Oleh : Ifa Mufida
( Pemerhati Kebijakan Publik)
Muslimahtimes– Tahun baru pasti ada harapan baru. Harapan merupakan suatu keniscayaan yang pasti ada bagi setiap manusia. Begitu juga yang diimpikan oleh rakyat yang hidup di suatu bangsa. Ada sebuah harapan hidup lebih sejahtera. Lapangan pekerjaan untuk semua masyarakat juga semakin mudah. Jaminan kesehatan dan pendidikan bisa diakses dengan murah. Yang Jelas, semua berharap bahwa hari ini haruslah lebih baik dari kemarin.
Namun, fakta yang ada ternyata jauh dari harapan. Bagaimana tidak, segala harapan baru berupa kesejahteraan masyarakat nampaknya masih sekedar ilusi, lagi-lagi harus tertahan. Tersebab ada banyak kebutuhan hidup yang harus naik harganya di awal tahun. Yang sudah ramai sejak beberapa waktu yang lalu adalah kenaikan iuran BPJS. Meski menuai kritik dari masyarakat, tak sedikitpun membuat pemerintah bergeming. Seolah kenaikan BPJS adalah satu-satunya jalan untuk menutup defisit yang dialami BPJS ini.
Kemudian tarif jalan tol dipastikan hampir semua naik. Hal itu didasarkan oleh Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Maka evaluasi dan penyesuaian tarif dilakukan tiap 2 tahunan menyesuaikan inflasi kota. Beberap tarif sejumlah ruas tol yang akan mengalami kenaikan, misalnya tol Cikopo-Palimanan, tol Dalam Kota Jakarta, Belawan-Medan-Tanjung Morawa, Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, dan Surabaya-Gempol.
Selain itu, kenaikan beberapa biaya transportasi juga bakalan naik, misal kenaikan tarif DAMRI di daerah Jakarta. Berikut juga kenaikan tarif parkir. Kemudian subsidi listrik 900 Watt juga akan ditarik, padahal instalasi ini banyak yang digunakan oleh masyarakat. Dengan demikian, maka rumah tangga dipastikan harus mengeluarkan kocek berlebih untuk mendapatkan layanan listrik.
Air pun kabarnya juga akan dikomersilkan. Kita ketahui, beberapa waktu lalu berita tentang PDAM merugi tengah menjadi sorotan. Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia bahwa Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menyoroti rendahnya tarif air bersih yang diterapkan perusahaan air minum di daerah sehingga perusahaan mengalami kerugian. Maka untuk menghindarkan kerugian tersebut nampaknya rakyat yang harus bertanggung jawab dengan membayar tarif yang lebih besar.
Di tengah kenaikan berbagai macam tarif tersebut, di sisi lain justru rakyat dihadapkan betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan. Menjelang tahun baru 2020, kebijakan seputar nasib dan hidup buruh sedang digodok pemerintah. Mulai dari rencana upah per jam, sampai terbukanya keran pekerja asing. Buruh harus lebih bersiap dalam menghadapi persaingan antar pekerja. Pasalnya, pemerintah akan mempermudah perizinan TKA (tenaga kerja asing) untuk masuk ke dalam negeri. Regulasinya melalui RUU Omnibus Law soal Cipta Lapangan Kerja.
//Kado Pahit Akibat Penerapan Sistem Neoliberal//
Demikianlah fakta akibat bercokolnya rezim kapitalis-neo liberal, makin banyak kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Adanya tata kelola yang liberal maka pemenuhan hajat hidup rakyat bukan lagi kebutuhan yang harusnya dijamin negara. Pengaturan sistem ini juga menghalangi pemanfaatan kekayaan negeri untuk kemaslahatan rakyat. Negara yang harusnya memastikan kebutuhan primer bisa didapatkan oleh setiap warga negara justru hanya mengambil peran sebagai regulator saja. Bahkan rakyat harus mau menjadi buruh di negari yang sejatinya kaya raya ini.
