Oleh : Tri Silvia
(Pengamat Ekonomi Keumatan)
#MuslimahTimes — Pengangguran masih menjadi masalah yang tak terpecahkan hingga saat ini. Keberadaannya bahkan menjadi semakin pelik dari tahun ke tahun. Banyak faktor yang menjadi penyebab dari banyaknya jumlah pengangguran di Indonesia. Diantaranya adalah jenjang pendidikan, masalah ketersediaan lapangan kerja dan buruknya sistem rekrutmen yang berlaku.
Indonesia sebagai negeri dengan kekayaan alam yang luar biasa menjadi sumber bagi ketersediaan bahan-bahan produksi di dunia. Seharusnya itu sudah cukup untuk menjadi modal ketersediaan lapangan kerja untuk anak negeri. Hingga ibu-ibu rumah tangga pun tak usah lagi bersusah payah bekerja hingga ke luar negeri.
Namun sayang, tidak begitu kenyataan yang terjadi. Alih-alih dimanfaatkan dan diolah secara bermutu oleh anak negeri, sumber-sumber kekayaan alam justru diserahkan kepada para investor asing yang katanya memiliki hak untuk mengelola hasil tambang tersebut. Alhasil, mereka mendatangkan para pakar yang ahli di bidang pertambangan dan para pekerjanya dari negeri asal mereka. Lalu anak negeri dipaksa untuk puas dengan hanya dijadikan buruh-buruh kasar.
Begitupun terkait dengan buruknya sistem rekrutmen yang berlaku, sistem sogok dan nepotisme ternyata masih bercokol di sebagian besar perusahaan ataupun lembaga penerima tenaga kerja. Alhasil banyak orang yang tak sanggup membayar dan berakhir di deretan para pengangguran. Masuknya para tenaga kerja asing pun menambah pelik masalah rekrutmen tenaga kerja ini. Banyak perusahaan-perusahaan asing yang lebih memilih untuk mendatangkan para pekerja dari negeri asal mereka dibanding menggunakan tenaga kerja lokal, bahkan hingga ke tataran buruh kasar. Hal ini turut serta menambah panjang deretan pengangguran yang ada di negeri ini.
Banyak usaha yang telah Pemerintah lakukan, mulai dari pemberian modal, pembekalan keahlian, hingga training-training ketenagakerjaan. Namun sayang, hal tersebut tak memberi dampak yang signifikan. Sebab apa yang dilakukan berbenturan dengan kebijakan pembukaan keran bagi para investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Sekilas hal tersebut bisa membantu untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada, namun nyatanya hal tersebut justru membunuh kreativitas anak bangsa dan menjadikan mereka puas dengan hanya menjadi karyawan. Inilah yang dituju dan inilah yang dibentuk oleh para pemegang kebijakan. Anak bangsa dijadikan karyawan, bahkan mulai dari jenjang SMA yang kini sedang diusahakan lebih dipercepat lagi. Solusi semacam itu sama sekali tak menyelesaikan masalah, justru hanya menimbulkan masalah baru yang menambah parah masalah utamanya.
Kegamangan perihal ini pulalah yang dirasakan oleh Pemprov Banten yang dipimpin oleh Bapak Wahidin Halim terkait terbatasnya lapangan kerja dan tingginya jumlah pengangguran terbuka. Walau disampaikan sebelumnya ada penurunan jumlah pengangguran di wilayah tersebut, namun ternyata jumlah tersebut masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Maka dari itu bapak Gubernur melakukan evaluasi terkait data yang disampaikan sembari menyarankan agar para pendatang yang bermaksud mencari kerja di Provinsi Banten untuk benar-benar mempersiapkan kompetensinya mengingat tingkat persaingan yang sangat tinggi.
Masalah pengangguran ini telah menjadi masalah nasional, bukan hanya masalah Pemprov. Sehingga solusi yang ditawarkan pun bukan hanya dari Provinsi, melainkan juga Pemerintah Pusat. Solusi yang ditawarkan pun bukan lagi sekedar pembukaan keran investasi yang berujung pada matinya kreativitas, mengakarnya jiwa karyawan, dan meningkatnya konsumeritas masyarakat. Melainkan sesuatu yang lain, yang menyelesaikan masalah hingga ke akar-akarnya tanpa merusak tatanan yang ada apalagi sampai memunculkan persoalan baru yang mungkin lebih pelik dibanding masalah utamanya.
Hilangkan mudhorot untuk datangkan manfaat. Batasi investasi asing pada hal-hal yang tidak akan mematikan kreativitas anak negeri. Kaji ulang pengelolaan sumber daya alam sembari mempersiapkan anak negeri dengan berbagai teknologi kekinian sehingga tak perlu lagi mendatangkan ahli dari luar untuk mengurusinya. Jikalaupun tak ada anak negeri yang mampu, maka tak apa mendatangkan ahli dari luar, namun kerjasamanya hanya dalam bentuk kerja, bukan hak kelola atas sumber daya. Ciptakan anak-anak usaha dari tambang sumber daya alam tersebut dan berdayakan anak bangsa untuk mengisi ruang-ruang pekerjaan yang tersedia. Bentuk jiwa pengusaha pada rakyat layaknya Abdurrahman bin Auf, beliau cerdas dalam berdagang namun ringan dalam memberi. Beliau sangat kreatif dalam berusaha, hingga ada istilah bukan dirinya yang mendatangi uang, namun uang yang mendatanginya. Penyediaan modal pun harus dilakukan dengan skema tertentu tanpa melibatkan riba didalamnya, dengan akad yang sesuai syariah tentunya.
Bekerja adalah salah satu usaha yang sah di dalam Islam untuk mendapatkan penghasilan. Maka dari itu, negara dalam hal ini Pemerintah wajib untuk menjamin bahkan menyediakan lapangan-lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. Sebab, dengan ketersediaan lapangan kerja dan penataan sistem kerja yang baik, maka kesejahteraan masyarakat akan terpenuhi. Namun, semua solusi di atas tak mungkin bisa dilakukan tanpa penerapan aturan Islam Kaffah di muka bumi. Wallahu A’lam bis Shawab