Oleh. Helmiyatul Hidayati
(Blogger Profesional dan Member Revowriter Jember)
#MuslimahTimes — Belum genap 100 hari meninggalnya Sulli, sahabat Sulli yang juga tidak kalah kontroversial ditemukan meninggal di rumahnya. Dia adalah Goo Hara, K-Pop idol berusia 28 tahun ini mengakhiri hidupnya pada tanggal 24 November 2019 lalu.
Meskipun penyebab kematian belum pasti, tapi bulan Mei lalu, Hara sebenarnya pernah melakukan percobaan bunuh diri. Alasannya tidak kuat menghadapi beban hidup yang kian menumpuk. Ia diterpa banyak “cobaan” bertubi-tubi, salah banyaknya adalah terlibat kekerasan dengan kekasihnya, ancaman dengan menyebarkan videonya ketika berhubungan badan, kematian Sulli dan tak lupa hate comment netizen. Bagi seorang idol, jelas ini adalah neraka.
Tak heran bagi beberapa K-Pop Idols, bunuh diri adalah salah satu jalan keluar (terakhir).
Kalau kalian pernah nonton drama Producers atau Top Manajement, maka kita bisa melihat gambaran keras kehidupan idols. Dari kecil sudah menjadi trainee, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tak ubahnya seperti budak. Ketika jadi idols dan famous, tak sedikit yang depresi hingga akhirnya bunuh diri. Kehepian yang menipu kan??
Terlepas dari ruang lingkup pembahasan tentang keimanan dan keyakinan mereka. Bunuh dirinya seseorang di zaman sekarang seperti sambung-menyambung. Bunuh diri kini telah menjadi fenomena global dan pembunuh no. 18 di dunia. Dengan Korea Selatan masuk peringkat top ten tingkat bunuh diri tertinggi di dunia.
Maka, seharusnya kita menyadari, bahkan sistem kehidupan zaman sekarang sangat berbahaya bagi orang non-muslim sekalipun. Mereka sendiri bisa berbahaya bahkan bagi diri mereka sendiri. Tak pandang apakah mereka terkenal, kaya bahkan berkuasa. Sebagai contoh lainnya, kita tahu ada Getulio Vargas, mantan presiden Brasil yang meninggal dengan cara menembak jantungnya sendiri, atau Chung Mong Hun, pengusaha kaya pemilik perusahaan raksasa Hyundai yang tewas melompat dari lantai 12 gedung di kantornya sendiri.
Kehidupan kapitalistik yang meletakkan kebahagiaan pada materi dan kesuksesan dunia, pada akhirnya justru semakin menyesatkan manusia. Karena yang mereka perjuangkan sebenarnya adalah sesuatu yang semu. Ketika mereka telah sampai pada titik temu pada semu, atau gagal bahagia versi mereka, mengakhiri hidup bisa jadi akan menjadi pilihan.
Tanpa keimanan hakiki, hidup manusia tak ubahnya seperti kapal kecil tanpa dayung di tengah samudera yang bergelombang. Bila tak terhempas gelombang, bisa jadi manusia akan menjatuhkan dirinya ke laut karena tak kuat menghadapi besarnya arus gelombang,
Dalam pandangan Islam bunuh diri adalah haram alias terlarang. Disebutkan dalam QS. AN-Nisa’ ayat 29, Allah berfirman, “Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Terlebih, dalam pandangan Islam, orang yang bunuh diri akan mendapat 3 (tiga) penderitaan : (1) Penderitaan di dunia yang mendorongnya untuk bunuh diri, (2) Penderitaan menjelang kematian, dan (3) Penderitaan kekal di akhirat.
Islam telah lama memberikan solusi terkait masalah bunuh diri yang mendunia. Karena Islam bukan hanya agama ritual tapi ideologi kehidupan yang darinya terpancar seperangkat aturan sebagai problem solving bagi manusia. Kaidah hukum syara’ menyatakan “dimana hukum syara’ diterapkan, pasti akan mendatangkan kemaslahatan.” Kemaslahatan yang dimaksud di sini adalah “membawa kemanfaatan dan mencegah kerusakan”. Bunuh diri termasuk kerusakan yang sangat amat bisa dicegah oleh Islam.
Salah satu tujuan utama diterapkan syariat adalah menjaga jiwa dan menjaga akal. Menjaga jiwa dengan diharamkannya pembunuhan baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Juga ditetapkan hukum hadd al-qatli (sanksi atas pembunuh) oleh negara, yaitu dibunuh atau dikenakan diyah dan lain-lain.
Negara juga memiliki kewajiban menjaga akal setiap warga negara dari perkara yang merusak akal. Maslahat ini terealisir jika hukum hadd syârib al-khamr(sanksi atas peminum minuman keras, pecandu narkoba dan sebagainya) diterapkan, yaitu dicambuk tidak kurang dari kali 80.
Menjaga jiwa dan akal juga dilakukan dengan diterapkannya sistem hidup yang penuh nuansa keimanan agar tak terjadi depresi massal. Sistem hidup ini akan mengeliminasi kehidupan individualis dan materialistis yang bisa menjadi pemicu seseorang mengalami depresi hingga bunuh diri. Tentu saja hal ini hanya bisa diterapkan dengan metode penerapan Islam Kaffah yakni sebuah institusi negara yang disebut Khilafah.
Wallahu a’lam..