Oleh : Sunarti
#MuslimahTimes — “So long as there is this book, there will be no peace in the world”(Selama ada Al-Qur’an ini, maka tidak akan ada perdamaian di dunia).
Ini adalah pernyataan kebencian Gladstones terhadap Islam dan kaum muslim. William Ewart Gladstone (1809-1898), adalah mantan PM Inggris yang sangat membenci Islam dan umat muslim. Selain pernyataan di atas, ada lagi pernyataan yang sangat terkenal, yaitu,“Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu menguasasinya selama di dalam dada pemuda-pemuda Islam bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an dari hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam. Oleh karena itu tanamkanlah ke dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.”
Dalam kalimat itu, jelas menunjukkan bahwa apa yang ada dalam Al Qur’an adalah hal yang memantik adanya kerusakan di dunia. Sungguh ini merupakan tuduhan (fitnah) tanpa bukti yang nyata. Dia menghembuskan napas keburukan tentang isi Al Qur’an.
Sisi lain adalah pernyataan yang membuat rencana besar untuk mencabut isi Al Qur’an dari dada pemuda muslim. Ini juga bukti nyata, bahwa kebencian orang-orang kafir terhadap Islam dan tidak mengharapkan kebangkitan Islam.
Dalam Al Qur’an, Allah berfirman:“Dan diantara manusia ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah tanpa Ilmu, dan menjadikan jalan Allah itu sebagai olok-olokan. Mereka itulah yang akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman, 31: 6)
Cara-cara efektif dilakukan dalam menjatuhkan Islam dan kaum muslim telah dimulai +- 200 th sebelum runtuhnya daulah Islam pada tahun 1924 yang lalu. Propaganda yang diawali dengan pemisahan undang-undang sipil dan undang-undang agama yang disusupkan ke dalam tubuh struktur negara. Jadilah cara memisahkan kaum muslim dengan tsaqafah Islam. Termasuk di dalamnya menjauhkan dari pemikiran Islam itu sendiri.
Kemunduran umat Islam juga terjadi ketika jihad mulai ditinggalkan. Sementara Barat mulai melakukan ekspansi muliter dengan 3G (gold-gospel-glory), lalu menjajah negeri muslim. Kondisi diperburuk ketika ditinggalkannya bahasa Arab sebagai bahasa Islam, sehingga semakin lemah pemahaman Islam. Bahasa Arab hanya sebagai bahasa ibu. Dari sini terjadilah pemisahan “potensi Islam” dan “potensi bahasa Arab” yang merupakan pokok dari pengetahuan dan ilmu dalam Islam.
Akhirnya kemunduran berpikir kaum Muslim semakin meningkat dengan ditambahkannya serangan filsafat Persia dan Yunani yang menyusup dalam pemikiran kaum muslim.
Seiring berjalannya waktu, Barat terus menyebarkan ‘virus sekuler-kapitalis’ dengan tujuan memisahkan aturan Islam dengan kaum muslim. Mereka memprovokasi manusia dengan ucapan manis tapi beracun, dan menyesatkan melalui berbagai cara. Ini adalah cara efektif mereka hingga saat ini.
Semua ini berjalan lambat namun pasti. Peradaban Barat berkembang pesat. Sedang kaum muslim mengalami kemerosotan dalam pemikiran. Sementara, Barat dengan kepiawaian yang dimiliki terus berupaya memisahkan antara agama Islam dengan tsaqafahnya, melalui teknik yang sangat manis. Salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan memisahkan sekolah umum dengan sekolah agama. Termasuk memisahkan pondok pesantren dengan sekolah umum.
Jelaslah hadist yang mengabarkan bahwa simpul Islam masalah hukum telah lepas.
Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantunganpada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.”
Sekulerisme di Pesantren
Hingga saat ini tak heran apabila banyak ditemukan lulusan pesantren namun minim ilmu teknologi dan informasi. Sisi lain, pada sekolah umum, banyak ditemukan anak-anak yang mumpuni dalam ilmu teknologi namun minim ilmu agama (Islam). Tak heran apabila kerusakan generasi muncul begitu rupa, hingga seolah sebutan “pemuda sebagai agen of change” hanya sebatas kata-kata saja.
Sejatinya, sebagai agama fitrah dari Sang Pencipta, Islam memiliki tabiat yang sempurna untuk bisa diterima oleh kaum muslim sendiri. Pasalnya, kini tampak sekali adanya geliat kebangkitan Islam. Adanya sekolah umum yang berpadu dengan pendidikan pesantren dan pesantren yang terpadu dengan sekolah umum, semakin banyak bermunculan. Namun sayang, geliat kebangkitan selalu saja dihadang dengan berbagai cara agar tidak lagi menggejala.
Tak tanggung-tanggung, setalah memisahkan antara agama dan kehidupan di ranah pendidikan dan pesantren, kini pemikiran untuk merusak generasi pesantren mereka lanjutkan. Dengan dalih keberagamaan, ke-Indonesia-an, dan kebhinnekaan, mereka membidik para santri untuk menjaga keutuhan NKRI. Padahal seandainya ditilik lebih cermat, ‘NKRI harga mati” adalah lagu lama yang senantiasa digaungkan. Sebaliknya, seolah-olah menyampaikan Islam sangat bertentangan dengan apa yang dianut di negeri ini.
