Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Revowriter Sidoarjo
MuslimahTimes– Hari ini 22 Desember tepat negara Indonesia merayakan hari ibu. Di berbagai media online, feed IG, beranda FB , status WA hingga SMS yang sudah banyak ditinggalkan penggemar pun ramai mengucapkan selamat hari ibu.
Ya , ibu adalah sosok yang tak asing bagi kita. Setiap kita terlahir dari seorang ibu yang tentu penuh kasih sayang merawat dan membesarkan kita, betapapun rupa dan nakalnya kelakuan kita. Hingga ada pendapat orang bijak yang berseliweran, andai dapat menggantikan doa seseorang maka tak akan ada anak yang sanggup mengganti doa ibunya, sebab ibu senantiasa menginginkan anaknya hidup sementara anak seringkali menginginkan ibunya mati. Astaghfirullah..
Hari ini bisa jadi kita masih bisa bersanding dengan ibu. Melihat beliau tersenyum dan hangat berbincang dengan kita. Namun bagaimana Khabar ibunda anak-anak di Uighur hari ini? sungguh hati terasa perih, setiap melihat dan membaca berita Uighur. Perihnya ini terlalu kentara terlebih karena penguasa negeri yang konon pecinta kedamaian tak bergeming. Demikian pula dengan PBB dan organisasi Muslim dunia, tak bergetar hati mendengar jerit lirih para ibu dan perempuan di sana yang meminta segera terlepas bebannya.
Pihak pemerintah China berkali-kali menegaskan tidak ada penyiksaan yang terjadi pada komunitas Uighur, namun justru penolakannya telah menginspirasikan seorang mangaka asal Jepang, bernama Tomomi Shimizu (50) menuliskan manga berdasarkan kisah seorang wanita Uighur yang sempat ditahan oleh pemerintah China. Kejadian berlangsung selama tiga kali di antara 2015 dan 2017 ( Liputan6.com, 27/11/2019).
Dilaporkan Kyodo News, manga itu berjudul “What has happened to me” (Apa yang telah terjadi pada saya) bercerita bagaimana wanita Uighur ditangkap usai melahirkan anak kembar tiga di Mesir. Ia ditangkap ketika baru kembali ke China bersama bayi kembarnya.
Wanita itu mengaku kondisi penahanannya membuatnya kesulitan tidur. Ia bahkan diikat di kursi dan disetrum oleh petugas. Malangnya lagi, salah satu anak kembarnya meninggal dunia ketika berada dalam pengurusan otoritas China. Sejak muncul di Twitter, manga itu sudah mendapatkan 2,5 juta views dan 86 ribu retweet serta diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Tak hanya itu, seorang perempuan etnis Muslim Uighur, Mihirigul Tursun (29), membeberkan perlakuan Pemerintah China terhadap mereka, ia mengaku kerap menjadi korban penyiksaan dan pernah berpikir untuk minta dibunuh saat berada di kamp detensi yang khusus dibuat untuk menahan warga Uighur.
Dirinya diperiksa selama empat hari tanpa tidur. Rambutnya pun dicukur hingga gundul. Tak hanya itu, berulang kali badannya disetrum. Usai menerima berbagai macam siksaan hingga dipaksa ikut pemeriksaan medis yang aneh dan tanpa tujuan jelas. Ia sudah tiga kali ditangkap dan dibawa ke detensi. Semakin sering ditangkap, semakin sadis pula penyiksaan yang diterima, ujarnya seperti dikutip AP dalam forum National Press Club di Washington DC, AS (kumparan.com,29/11/2019).
Sebegitu bencinya pemerintah Cina terhadap kaum Muslim. Padahal Uighur adalah penduduk asli. Dan jika alasannya untuk memberantas ekstrimis, mengapa harus Islam yang disasar? sungguh susahlah dilupakan apa yang tercatat dengan gagah dalam kitab al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibn Al-Athir. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tahun 223 Hijriyyah, yang disebut dengan Penaklukan kota Ammuriah. Al-Mu’tasim Billah menyahut seruan seorang budak muslimah yang konon berasal dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar. Ia meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.
Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah dengan lafadz yang legendaris yang terus terngiang dalam telinga seorang muslim: “waa Mu’tashimaah!”. Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki).
Catatan sejarah menyatakan di bulan April, 833 Masehi, kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan Khalifah al-Mu’tasim pada tanggal 13 Agustus 833 Masehi. Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada Muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.
Setelah menduduki kota tersebut, khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan dimana rumah wanita tersebut, saat berjumpa dengannya ia mengucapkan “Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?”. Dan sang budak wanita inipun dimerdekakan oleh khalifah serta orang romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi wanita tersebut. Kini, jangankan satu wanita, ribuan derita wanita Uihgur tak bisa segera diakhiri. Demikian pula wanita di Palestina, Rohigya, Irak dan Suriah. Tangis mereka mungkin sudah kering seiring darah yang terkucur dari suami, orangtua, anak bahkan tubuh mereka sendiri.
Setiap muslim adalah saudara, mereka bagaikan satu tubuh. Satu anggota tubuh sakit maka yang lain akan merasakan pedihnya. Dan kepeduliaan itu tak akan mampu diwujudkan selama penguasa Muslim masih berpegang teguh pada aturan main kafir laknatullah. Islam mesti diterapkan kaffah sebagaimana yang Allah perintahkan agar hidup berkah. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Kalau sekiranya al-Qur`ân itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. [an-Nisâ’/4:82].
Maka jelaslah, tak ada keseimbangan jika aturan itu berasal dari lemahnya akal manusia. Wanita hanya mulia jika ia berada pada perlindungan sang Khalifah sang pengurus umat. Wallahu a’ lam biashowab.