Oleh : Siti Mardhiyah, S.M. (Pendidik dan pemerhati remaja)
Muslimahtimes– Akhir-akhir ini istilah Bucin telah booming di telinga kita semua dan para generasi millennial khusunya , istilah ini banyak digunakan untuk menggambarkan rasa cintanya pada pacar atau gebetannya. Dalam KBBI istilah bucin tidak ada artinya hanya bahasa prokem saja yang kepanjangannya “budak cinta”. Seperti dalam masa lampau budak berarti orang yang lemah, tidak memiliki kekuasaan dan rela melakukan apapun untuk majikannya, pun sama bucin dalam masa sekarang digambarkan juga budak cinta yang rela berkorban dan berjuang untuk kekasihnya. Dilansir dari Suara.com ada beberapa jenis bucin :
1. Bucin sejati digambarkan budak cinta selama 24 jam 7 hari selalu menuruti semua keinginan sang pacar
2. Bucin galau digambarkan budak cinta yang merasa dunia seisinya hanya miliknya berdua hingga lupa dan mengesampingkan tugasnya sebagai anak dan pelajar
3. Bucin malu-malu digambarkan sebagai budak cinta sebagai pengagum gebetan yang memandang wajahnya dari ig story saja sudah seneng
4. Bucin punya prinsip digambarkan seorang pejuang yang percaya mitos jika cinta tak harus memiliki, pantang menyerah meski cintanya tidak berbalaskan
Istilah bucin semakin hits ketika banyaknya tontonan dan media social yang mengisahkan tentang bucin, seperti film Dilan, tayangan ini telah sukses menyihir para kaum muda yang sedang dilanda virus merah jambu dan tidak mengerti bagaimana cara mengatasinya, akhirnya mereka ikut terjebak dan ikut bereuforia didalamnya tanpa mengerti apa sebenarnya yang mereka cari dalam kehidupan ini.
Generasi yang sejatinya adalah agent of change mudah sekali dirasuki oleh roh kebebasan dari peradaban asing yang menyerupai kesenengan dan permainan. Mereka beranggapan pemuda tanpa cinta itu hampa, dengan adanya kekasih berharap aktivitas meraka sebagai seorang pelajar mendapatkan support dari sang partner bucinnya, ketika salah satu diantaranya mengalami cinta sepihak maka patah hati, galau, nafsu makan berkurang, motivasi belajar hilang, imannya luntur mudah menyerangnya, padahal sebagai pemuda muslim yang beriman cinta tidak berarti harus dengan pacar atau cinta yang belum halal namun bisa focus cinta kepada Allah, Rasulullah, Orang tua, Guru dan sesama makhluk hidup lainnya.
Bagaimana bisa peradaban ini gemilang jika para pemudanya lemah, dengan sihir cinta saja tugasnya sebagai seorang hamba dan penuntut ilmu terabaikan. Tentang sebuah kutipan pernyataan dan pesan Bung Karno “Beri aku 1.000 orang tua, niscaaya akan aku cabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda niscaya akan aku goncangkan dunia’’, itu cukup memberikan percikan api untuk membakar semangat jika pemuda adalah calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang, belum lagi kisah tentang Sultan Muhammad Al—fatih yang menkhlukkan konstantinopel diusia sangat muda yaitu 21 tahun.
Gambaran yang terjadi pada generasi millennial saat ini sungguh sangat disayangkan apabila pemuda kurang peka dan menyadari jika pada diri mereka adalah pemegang estafet kepemimpinan dimasa yang akan datang. Tugas para orang tua dan pendidik saat ini adalah membangunkan para pemuda dari tidur panjangnya yang berupa propaganda kapitalis serta peradaban-peradaban asing yang berhasil mengabu-abukan identitasnya sebagai seorang muslim dan telah mengakar kuat dalam benak para pemuda, menghilangkan dan mencabut propaganda itu dari akarnya dengan keimanan dan ilmu, serta menghentikan para pemuda menjadi pemuja dan pengikut cinta yang salah, mengembalikan kepada tugas mereka sebagai seorang hamba yang hanya tunduk dan patuh terhadap apa-apa yang telah diperintahkan serta menghindari apa yang dilarang oleh sang pencipta. [nb]