Oleh : Yulida Hasanah
(aktivis Muslimah, Tinggal di Jember)
Muslimahtimes– Proyek deradikalisasi kian menampakkan kejelasan, siapa sejatinya yang dituju dari proyek ini. Usaha untuk mengahdirkan Islam sebagai solusi negeri, ternyata telah memanggil musuh-musuh Islam untuk menghadang laju kebangkitan umat. Mereka menggunakan tangan-tangan rezim yang berkuasa sebagai pemegang proyek mencegah kebangkitan Islam melalui deradikalisasi di semua lini.
Di lini pendidikan, rezim menebar isu bahwa banyak perguruan tinggi yang terpapar radikalisme, bahkan hingga tingkat sekolah PAUDpun hari ini katanya juga terpapar radikalisme. Termasuk kalangan santri dan Majlis taklim, juga tak luput dari deradikalisasi. Di Kalangan santri, pemerintah mengirim 10 santri terpilih Indonesia ke Tiongkok sebagai simbol penegasan kembali bahwa lembaga pendidikan Islam Indonesia tidak radikal, tetapi inklusif, moderat dan toleran. Di lembaga pendidikan non formal masyarakat yakni Majlis Taklim, Kementerian Agama mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim (MT), artinya, semua Majlis Taklim harus mendaftarkan dirinya ke KUA.
Begitu gencar dan massifnya proyek deradikalisasi oleh pemerintah, menunjukkan seakan akar dari problem bangsa hari ini adalah ‘radikalisme’. Padahal, narasi radikalisme yang dibangun, tak lain hanyalah cara lain rezim neolib untuk mengalihkan problem utama yang sedang dihadapi negeri ini. Berbagai problem akut semakin menyengsarakan rakyat hanya menjadi saksi bisu karena dibungkam oleh berbagai hoax.
Ketika 20.000 Ton beras di Bulog mulai membusuk, hasil riset Global Hunger Index (GHI) yang dikeluarkan oleh Concern Worldwide dan Welthungerhilfe mendapati Indeks kelaparan Indonesia berada dalam kategori serius. Begitu juga problem akut di bidang pendidikan yang tak kunjung selesai, seperti gaji guru honorer yang jauh sekali dari kata layak, banyaknya sekolah rusak di berbagai daerah di Indonesia yang hingga hari ini masih menyisakan duka para siswa. Sayangnya, hal ini bukan menjadi masalah utama yang harus mendapatkan perhatian serius pemerintah.
Mindset rezim neolib bukan ri’ayah su’unil ummah (mengatur urusan umat/rakyat), melainkan bagaimana mendapatkan keuntungan di tengah kebuntungan yang menimpa rakyatnya. Realitas kasus hilangnya dana jamaah first travel contohnya, hingga hari ‘dana’ itu tak tau masuk ke kantong siapa, namun yg jelas, bukan ke kantong rakyat.
Inilah realita kejahatan rezim neolib yang akan terus dipraktekkan jika Islam yang dihadirkan ke tengah-tengah umat sebagai solusi semua masalah negeri mereka tolak bahkan mereka sebut sebagai ancaman ideologis dan paham radikal.
Dengan demikian, fokus masalah utama negeri ini adalah bagaimana agar bisa keluar dari jeratan neoliberal kapitalis yang menjadi sumber buruknya kepemimpinan politik yakni dalam hal meri’ayah semua urusan rakyat, baik terkait dengan kebutuhan dan kemaslahatan mereka.
Mengapa Harus Islam?
Islam adalah sebuah sistem unik yang diwahyukan Allah SWT yang menyediakan kebutuhan baik bagi individu dan masyarakat. Allah sebagai sang Khaliq – Sang Pencipta dari semua yang ada – akan jelas tahu apa yang terbaik untuk manusia. Dengan pengetahuan Nya yang tak terbatas, sistem-Nya akan mampu memberikan solusi untuk masalah manusia yang telah atau akan hadapi. Berkaitan dengan pemerintahan, Khalifah dipercayakan dalam menerapkan hukum-hukum Allah. Sebab hukum Allah adalah sumber lahirnya keadilan.
Rasulullah SAW bersabda, “Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tiraninya membawa dia kepada kehancuran.” [Tirmidzi]
Penguasa tidak hanya wajib mengurusi/meri’ayah orang-orang di bawah tanggungjawabnya, tetapi juga bertanggungjawab kepada otoritas yang lebih tinggi, Malik-al-Mulk (Penguasa dari segala Kedaulatan). Jadi, Penguasa dalam Islam, memenuhi kewajiban yang diletakkan di atas dirinya karena hal ini tidak hanya merupakan mandat dari negara, tetapi adalah hukum Allah SWT.
Inilah filosofi bahwa khalifah sebagai penguasa harus peduli terhadap setiap kebutuhan rakyatnya, dan memastikan bahwa mereka tidak menghadapi kesulitan dalam pemenuhannya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum muslimin dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat…. “[Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim]
Hadits di atas jelas menunjukkan beratnya tanggungjawab orang yang berkuasa. Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, ia terlihat agak murung. Salah seorang pembantunya bertanya mengapa dia begitu sedih dan khawatir. Umar menjawab, “Siapa pun yang berada di bawah tanggung jawabku; aku harus menyampaikan dan memberikan kepada mereka semua hak-hak mereka, apakah mereka menuntut atau tidak akan hak-hak mereka.”
Inilah gambaran tanggungjawab penguasa di dalam Islam. Mindset seorang pemimpin adalah meri’ayah seluruh urusan rakyatnya, dan takut kepada Sang Maha Kuasa jika berlepas tangan dari penyelesaian problem utama yang melanda negerinya.
Wallahu a’lam