Trisnawaty Amatullah
(Aktivis Dakwah, Revowriter Makassar)
#MuslimahTimes — Kaum muslim seluruh dunia bersuka cita dalam memperingati maulid Nabi Saw. Sosok manusia yang dikenal sebagai khairun naas. Pembawa risalah untuk seluruh alam. Tidak hanya sebagai rasul. Tapi, sekaligus sebagi kepala negara. Michael H. Hart dalam bukunya 100 orang berpengaruh di dunia sepanjang sejarah, menempatkan nabi Muhammad figur paling berpengaruh di dunia. Dia menulis dalam bukunya : Nabi Muhammad penyebar agama islam, penguasa Arabia, mempunyai karier politik dan keagamaan yang luar biasa. Namun, tetap seimbang dan serasi, mengakibatkan Muhammad memiliki banyak pengikut. Menjadi panutan seluruh masyarakat dunia hingga saat ini. Rasulullah Saw mampu membangun tatanan masyarakat baru yaitu masyarakat islam di Madinah.
Pesan Politik Nabi Saw
Bulan Rabiul Awal, selain mengenang maulid Nabi Saw. Bulan ini juga menurut Ibnu Katsir sebagai bulan Allah SWT mewafatkan Nabi Saw. (Ibnu Katsir, As-Siirah an-Nabawittah, IV/507). Tiga bulan sebelum wafatnya. Beliau berpesan : Wahai manusia, sumgguh telah aku tinggalkan ditengah kalian perkara yang jika kalian berpegang teguh, kalian tidak akan tersesat selamanya. Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Saw (HR Malik, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Mawarwazy dan al-Ajuri).
Secara tersirat Nabi Saw berpesan, sepeninggal beliau kaum muslim harus membaiat khalifah agar dia mengurusi urusan umat. Tentu dengan berpegang teguh pada kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Dengan menerapkan islam secara kaffah ditengah-tengah mereka. Rasulullah Saw bersabda,“‘Dulu Bani Israel diatur segala urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat. Dia digantikan oleh nabi lainnya. Sungguh tidak ada lagi nabi sesudahku. Yang akan ada adalah para khalifah dan jumlah mereka banyak (HR al-Bukhari dan Muslim).
Maka tidak berlebihan, Syeikh Abdul Qadim Zallum dalam bukunya Pemikiran Politik Islam, mendefinisikan politik (siyasah) adalah mengatur urusan umat baik di dalam maupun diluar negeri. Politik dilaksanakan baik oleh negara maupun umat. Negara mengurus kepentingan umat sedangkan umat melakukan koreksi terhadap pemerintah.
Urgensi Penegakan Khilafah
Politik sebagai riayah syuunil ummah yaitu pengaturan urusan umat dengan islam. Dengan menjadikan alquran dan assunnah sebagai sumber hukum. Politik islam tidak dapat diterapkan tanpa tegaknya Daulah Khilafah. Islam tidak akan memiliki nilai tanpa ada negara (kekuasaaan). Imam Al-ghazali menuturkan : Ad-Diin ussun wa as-sulthaanu haarisun, fa maa laa ussa lahu mahdumun, wa maa laa haarisa lahu fadha’i (agama adalah pondasi bangunan dan kekuasaan adalah penjaganya, bangunan yang tidak ada pondasinya pasti runtuh, dan tidak ada penjaganya, pasti akan lenyap).
Inilah urgensi dari penegakan khilafah. Khilafah sebagai tajul furudh (mahkota kewajiban). ) hanya dengan kembalinya khilafah. Khilafah adalalah tajul furudh, mahkota kewajiban. Berbagai problematika yang melilit kaum muslim tidak akan pernah terjadi ketika khilafah tegak. Karena khilafah bukan sekedar sistem pemerintahan, tetapi juga berfungsi sebagai al haaris (penjaga aqidah), almunaffidz (pelaksana) syariah, almuqiim (penegak) agama, almuwahhid (penyatu) barisan Kaum muslim, al haamiy (penjaga) negeri-negeri kaum muslim, darah, harta, dan cita-cita mereka, serta yang akan mengemban risalah islam ke seluruh dunia dan memimpin umat dalam berjihad fisabillillah.
Saatnya kita songsong Janji Allah dan kabar gembira Rasulullah saw dengan turut serta memperjuangkannya. Allah swt berfirman, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang diantara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tidak mempersekutukanKu dengan sesuatu pun. Tetapi barangsiapa tetap kafir setelah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik (TQS An-nuur[24] : 55). Wallahu ‘allam