Oleh : Bunda Atiqoh
#MuslimahTimes — Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhuma, Nabi Saw bersabda,“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no.52 dan Muslim no. 1599).
Hadist tersebut adalah penggalan akhir dari sebuah hadist yang disampaikan oleh sahabat yang mulia, Abu Abdillah An-Nu’man ibnu Basyir radhiallahu’anhuma dari Rasul saw, yang awalnya berbicara tentang halal, haram dan mutasyabihat (syubhat, tidakjelas halal haramnya).
Rasul Saw yang mulia menyampaikan bahwa di dalam tubuh kita ada mudhghah,yaitu potongan daging yang ukurannya kecil, namun perannya besar. Dialah kalbu, dalam bahasa kita jantung. Dalam ungkapan sehari-hari disebut “hati” walau sebenarnya jantung.
Dalam istilah kedokteran, hati diartikan sebagai jantung, dimana jantung ini adalah organ dalam pada manusia yang sangat vital. Jantung berfungsi mengedarkan darah yang mengandung oksigen dan sari makanan keseluruh tubuh. Jika sistem peredaran darah tersebut berhenti, manusia akan mati. Jantung atau hati dalam bahasa sehari-hari (kalbu) adalah pengendali tubuh manusia. Hati diibaratkan raja, sedang anggota badan adalah prajuritnya. Prajurit tunduk apapun titah sang raja. Jika rajanya baik maka baik pula prajuritnya. Sebaliknya jika rajanya buruk, buruk pula prajuritnya.
Para ulama mengatakan bahwa walaupun hati kecil dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, namun baik dan jeleknya jasad tergantung pada hati (Syarh Muslim, 11 : 29). Hati adalah malikul a’dhoo (rajanya anggota badan), sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya) (jaami’ul ‘Ulum, 1:210).
Hati mengendalikan semua perbuatan manusia. Jika hatinya baik, maka baiklah seluruh perbuatannya. Bila hatinya buruk maka buruk pula semua perbuatannya. Indikator baik-buruknya perbuatan adalah kesesuaiannya dengan syara’. Sebagai seorang muslim menjadi kewajiban untuk mengikatkan semua perbuatannya dengan aturan Allah. Jika kita membiasakan mempertautkan hati dengan Allah kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi bagaimanapun maka apapun yang kita hadapi menjadi ringan dan hatipun menjadi tenang.
Sebagaimana termaktub dalamfirmanNya : “(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian daria pa yang telah Kami rezkikan kepada mereka (QS Al Hajj (22) ; 35).
Ada beberapa langkah untuk menjaga keterpautan hati dengan Allah, diantaranya :
- Membiasakan membaca alquran setiap hari akan melembutkan hati. Apalagi jika ada target dan ada komitmen untuk menyelesaikannya setiap hari maka tilawah akan menjadi kebiasaan. Mengawali aktifitas setiap hari dengan tilawah alquran akan mempermudah semua urusan dan membawa ketenangan hati. Tak bisa tilawah pun karena haid bisa mendengarkan murotal dimanapun dan kapanpun. Terkadang Allah menegur, mengingatkan, menghibur dari murotal yang kita dengar. Dengan demikian hati selalu terhubung dengan Allah.
- Melakukan puasa-puasa sunnah di luar bulan ramadan akan melatih diri untuk menahan hawa nafsu. Mengendalikan amarah. Menurunkan ego. Melunakkan hati. Dan melatih kesabaran.
- Salah satu qiyamul lail adalah sholat tahajjud yang merupakan kebiasaan orang-orang shalih. Sholat di sepertiga malam terakhir dan melantunkan doa-doa terbaik pada saat orang lain terlelap tidur adalah salah satu cara untuk melembutkan hati. Saat itu adalah waktu-waktu diijabahnya doa. Selain itu juga dianjurkan oleh Allah supaya kita ditempatkan di maqom yang terpuji.Sebagaimana firman Allah: “Dan pada sebahagian malam hari bersembah yang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadaht ambahan bagimu; mudah-mudahanTuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” (QS Al-isro’ (17) : 7).
- Banyak berdzikir,menyebabkan hati tenang. Sebagaimana dalam firmanNya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS ArRa’d (13) : 28).Termasuk dzikir adalah berdoa, memohon kepada Allah hidayah dan ketetapan hati supaya tidak condong pada kesesatan, doa ini termaktub dalam QS Al-Imron : 8, (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah MahaP emberi (karunia).”
- Berteman dengan orang-orang shalih.Berada di sekitar orang-orang shalih akan menyebabkan ketularan keshalihannya, sebagaimana dalam hadist berikut : Diriwayatkan dari Abu Musa radiyallahu’anhu, Nabi Saw bersabda, “seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli minyak wangi darinya atau minimal engkau mendapat wanginya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.”(HR. Bukhari, no 2101)
Jika kita selalu menjaga hati, merawatnya agar tak berkarat, membersihkan noda-noda yang singgah di hati niscaya hidup akan terasa nikmat. Apapun yang dihadapi, senang atau sedih, sehat atau sakit akan selalu bersyukur. Mengambil hikmah dari apapun yang dialami, selalu berprasangka baik kepada Allah, akan membuat hidup lebih bermakna. Dunia adalah ujian, dunia adalah ladang akhirat. Apa yang kita perbuat di dunia akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Hati yang selalu terpaut kepada Allah akan membentengi kita dari berbuat maksiat. Melindungi dari bujuk rayu syetan untuk lalai syariatNya. Memicu diri untuk meningkatkan ketaatan, karena hati adalah pengendali seluruh perbuatan manusia. Kita memang tidak bisa menghindar dari bujuk rayu syetan tapi bisa meminimalisir godaannya dengan selalu menjaga hati agar senantiasa terhubung dengan Rabbul Izzati, Allah swt.
Wallahua’lambisshawab