Akibat rezim neoliberal yang tunduk kepada kapitalis asing, negeri ini terus berupaya mengundang masuknya investasi asing. Caranya dengan menerapkan kebijakan deregulasi, pemberian insentif, pemberlakuan zona bebas perdagangan, dan pengurangan pajak bagi perusahaan multi-nasional. Efek kebijakan tersebut adalah merosotnya pendapatan negara. Sedang langkah untuk menutupi kerugian ini adalah dengan menaikkan pajak untuk sektor usaha di dalam negeri atau penciptaan berbagai jenis pajak untuk rakyat.
Selanjutnya privatisasi besar-besaran terhadap perusahaan negara. Privatisasi mendorong pengalihan kekayaan negara kepada para pemodal swasta. Selain itu, privatisasi perusahaan negara memaksa rakyat membayar mahal hasil produksi atau jasa yang dijual oleh perusahaan yang sudah diprivatisasi tersebut.
Layanan publik juga diserahkan pada mekanisme pasar: kesehatan, pendidikan, air minum, penyediaan rumah, dan lain sebagainya. Akibatnya, layanan dasar tersebut menjadi “barang mewah” di mata rakyat. Pada gilirannya, penyediaan layanan dasar menciptakan pengecualian, diskriminasi, dan segmentasi. Dampak kebijakan ini mengarah pada merosotnya kualitas hidup rakyat.
Namun nampaknya kondisi rakyat bukanlah prioritas utama yang dipikirkan pemerintah. Maka, sampai kapan pun rakyat akan terus menerima kado pahit rezim neolib jika sistem yang diterapkan di negara ini tidak berubah. Rakyat akan terus menjadi korban kekejaman rezim ini. Terlebih rezim ini sudah bertahta di atas oligarki. Nyata, hanya segelintir elit saja yang menguasai kekayaan negeri.
//Islam Sistem Khas//
Berkebalikan kondisinya dengan penguasa pada sistem Islam. Pemimpin dalam Islam atau khalifah akan selalu berorientasi menjamin terpenuhi kebutuhan dasar rakyat per individu. Kesejahteraan di dalam Islam tidak didasarkan pada rata-rata semata. Namun khalifah akan memastikan kebutuhan tersebut memang terpenuhi secara merata orang per orang.
Negara juga menjamin bahwa kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh swasta baik dari dalam negeri terlebih oleh koorporasi asing. Kepemilikan umum dalam Islam dibagi menjadi 3 macam yakni fasilitas umum, barang tambang yang tidak terbatas, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Yang termasuk fasilitas umum adalah sebagai mana di dalam hadist Rasulullah Saw, “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang, dan api” (HR. Abu Dawud).
Maka haram negara mengkomersilkan ketiganya termasuk dalam rangka mencegah kerugian negara.
Sumber daya alam yang tidak terbatas ini misalnya tambang emas di Papua yang sampai detik ini dikuasai oleh Freeport, tambang gas alam, minyak bumi, batu bara maka harus dikelola negara untuk dikembalikan kepada rakyat. Tidak boleh justru pengelolaannya diberikan kepada swasta, baik dalam negeri ataupun luar negeri. Sebagaimana tata kelola pada rezim neolib ada saat ini. Sedang harta publik yang memang sifat pembentukannya menghalangi dimiliki individu antara lain jalan, jembatan, fasilitas sekolah dan rumah sakit negara. Maka seharusnya hal tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara cuma-cuma.
Sedang Penentuan upah buruh dalam Islam memang bukan dengan pematokan standar minimum sebagaimana mekanisme UMR saat ini. Namun kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan karena negara atau khilafah bertanggung jawab menjamin layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara berkualitas dan gratis. Begitu pula pemenuhan hajat air, listrik dan bbm, jalan dan transportasi tidak akan dikapitalisasi seperti saat ini.
Harusnya umat segera tersadarkan dan menatap kepada kebangkitan negeri. Keberkahan dan kesejahteraan hanya akan bisa didapatkan jika penduduk negeri ini beriman kepada Ilahi dan menerapkan aturan Allah SWT secara totalitas sebagai bentuk ketakwaan. Hanya sistem Islam satu-satunya jalan yang akan menghapus segala kesengsaraan masyarakat dan menggantinya dengan kado manis kesejahteraan umat. Wallahu A’lam bi showab.