih daripada itu, yakni perubahan sistem secara mendasar dan menyeluruh dari Kapitalisme dan Sosialisme menuju Islam Kaffah yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Wallâhu A’lam.