Oleh : Mega
Â
#MuslimahTimes — Negara maju tidak lepas dari dunia pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia dapat memajukan negaranya. Pendidikan yang berkualitas akan melahirkan peserta didik yang berkualitas pula. Terlebih di era globalisasi, persaingan di dunia pendidikan sangat besar, jika seorang pendidik tidak bersungguh-sungguh memberikan materi maka peserta didikpun akan terancam masa depannya.
Begitu pula halnya, kesejahteraan yang diperoleh guru ini menjadi penunjang utama dan menjadi salah satu tolak ukur kemajuan pendidikan suatu negara. Mengingat guru sebagai ujung tombak pendidikan, prosesnya bertumpu kepada guru, kompetensi guru mempengaruhi kualitas pembelajaran, yaitu kinerja guru. Keberhasilan proses pembelajaran di kelas sangat bergantung kepada kompetensi yang di miliki oleh seorang guru.
Pemerintah masih terkesan berlepas tangan terhadap nasib-nasib guru di sekolah swasta yang diselenggarakan oleh yayasan. Dikotomi in tidak mungkin bisa hilang, selama pemerintah tidak punya keinginan untuk menyetarakan status guru, melalui revisi UUGD. Terutama menyangkut perbedaan tanggung jawab penyelenggaraan satuan pendidikan pemerintah dan masyarakat, dalam hal peningkatan kesejahteraan guru.
Â
Dampak Keterpurukan Ekonomi
Tingkat inflasi yang tinggi sebagai akibat perekonomian global turut menambah kesenjangan ekonomi keluarga guru, terutama guru-guru non PNS yang bergantung pada kemampuan yayasan yang bersumber pada kemampuan ekonomi orang tua siswa, sedangkan yayasan pun tidak memiliki keberanian menaikkan tarif biaya pendidikan, dampaknya pun guru tidak mengalami peningkatan.
Kesenjangan dunia pendidikan semakin hari semakin terasa. Padahal Pasal 31 (1) UUD 1945 mengamanahkan “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Karena itu, kesenjangan dunia pendidikan khususnya pengadaan satuan pendidikan (Sekolah) tidak boleh terjadi. Setiap sekolah semua harus layak, terjangkau, dan berkualitas hal ini diperlukan upaya tanggung jawab pemerintah dan institusi atau yayasan sekolah secara proporsional.
Sebagaimana nasib guru honorer kita yang berada di Ende, Nusa Tenggara Timur dituntut untuk berdedikasi setiap harinya, namun sungguh sudah 11 bulan terhitung sejak Januari 2019 tidak menerima gaji. Bahkan dari data yang dilaporkan, didapatkan sejumlah nama guru hilang dari daftar penerima Bantuan Operasional Daerah (Bosda) (Kompas.com).
Di sisi lain, Ketua Umum perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih meminta kejelasan penerbitan Penpres jabatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja (PPPK). Pasalnya, sudah sembilan bulan sejak pengumuman kelulusan, nasib mereka masih terkatung-katung. Hingga saat ini mereka hanya mendapat gaji Rp.150 ribu/bulan, itu pun dibayar per tiga bulan sekali (CNN.Indonesia).
Pengabdian Mulia Tanpa Balas Jasa
Nasib guru honorer masih sama dari tahun ke tahun. Tidak ada perubahan, seperti tidakdiperhatikan. Yang diberikan gaji dibawah Rp. 500.000, sangat jauh dengan upah minimal pokok dan tidak sebanding dengan perjuangannya dengan mendidik generasi dan mereka harus bertahan dari kondisi kebutuhan pokok yang semakin sulit. Dalam sistem sekuler, pendidikan seolah-olah bukan lagi menjadi mesin pencetak generasi, tetapi tak lain sebagai barang komoditi yang diukur berdasarkan untung-rugi bukan pada maslahat.
Bila kita telisik lebih dalam, guru adalah sosok yang paling berjasa dalam kemajuan negeri ini, yang mencurahkan pengabdiannya tanpa balas jasa. Munculnya para milenial berdedikasi tinggi tentu hasil didikan para guru. Maka sudah selayaknya gaji guru diperjuangkan sehingga menjamin tingkat kesejahteraan mereka yang akan mendedikasikan diri dan pengabdian secara maksimal dalam arah perubahan yang fundametalis untuk generasi bangsa dimasa yang akan datang.
25 November 2019, merupakan momentum yang senantiasa diperingati sebagai hari guru diharapkan kepada pemerintah dan segenap pemangku kebijakan untuk memperhatikan nasib pendidik kita. Saatnya guru menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional, Karena kualitas guru akan menentukan kualitas generasi bangsa kedepan. Masa depan bangsa dan negara berada pada keunggulan generasi muda sebagai aset bangsa. Karena syarat utama negara maju ada pada sumber daya manusia haru sunggul sehingga mampu bersaing di era global yang memasuki era digital 4.0. Guru sejahtera, guru berkualitas. Generasi unggul, Indonesia Maju.
Potret Sistem Islam Yang Mensejahterakan Guru
Padahal menurut Islam, negara berkewajiban mengatur segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Seorang Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertangungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari& Muslim).
Selain menjamin kesejahteraan bagi para pendidik atau guru, Islam juga mengatur kurikulum ,metode pengajaran yang dimana aqidah adalah pondasi utamanya. Sehingga pilar pendidikan, yang didik atau pun tenaga pendidiknya mulia dalam pembangunan peradaban.
Pada masa kekhalifahan Abbasiyah, ilmu pengetahuan di negeri Islam sangatlah maju. Negara-negara eropa banyak mengirimkan pelajarnya untuk menuntut ilmu di negara Islam. Munculnya ilmuwan-ilmuwan sekaligus ulama yang sampai saat ini masih kita gunakan ilmunya adalah berkat didikan para guru di masa keemasan Islam. Seperti Ibnu Rusydi, Ibnu Sina, Alkhawarizmi, dan ilmuwan-ilmuwan lain dalam bidangnya.
Begitu mulianya profesi guru dalam pandangan Islam. Di sisi lain, tentunya kesejahteraan ini berkaitan dengan penerapan sistem yang berlandaskan Islam, dan kemampuan pengelolaan negara pada berbagai sumber daya yang dimiliki. Namun ini hanya mampu terwujud, di bawah naungan sistem Islam yang kaffah.
WallahuA’lamBish-shawab[].