Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Member Revowriter)
MuslimahTimes– Akhir-akhir ini semakin banyak saja orang yang berbicara agama. Mereka berbicara seakan-akan benar, ada faktanya bahkan ada dalilnya. Namun jika ditelaah justru perkataan mereka menunjukkan kebodohan. Dan lebih parah lagi menunjukkan buruknya apa yang mereka sembunyikan.
Sebagaimana Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan terkait fenomena akhir zaman yang beliau dengar langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
سَيَأْتِيَ عَلَى الناَّسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيْهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيْهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيْهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيْهَا الأَمِيْنُ وَيَنْطِقُ فِيْهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيْلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim)
Hadits ini menunjukkan bahwa agama pada suatu masa telah dijadikan sebagai ajang jual beli kepentingan. Mereka yang tak paham agama memberikan pengajaran kepada umat seakan -akan lisan mereka berisi kebenaran, sementara banyak yang berilmu dan hanif namun tak digubris, seakan perkataan mereka bohong dan tak ada pijakan dalilnya.
Saat itu nilai kebenaran sudah tumpang tindih dan tak begitu diindahkan, orang bohong dianggap jujur, orang jujur dianggap bohong, pengkhianat dianggap amanah, orang amanah dianggap pengkhianat. Di situlah muncul zaman Ruwaibidhah, yang dijelaskan nabi sebagai orang bodoh (pandir, dungu) tapi mengurusi orang umum.
//Ruwaibidhah Masa Kini//
Jika kita menelaah apa yang disampaikan oleh Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, saat menyampaikan pidato kunci pada Seminar Sekolah Peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Kepolisian Indonesia Pendidikan Reguler ke-28 di The Dharmawangsa, Jakarta, Jumat 8 November 2019, kita bisa melihat kebenaran hadist di atas telah nyata.
Ma’ruf Amin mengatakan isu tentang penerapan sistem kepemimpinan dengan menerapkan hukum Islam dan mengembangkan dakwah, atau disebut khilafah, menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia saat ini (TEMPO.CO, 8/11/2019).
Menjadi tantangan karena dikaitkan pemahaman bahwa khilafah itu adalah identik dengan Islam. Padahal tidak berarti Islami adalah khilafah. Dan bahwa sistem kepemimpinan khilafah tidak bisa diterapkan di suatu negara yang sudah memiliki kesepakatan bentuk pemerintahan.
Lanjutnya meskipun bersifat Islami, sistem kepemimpinan khilafah tidak akan bisa diterima di Indonesia, atau di negeri Islam lainnya seperti Arab Saudi, Yordania, Kuwait, dan Qatar, karena negara-negara tersebut juga telah memiliki kesepakatan nasional yakni menerapkan negara republik. Indonesia sendiri bersepakat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sudah menjadi harga mati.
Jadi sebenarnya tidak perlu ‘metenteng-metenteng’ (ngotot) begitu seperti perang Bharatayudha. Secara proporsional saja sudah jelas bahwa khilafah tertolak di Indonesia, karena kita Indonesia, NKRI,” ujarnya menegaskan kembali.
Sungguh disayangkan, sebab beliau adalah tokoh penting kedua setelah Presiden Joko Widodo. Pun bergelar Profesor dan seorang Kyai. Dalam tradisi di negara ini, dimana mayoritas pendudukanya mayoritas muslim, Kyai adalah sebutan terhormat bagi mereka yang memimpin lembaga pendidikan berbasis pondok pesantren. Setiap kata-kata dan perilakunya menjadi teladan bagi santri dan masyarakat umum.
Namun semakin hari yang ditunjukkan adalah pernyataan yang tidak sebagaimana seharusnya muncul dari lisan seorang ulama. Sungguh khilafah bukan perkara Islami atau tidak Islami. Namun Khilafah adalah sebuah sistem kehidupan yang berlandaskan akidah Islam. Menjadi wajib adanya bagi kaum Muslimin sebab menjadi perintah dan konsekuensi keimanannya.
Allah berfirman dalam Quran surat Al-Baqarah : 208:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Apakah Allah keliru dengan menurunkan ayat ini, sebagaimana yang disounding oleh pengusung liberalis sekular? menjadi tidak wajib berada dalam kesatuan pengaturan hidup karena kita berbeda satu sama lain, baik agama, suku, ras, budaya dan bahasa. Tentu yang keliru adalah akal manusia, yang terlampau picik memaknai hakikat maslahat yang sebenarnya.
//Umat Terbaik Butuh Sistem Terbaik//
Allah memerintahkan kaffah atau keseluruhan kepada kaum Muslim tentu sudah pada tempatnya, sebab Allah Maha Tahu dan tak akan mungkin membebani hambaNya melebihi kemampuannya. Maka, jika ada syariat atau kewajiban yang seharusnya dikerjakan namun individu per individu tak sanggup maka harus ada negara, yang ia menerapkan syariat hingga semua syariat sempurna dikerjakan.
Negara inilah yang disebut dengan Khilafah. Ia adalah manifestasi keberadaan umat yang ikhlas dipimipin oleh penguasa yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Rasulullah sendiri telah mencontohkan yang demikian dan para sahabat melanjutkan. Para Imam telah bersepakat.
Maka sangatlah ahistoris menyebut bahwa Khilafah tidak cocok di negara manapun, sebab negara-negara itu sudah memiliki kesepakatan sendiri menjadi Republik dan lain-lain, sebagaimana Indonesia. Itulah sebabnya Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi harga mati.
Coba kita flashback melihat sejarah panjang bangsa ini. Bagaimana sejak pembuatan dasar negara saja sudah mengalami kejanggalan. BPUPKI ketika itu juga selain beranggotakan warga Indonesia, ada 7 orang Jepang. Siapa yang menunjuk mereka? dan mereka mewakili rakyat Indonesia yang mana?
Belum lagi dengan penghapusan 7 kata yang fenomenal dari piagam Jakarta. Telah menunjukkan bahwa tak ada kesepakatan bangsa yang baku. Bentuk negara pun juga mengalami banyak perubahan, mengapa kemudian sekarang dibandrol harga mati, padahal kerusakan terjadi karena bentuk negaranya?
Maka, secara logika yang menjadi tantangan hari ini adalah perubahan mindset yang benar tentang sistem pengaturan yang terbaik. Agar fokus pembenahan tidak pada sesuatu yang menyalahi akidah. Bagaimanapun sekularisme yang menjadi landasan pengaturan kehidupan hari ini telah menghasilkan sesuatu yang merusak dan tidak berkah.
Bagi seorang Muslim, wajib hukumnya menegakkan syariat Islam dan Khilafah. Kebulatan tekad kaum Muslim memperjuangkannya tersebab sadar bahwa jika melawan apa yang sudah dijanjikan dan dinashkan oleh Allah SWT, hidupnya akan makin sengsara. Wallahu a’lam bi showab.