Oleh : Tari Ummu Hamzah
MuslimahTimes- Kegaduhan tentang niqob mulai terjadi di instasi pemerintah. Pasalnya di antara para pembesar negeri ini mulai terjadi adu pendapat terhadap niqob dan celana cingkrang. Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid mengatakan pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya berlaku di lingkungan Kementerian Agama. Hal ini bermaksud untuk menertibkan penegakkan disiplin aparat negara di lingkungan kementrian agama saja. Menurut Zainut Tauhid hal tersebut tidak perlu menimbulkan konflik. Sebab langkah tersebut adalah penertiban dan penegakan disiplin. Langkah itu adalah tindakan yang wajar dan bagian dari tugas pembinaan. Sehingga ASN mematuhi aturan yang ditetapkan. Menurut dia, pelarangan ini tak perlu dikaitkan dengan pelanggaran hak privasi seseorang, apalagi dengan kebebasan beragama. (Tempo.com/3/11/2019).
Lain lagi yang dikatakan oleh Menteri Agama Fachrul Razi. Pada wawancara tanggal 31 Oktober mengatakan bahwa belum memberikan wacana terkait pelarangan niqob dan celana cingkrang. Tetapi sehari sebelum melakukan Rakernas di ruang rapat Komisi VIII, kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/0291), Fahcrul Razi mengatakan bahwa, Menag memang sengaja melempar isu tersebut agar ketika peraturan pelarangan niqob dan celana cingkrang di lingkungan aparat pemerintah disahkan, maka masyarakat tidak lagi bingung. Sebab ini dinilai merupakan langkah untuk mengetes sejauh mana respon masyarakat. (Detik.com)
Pro kontra akan pelarangan cadar memang sudah terjadi di awal era Jokowi memimpin. Tapi makin ke sini makin pemerintah terang-terangan dalam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan simbol Islam. Tak dipungkiri lagi bahwa rezim ini menginginkan kaum muslimin untuk mulai meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan simbol Islam. Ditambah lagi serangan isu radikal semakin digencarkan. Seolah masyarakat diminta untuk waspada dengan orang-orang yang senantiasa menjaga nilai-nilai Islam secara kaffah, juga masyarakat seolah dipaksa untuk menghindari pemakaian simbol Islam, jika masih ngotot maka label radikal akan disematkan bagi pelakunya. Alhasil ini menimbulkan polemik lagi di antara kaum muslimin. Sebab kenyamanan dalam menjalankan perintah agama sudah mulai terganggu.
Sebenarnya sebagian masyarakat pun paham jika dalam rezim demokrasi Islam akan selalu menjadi rival mereka. Sebab demokrasi memang tidak akan bisa menyatu dengan Islam. Layaknya haq dan batil, tidak akan pernah bersatu. Demokrasi tidak akan membiarkan Islam menjadi lebih dominan. Juga tidak akan menjadikan suara-suara Islam memengaruhi kendali demokrasi. Malah sebaliknya demokrasi akan menciptakan fitnah-fitnah, memutarbalikan fakta, dan pengaburan pemahaman tentang Islam, sehingga akan menciptakan kegaduhan di antara kaum Muslimin. Alhasil kegaduhan inilah yang akan membuat masyarakat menjadi takut akan ajaran Islam.
Kondisi negeri ini memang makin tidak kondusif bagi kaum muslimin yang ingin berislam kaffah. Akan tetapi bukan tidak mungkin bagi kaum Muslimin untuk tetap bertahan dan melawan. Jika kita lemah dalam mempertahankan syariat Islam, maka musuh-musuh Islam akan menilai kaum Muslimin telah lemah dan tidak memiliki dasar yang kuat. Padahal Allah telah berjanji akan memenangkan Islam dan kaum muslimin. Maka sudah saatnya kita tidak lagi berpangku tangan dan menerima pasrah akan keadaan saat ini. Sebab memperjuangkan Islam di tengah-tengah kezaliman rezim wajib kita lakukan. Agar perjuangan kita mampu mendatangkan pertolongan Allah dengan datangnya kemenangan Islam. Jika bukan kita kaum Muslimin yang memperjuangkan Islam, siapa lagi?
Wallahu a’lam bisshowab