Oleh: Sri Wahyu Indawati, M.Pd
(Inspirator Smart Parents)
#MuslimahTimes — Jangan main-main dengan penyakit yang satu ini. Tak ada obat yang mampu mengobati. Hanya sebatas memperlambat mati. Melalui hari-hari, ajal terus menanti. HIV/AIDS terus mewabah di NKRI.
Pergaulan pria dan wanita semakin bebas. Nasihat ustadz tak lagi berbekas. Nafsu terus dipuaskan tanpa batas. Pola pikir dan sikap islami terus ditebas. Inilah pemikian yang terpapar ide liberalis. Yang ingin agamis islami dituduh radikalis.
Di Indonesia, secara nasional pengidap HIV dilaporkan berjumlah 349.882 jiwa dan AIDS sebanyak 117.064 jiwa. Jumlah kasus penyandang HIV tertinggi berada DKI Jakarta (62.108) dan AIDS terbanyak adalah Papua (22.554). (detik.com, (28/11/2019).
Wah, berarti dari data tersebut, masuk juga ya Provinsi Kalbar. Nah, bagaimana untuk Kalbar sendiri?
Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar mengungkapkan secara komulatif kasus HIV/AIDS di provinsi ini. Mereka mencatat ada sebanyak 7.551 pengidap positif HIV dan 4.541 pengidap AIDS.
Rata-rata yang terampak di usia produktif, yakni:
Usia 25 – 49 tahun = 52.11 %
Usia 15 – 24 tahun = 38.35 %
Usia 5 – 14 tahun = 3.66 %
Usia diatas 50 tahun = 4.49 %
Usia dibawah 4 tahun = 1.28 %
ANGKA tersebut diungkapkan Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalbar, Hari Agung Tjahyadi. “Angka tersebut merupakan yang tersebar di berbagai daerah di Provinsi Kalbar. Dengan catatan tak ada satu pun kabupaten/kota di Kalbar terbebas dari ancaman HIV/AIDS,” ungkapnya. (Pontianakpost. co. id, 24/11/2019)
Penularan HIV/AIDS bisa dari seks bebas, ada anggota keluarga yang jajan, dan penggunaan jarum suntik bekas pada pecandu NARKOBA. Inilah wujud perbuatan dari pemikiran liberal. Bahkan pemikiran sekuler telah mencampakkan Islam dari kehidupan sehingga Islam tidak dijadikan pengatur manusia. Dua hal ini -liberalisme dan sekulerisme- yang merupakan akar masalahnya. Hal ini lahir dari sistem kapitalisme, menjadi bahaya nyata dan sebab semakin banyaknya pengidap HIV/AIDS.
Pemerintah pun telah berupaya mengatasi penyebaran HIV/AIDS. Mereka melakukan penyuluhan, pendampingan, hingga sosialisasi alat kondom. Yang sudah positif HIV/AIDS hanya mampu dipantau dan diberi obat.
Seandainya saja kita mau berpikir, bukankah kondom tidak menghentikan perzinaan, malah melariskan produk si pengusaha kondom. Di sistem kapitalisme ini, obat bagi penderita HIV/AIDS pun tidak murah, bukankah ini sengaja agar produk obat si pengusaha obat juga laku terjual. Sungguh hal yang mustahil jika mencegah dan memberantas HIV/AIDS dari permukaan saja tanpa melihat akar masalah sebenarnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31)
Artinya: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. (QS. Asy-Syura: 30-31)
Islam menawarkan solusi untuk mengatasi bahaya HIV/AIDS. Tentu harus dilakukan secara sistemik melalui institusi negara, sebagai berikut:
1. Negara mewajibkan bagi setiap warga negaranya untuk memelihara kehormatan dengan menikah. Artinya pernikahan dipermudah. Bagi yang belum mampu menikah maka berpuasa sunah. Negara menerapkan sistem pergaulan Islam seperti menundukkan pandangan, pelarangan pacaran, pemisahan pria dan wanita, menutup aurat, dsb.
2. Negara melakukan pencegahan dengan menerapkan hukum Islam bagi pezina dan pelaku NARKOBA. Zina dengan rajam bagi yang sudah menikah dan cambuk serta diasingkan selama 1 tahun bagi yang belum menikah. NARKOBA dengan ta’zir yang kadar hukumannya diputuskan oleh Khalifah hingga hukuman mati. Negara pun memberantas sarana pengundang maksiat seperti lokalisasi, night club, diskotik, dan sejenisnya.
3. Negara memberikan pengobatan dengan karantina total bagi pengidap HIV/AIDS serta memberikan pengobatan gratis, berkualitas dan manusiawi.
4. Negara memberikan kesempatan rehabilitasi untuk memperbaiki kondisi psikologis dan keimanan orang yang mengidap HIV/AIDS. Jika tertular karena ia bermaksiat, maka diminta bertaubat, taat syari’at dan berharap husnul khatimah. Jika menjadi korban, maka bersabar dengan ujian tersebut dan menganggap ujian ini sebagai pelebur dosa.
Hal ini hanya dapat terealisasi oleh negara dan pemimpinnya yang ikhlas menerapkan syari’at Islam secara total (kaffah). Negara tersebut adalah Khilafah ‘ala minhajin nubuwah (Khilafah sesuai metode kenabia). Pemimpinnya disebut Khalifah. Khilafah merupakan janji Allah SWT yang pasti terwujud dan perlu kita perjuangkan karena manusia butuh Islam untuk mendapatkan rahmat serta keselamatan dari Allah SWT.
Nah, apa saja yang harus dilakukan para orangtua saat ini untuk menjauhkan generasi dari bahaya HIV/AIDS, sementara negara yang menerapkan Islam kaffah belum ada? Hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Belajar Islam secara intensif.
2. Mendidik anak berbasis akidah Islam.
3. Kontrol aktivitas dan pergaulan anak.
4. Dakwahkan Islam kaffah pada masyarakat dan negara.
5. Dukung dan perjuangkan penerapan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah ‘ala minhajin nubuwah.
Wallahu’alam[]