Misalnya saja, apa yang disampaikan dalam hari santri tahun ini, Menteri Agama, Lukman menuturkan, dalam ancaman disintegrasi yang salah satunya mengambil sentimen agama, santri tetap mendukung bahkan memasang badan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tidak hanya itu, dalam konteks isu global, pondok pesantren memiliki posisi cukup signifikan dalam percaturan wacana perdamaian dunia. Ia berhasil menjadi role model pendidikan Islam yang mampu menjadi “laboratorium perdamaian.”
Dikatakan pula di pesantren, para santri dikader dengan keilmuan yang mendalam dan dibekali dengan karakter humanis, inklusif, toleran, dan moderat. Dalam perkembangannya para santri siap berperan sebagai duta-duta perdamaian di tengah dinamika yang sering mendapat ujian perpecahan, konflik, bahkan peperangan. Ini semua jelas menunjukkan ke mana arah yang hendak dituju, yaitu pengarahan terhadap Islam moderat. Di mana para santri digiring sesuai arahan Barat.
Menilik apa yang menjadi tujuan sebenarnya, bisa dilihat dari tema perdamaian. Ini merupakan salah satu respons atas terpilihnya Indonesia sebagai salah satu anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2019-2020 bersama empat negara lainnya yakni, Jerman, Republik Dominika, Belgia, dan Afrika Selatan. Jelas ini adalah perdamaian arahan Barat yang berkedok perdamaian ala PBB. Bagaimana mungkin negeri yang mayoritas muslim justru menjadi alat/pion negara besar, bisa mencapai perdamaian? Secara dalam negeri saja, suara kebenaran (baca Islam) dibungkam sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menyuarakan aspirasi kaum muslim di negeri sendiri.
Geliat Kebangkitan di Indonesia, Bahaya bagi Barat
Indonesia, negara muslim terbesar dunia, dinilai mempunyai pengaruh yang besar terhadap kebangkitan Islam, sehingga kebangkitan itu harus dimusnahkan dan dimatikan. Karena suatu hal mendasar bagi bangsa Barat (bangsa kafir) dan anteknya adalah kebangkitan Islam. Bahaya besar bagi mereka jika sampai titik majal (titik lahirnya) kebangkitan Islam berada di Indonesia.
Mengingat sumber daya manusia di negeri ini sangat besar. Sehingga akan lebih sulit apabila membendung kebangkitan hanya dengan propaganda alakadarnya. Butuh jurus jitu untuk menghancurkan para pemuda muslim calon penerus peradaban. Yaitu dengan menyusupkan pemikiran humanis, inklusif, toleran, dan moderat dan ini semua adalah ide kafir Barat.
Apa yang menjadi keinginan Barat lantas diterapkan di negeri ini. Sebagaimana yang disampaikan oleh menteri bahwa umat Islam Indonesia adalah populasi muslim terbesar di dunia yang salah satunya direpresentasikan oleh kaum santri. Entitas ini memiliki andil besar dan terus berperan aktif dalam menyokong cita-cita perdamaian global yang tidak menghendaki adanya diskriminasi, ketidakadilan, terorisme, invasi, kolonialisme, dan lain-lain. Di titik ini perlu ditegaskan bahwa segala diskriminasi, ketidakadilan, terorisme, invasi, kolonialisme adalah produk Barat sendiri, jelas bukan ajaran Islam.
Dari sini patut kita pertimbangkan bahwa Barat sadar bahwa umat Islam mulai bangkit dengan ideologi Islam. Itu sangat membahayakan eksistensi demokrasi kapitalis. Sehingga Barat memberikan stempel radikal, intoleran, teroris sebagai musuh bersama. Bahkan Barat tidak segan-segan menggelontorkan puluhan triliun rupiah untuk proyek deradikalisasi untuk membentuk kaum muslim yang humanis, toleran, inklusif dan moderat.
Benarlah memahamkan maksud dari ‘perdamaian dunia’ adalah kaum muslim yang memiliki sifat-sifat seperti yang diinginkan Barat, sejalan pemikirannya dengan Barat dan tidak menentang Barat. Yang lebih penting lagi adalah membenci ajaran Islam kaffah serta menjegal pengemban dakwah islam kaffah.
Pesantren dan santri merupakan panutan masyarakat. Sehingga membidik pesantren dan santri adalah tujuan utama menghancurkan Islam dan untuk menghambat perkembangan dakwah Islam kaffah. Dakwah Islam kaffah yang selama ini dituding sebagai dakwah Islam garis keras dan intoleran. Melalui pesantren, Barat menggelontorkan pemikiran dan peradabannya dengan mulus lewat tangan-tangan pembuat kebijakan.
Dengan mengetahui banyak hal akan tujuan sejati dari pemikiran Barat adalah untuk menghancurkan Islam, maka layaknya bagi muslim untuk mengambil kesempatan untuk mendakwahkan Islam secara utuh. Selain itu sangat penting mengembalikan fungsi dari santri dan pesantren sebagai garda terdepan untuk mengemban dakwah islam kaffah. Bukan sebaliknya menjadi pion musuh untuk mengaburkan ajaran Islam. Di sinilah pentingnya kejelian dan kecerdasan berpikir kaum muslim untuk diasah. Sebab, musuh Islam begitu ‘bermain cantik’ untuk menghancurkan Islam dari dalam tubuh umat Islam sendiri.
Sudah jelas wajibnya berhukum kepada hukum Allah saja. Sebagaimana firman Allah yang artinya :”Dan hendaklah kamu berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayaimu atas sebagian yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (49) APakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik dari Allah (dalam menetapkan hukum) bagi orang-orang yang yakin (50)”. (QS Al Maidah 49-50)
Wallahu alam bisawab.