Oleh: Intan Alawiyah
#MuslimahTimes — Bagaikan tersambar petir di siang bolong. Peribahasa yang satu ini seakan mewakili perasaan rakyat saat mendengar pernyataan yang dikeluarkan oleh perum Bulog yang mengatakan bahwa sebanyak 20 ribu ton cadangan beras pemerintah yang saat ini terdapat digudang mereka akan segera dimusnahkan.
Direktur operasional dan pelayanan publik perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menyatakan pemusnahan dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi 1 tahun.
Data yang dimilikinya, saat ini cadangan beras di gudang mencapai 2,3 juta ton.Sekitar 100 ribu ton diantaranya sudah disimpan di atas empat bulan. Sementara itu 20 ribu lainnya usia penyimpanannya sudah melebihi 1 tahun. (CnnIndonesia.com, 29/11/2019)
Miris rasanya mendengar salah satu makanan pokok yang menjadi andalan bagi rakyat Indonesia ini didapati tidak lagi layak dikonsumsi. Padahal rakyat sedang mengalami pelbagai himpitan ekonomi mulai dari kelaparan, kasus stunting, dan permasalahan hidup lainnya. Sungguh jeritan rakyat tak mampu mengetuk pintu hati para penguasa negeri. Sehingga ribuan ton beras dibiarkan tersimpan tanpa ada upaya untuk menyalurkannya kepada yang membutuhkan.
Akibat dari kelalaian pemerintah dalam mengelola agenda impor beras di saat para petani lokal sedang mengalami panen raya. Kini, rakyat hanya bisa mengelus dada akibat dari dampak yang ditimbulkan.
Mantan Menteri perdagangan, Enggartiasto Lukita kembali menyedot perhatian. Pasalnya kebijakan Enggar kala menjabat dulu yang ngotot untuk melakukan impor beras merugikan negara.
Akibatnya sebanyak 20 ribu ton cadangan beras pemerintah bakal dibuang oleh Perum Bulog. Total nilai beras yang dibuang tersebut mencapai Rp 160 miliar. Beras dibuang lantaran usia penyimpanan yang lebih dari 1 tahun.
Keputusan Enggar memilih impor beras dilakukan saat para petani sedang panen raya. Meski sudah dikritik dan diingatkan oleh banyak pihak, politisi Nasdem ini malah tutup kuping rapat-rapat. (Rmol.id, 02/11/2019)
Kebijakan adanya impor disaat para petani lokal mampu memenuhi kebutuhan pokok berupa beras ini mencerminkan kegagalan negara dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan berbagai kesemrawutan distribusi yang berhubuhang dengan masuknya praktek spekulasi dan kartel pangan.
// Bahaya Praktek Kartel Dalam Perekonomian //
Secara sederhana kartel dapat dipahami sebagai suatu bentuk kerjasama diantara para produsen independen untuk menghalau persaingan dan menguasai pasar.
Tujuan dari kartel adalah untuk menentukan harga, membatasi suplai produk dan kompetisi. Kartel muncul dari kondisi oligopoli, di mana di dalam pasar terdapat sejumlah produsen dengan jenis produk yang homogen.
Alasan dari dilakukannya kerjasama dalam bentuk kartel adalah agar produsen selaku pelaku usaha dapat memperoleh kekuatan pasar. Mengapa kekuatan pasar penting?
Kekuatan pasar memungkinkan produsen untuk mengatur harga dengan cara membuat kesepakatan pembatasan ketersediaan produk di pasar, membatasi produksi, dan membagi wilayah penjualan.
Ketersediaan produk yang terbatas dapat menyebabkan kelangkaan, sehingga produsen dapat menaikkan harga untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan saat ini pasar pangan di Indonesia hampir 100% dikuasai oleh kegiatan kartel atau monopoli. Hal itu tentu merugikan masyarakat.
Menurut Buwas, produk-produk pangan Bulog saat ini hanya mengusai pasar sebesar 6%. Sedangkan sisanya 94% dikuasai oleh kartel.
“Karena 94% pasar bebas di masalah pangan dikuasai kartel-kartel, Bulog negara hanya menguasai 6%” ungkap dia dalam Blak-blakan detikcom di Gedung Bulog, Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Disebabkan oleh sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, sehingga negara di bawah rezim neoliberal tidak disetting untuk menjadi pengurus dan pelindung rakyat. Negara hanya berfungsi sebagai regulator. Sementara regulasi yang dibuat dipastikan hanya akan menguntungkan para kapitalis yang bersimbiosi mutualisme dengan para pemegang kekuasaan. Alhasil, peranan negara sebagai pelayan rakyat tidak akan tampak dalam negeri ini.
// Peran Islam Dalam Mengelola Kedaulatan Pangan //
Di dalam sistem Islam negara memiliki tugas untuk memfungsikan dirinya sebagai pengurus dan pelindung. Salah satunya diwujudkan dalam bentuk jaminan kesejahteraan bagi seluruh warga tanpa terkecuali, baik jaminan pemenuhan akan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, maupun jaminan pemenuhan kebutuhan komunal berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Islam telah memberikan contoh yang baik dalam masalah impor-mengimpor barang. Seperti yang dicontohkan oleh Umar bin khatab pada masa kekhalifahannya. Ia sangat mendorong para pedagang untuk mengimpor barang agar terpenuhi kebutuhan pasar umat Islam, sebaliknya sikapnya keras dalam menghadapi para penimbun barang yang buru-buru membeli barang-barang tersebut. Kemudian menimbunnya dari umat Islam dan mengeluarkan perintahnya melarang para penimbun barang untuk berjual beli di pasar umat Islam. Diantara perkataan umar dalam hal ini, ”Barangsiapa yang datang ke tanah kami dengan barang dagangan hendaklah dia menjualnya sebagaimana yang diinginkannya, dia adalah tamuku sampai dia keluar, dia adalah teladan kami, dan janganlah menjual di pasar kami seorang penimbun barang”. Umar juga berkata: “Tidak boleh ada penimbunan barang di pasar kami dan janganlah dipercaya orang-orang yang ditangannya ada kelebihan harta dari rizki Allah yang turun di tanah kami, maka menimbunnya dari kami, akan tetapi siapa saja yang mengimpor dengan hartanya pada musim dingin dan panas, maka dia adalah tamu Umar, maka silakan dia menjual sebagaimana Allah kehendaki, dan silakan menahan sebagaimana Allah kehendaki.”
Islam mencegah mangkraknya distribusi. Melarang adanya praktek penimbunan (ikhtikar) dan monopoli, larangan menimbun emas-perak dan mata uang, tidak dibenarkan adanya praktek penipuan dan mendistorsi harga pasar. Kemudian Islam pun memberikan aturan-aturan yang baku terkait perdagangan luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa Islam begitu memperhatikan urusan kesejahteraan masyarakat, terkhusus urusan kedaulatan pangan.
Sehingga tragedi ribuan ton karung beras tak layak konsumsi tidak akan ditemukan jika pemerintah memposisikan dirinya sebagai peri’ayah umat bukan melindungi kepentingan pebisnis dan mengesampingkan pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Wallahu’alam.[]