Oleh: Desi Wulan Sari
S2 SosiologiยUniv. Indonesia
Muslimahtimes– Media semestinya menjadi sarana Informasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Media dipergunakan sebagai sarana memproduksi, reproduksi, mengolah dan mendistribusikan untuk menyampaikan sebuah informasi. Sehingga perlunya kita beradab dan beretika saat berada diruang publik merupakan satu keharusan.
Baru-baru ini viral sebuah tulisan yang menghiasi dunia maya. Seorang wanita yang aktif sebagai penulis telah menberikan banyak postingan tentang pemikirannya. Salah satunya tentang bagaimana kemben merupakan pakaian muslimah Jawa sejak jaman dulu dan tidak ada yang salah dalam aturan berpakaian seorang muslimah Jawa menurutnya. Namun yang menjadi perhatian adalah ketika dirinya sudah tak ingin lagi menjadikan Islam yang dianutnya sekarang sebagai agama tauhid yang jelas memiliki batasan hukum syariat dalam AlQuran dan hadis. Tidak lagi menjadi pegangan hidup dalam menjalankan kehidupannya sebagai seorang muslimah.
Dalam laman akun facebook seorang penulis (fb: RA Gayatri WM Sastrodarmodjo) dirinya mengaku sebagai muslim yang mengerti syariat Islam, mengetahui kitab-kitab fikih, aturan berpakaian seorang muslimah. Dirinya banyak mengungkapkan pemikiran yang berbeda dari muslimah pada umumnya. Ketertarikannya akan dunia budaya Jawa (javanese culture and philosophy) yang ia yakini memiliki nilai tinggi dari kehidupan seorang muslimah. Ia selalu memposting cara pandangnya dalam beragama. Layaknya sebuah budaya, agama diartikan sebagai ikatan rohani yang bisa dimiliki setiap manusia manapun. Menyamakan nilai beragama atas semua agama yang ada sama rendah, sama tinggi tak ada bedanya. Dan tak ada batas diantaranya.
Laman-laman facebook yang ia torehkan dalam sebuah tulisan menjadi kontradiksi saat dirinya menggunakan media sosial ini secara umum dan terbuka untuk membenarkan pemikirannya sebagai seorang muslimah yang bebas berekspresi, bebas menentukan value of religion menurut dirinya sendiri. Namun yang disayangkan adalah tulisannya tentang makna menutup aurat serta penolakannya atas hijabisasi dan niqobisasi. Ia mengatakan bahwa “jika bunda khadijah, fatimah dan zaynab pasti menutup aurat sesuai habitat termasuk berkemben seperti leluhur saya jika mereka hidup di Jawa, dan tidak mengenakan niqab dengan mengada-ngada nengatakan itu perintah Allah.” Ia juga mengatakan bahwa “Islam bukanlah agama tekstil dan Allah bukanlah Tuhan pengusaha garmen dan perancang busana.”
Bagi umat muslim kata-katanya sangat menyakitkan hati. Betapa Islam yang dimuliakan kedudukannya oleh umat muslim dijadikan pengandaian hina atas pemikiran bebasnya. Seandainya ia tidak mengatakan atas nama Islam, Allah, Nabi Muhammad, Bunda Khadijah, Fatimah pasti akan lain ceritanya. Jika seorang penulis menuliskan pemikirannya atas nama budaya dan ritualismenya mungkin tak menjadi soal. Karena itu persoalan antara dirinya dan pemikiran liberalnya yang ia yakini kebenarannya.
Media komunikasi yang ia gunakan sebagai penghantar informasi atas keyakinan cara pandangnya terhadap Islam, muslimah dan hukum syariat dikhawatirkan menjadi fitnah yang meresahkan umat muslim, khususnya muslimah dimanapun yang membacanya.
Perlunya memiliki adab dan etika dalam bermedia menjadi sebuah keharusan. Setiap orang memiliki batas saat menyebarkan informasi sekalipun itu adalah pemikiran dalam ranah pribadinya. Karena media penyebarannya dapat dikonsumsi publik dalam ruang terbuka, maka perlu diperhatikan adab-adab bermedia bagi seorang muslim. Dan memahami adab tersebut dengan baik. Adapun adab yang perlu dijaga dalam bermedia sosial adalah:
Pertama, tidak asal menyebar berita sebelum diseleksi dan diklarifikasi.
Kedua, bekali diri dengan keimanan dan ketakwaan sebelum mengakses atau memposting tulisan.
Ketiga, berjihad menebar kebaikan melalui media sosial.
Keempat, ekstra hati-hati menjaga tangan dan lisan dari segala sesuatu yang bisa menyakiti orang lain.
Kelima, meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat dari media sosial.
Ketika kita membagikan (sharing) tulisan yang tidak bertanggung jawab, maka akibatnya akan banyak orang yang tersesat akibat ulah kita. Jika kita tahu berita itu tidak bermanfaat, maka sudah seharusnya ditinggalkan. Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam bersabda:
ู ููู ุญูุณููู ุฅูุณูููุงู ู ุงูู ูุฑูุกู ุชูุฑููููู ู ูุง ููุง ููุนูููููู
โSebaik-baik keislaman seseorang, adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.โ (HR. Tirmidzi).
Sesuai An-Nahl [16] ayat 125, dibalik kita men-sharing atau menyampaikan sesuatu lewat media massa atau media sosial, maka harus dilatari dengan kebijaksanaan, nasihat yang baik dan argumentasi yang terbaik.
Semoga apa yang menjadi tujuan dari sebuah penyebaran informasi melalui media apapun harus dilakukan dengan bijaksana dan tentunya memiliki nilai kemaslahatan didalamnya. Wallahu a’lam bishawab.[nb]