Oleh : Nina Marlina, S.Pd.
(Komunitas Pena Islam)
Muslimahtimes– Dilansir dari Kompas.com (11/11/2019), ratusan buruh yang tergabung dalam 5 serikat buruh di Kabupaten Sumedang, Jabar berunjuk rasa di Induk Pusat Pemerintahan (IPP) Sumedang. Dalam aksinya tersebut, 5 serikat buruh meminta Bupati mengeluarkan surat rekomendasi agar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menaikkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Sumedang pada tahun 2020. Tuntutan ini dilatarbelakangi karena gaji yang didapat sekarang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup para buruh. Akhirnya, Gubernur pun menaikkan UMSK di Jabar sebesar 8,51%. Lebih rendah dari tuntutan buruh yakni 18,05%. Sehingga UMSK yang ditetapkan pun adalah menjadi Rp. 3.139.275.
Kondisi para buruh saat ini memang jauh dari kata sejahtera. Pasalnya, upah mereka yang rendah tak sebanding dengan peran atau jasa yang telah diberikan. Upah pun relatif tetap, sementara harga-harga kebutuhan kian naik. Sehingga tak mampu memenuhi kebutuhan diri dan tanggungannya. Apalagi buruh perempuan yang upahnya rendah. Bahkan mereka pun terkadang kesulitan untuk mendapat cuti haid atau cuti hamil dan melahirkan.
Para buruh terus berjuang memeras keringatnya untuk para kapitalis demi menyambung hidup. Dengan jam kerja yang tidak manusiawi. Meski kesejahteraan yang diharapkan pun tak kunjung dirasakan. Gaji tiap bulan hanya bisa mencukupi makan. Sementara kebutuhan dasar lainnya seperti kesehatan, perumahan, dan pendidikan anak harus mencari uang tambahan. Saat ini setiap individu rakyat harus menanggung bebannya masing-masing. Negara berlepas tangan dalam pengurusan urusan rakyat.
Agar para buruh mendapatkan kesejahteraan tentu tak cukup dengan menaikkan UMSK saja. Sehingga kenaikan UMSK juga bukan solusi. Semestinya negara ikut berperan dalam ketenagakerjaan ini. Mengontrol agar para buruh mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Mencegah agar perusahaan dan pemilik modal tidak berbuat semena-mena. Mengabaikan hak-hak para buruh.
Agar kesejahteraan ini dapat terwujud, perusahaan harus menjalankan kewajibannya dengan baik. Perusahaan harus berusaha untuk menjaga keharmonisan dengan para pekerja. Diantaranya dengan memberikan upah yang layak kepada para buruhnya. Tidak memeras tenaganya secara berlebihan. Juga memberikan keamanan dan keselamatan di lingkungan kerja. Selain itu, negara harus memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perumahan yang layak untuk para buruh. Yang mana hal ini tentu akan memberikan keuntungan dan kebaikan yang sama bagi para pengusaha dan buruh. Meningkatkan produktivitas kerja, serta pertumbuhan ekonomi negara.
Dalam Islam, muamalah antara pembantu atau pekerja dengan majikan adalah ijarah (sewa jasa). Pekerja melakukan tugas sesuai dengan gaji yang telah disepakati. Beban tugas yang diberikan pun dibatasi waktu dan kuantitas tugas. Lebih dari batas itu, bukan kewajiban pembantu atau buruh. Islam memberikan penghargaan terhadap masyarakat pekerja. Seorang budak saja harus diperlakukan dengan baik. Apalagi pembantu atau pekerja yang statusnya bukan budak. Tentu ia harus dihargai.
Banyak hadis yang menjelaskan tentang hak-hak buruh atau pekerja. Di antaranya pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan para majikan untuk memberikan gaji pegawainya tepat waktu, tanpa dikurangi sedikit pun.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan al-Albani).
Kedua, Islam memberi peringatan keras kepada para majikan yang menzalimi pembantunya atau pegawainya. Dalam hadis qudsi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan, bahwa Allah berfirman: “Ada tiga orang, yang akan menjadi musuh-Ku pada hari kiamat: … orang yang mempekerjakan seorang buruh, si buruh memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya (yang sesuai).” (HR. Bukhari 2227 dan Ibn Majah 2442).
Ketiga, Islam memotivasi agar para majikan dan atasan bersikap tawadhu yang berwibawa dengan buruh dan pembantunya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bukan orang yang sombong, majikan yang makan bersama budaknya, mau mengendarai himar (kendaraan kelas bawah) di pasar, mau mengikat kambing dan memerah susunya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 568, Baihaqi dalam Syuabul Iman 7839 dan dihasankan al-Albani).
Sebagai panutan sejati, Rasulullah Saw pun patut untuk diteladani dalam memperlakukan pembantunya. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya terhadap pembantunya.
Anas bin Malik Ra adalah salah satu dari orang yang pernah menjadi pembantu Rasulullah Saw. Anas pun berkata : “… Demi Allah, aku telah melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 7 atau 9 tahun. Saya belum pernah sekalipun mendengar beliau berkomentar terhadap apa yang aku lakukan: “Mengapa kamu lakukan ini?”, tidak juga beliau mengkritik: “Mengapa kamu tidak lakukan ini?” (HR. Muslim 2310 dan Abu Daud 4773).
Dengan demikian Islam pun amat peduli terhadap kondisi para buruh. Mereka harus mendapatkan keadilan. Dipenuhi hak-haknya. Serta terjamin kebutuhannya. Semua itu dapat terwujud jika para pengusaha dan negara saling membantu. Memiliki ketakwaan yang tinggi. Bahwa amanah mereka akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Kezaliman sedikitpun akan dibalas oleh Allah SWT.