Oleh: Arin RM, S. Si
#MuslimahTimes — Penyimpangan seksual dengan segala derivatnya merupakan buah dari diadopsinya konsep liberal dalam mengatur kehidupan. Arus liberalisme yang terus dipropagandakan secara sistematis berhasil mengubah pandangan hidup manusia. Dari yang harusnya taat pada norma dan etika menjadi liar, bebas suka-suka saya asalkan bahagia. Didampingi dengan sekularisme yang menjauhkan agama dari ruang norma dan etika, semakin lepaslah kontrol bagi perilaku manusia.
Akibatnya demi mengejar kebahagiaan personal yang bebas, siapapun bisa menjadi abnormal bahkan meski harus menelan korban sekalipun. Terbaru adalah kasus pemerkosaan berantai akibat penyimpangan seksual. Sebagaimana dilansir dari bbc.com (06/12/2020), Reynhard Sinaga, seorang pria asal Indonesia, dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris dalam 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria, selama rentang waktu dua setengah tahun dari 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.
Hakim SuzanneGoddard dalam putusannya pada Senin (06/01) menggambarkan Reynhard sebagai “predator seksual setan” yang “tidak akan pernah aman untuk dibebaskan.”
Hakim memutuskan Reynhard harus menjalani minimal 30 tahun masa hukumannya sebelum boleh mengajukan pengampunan. Reynhard Sinaga disebutkan melakukan tindak perkosaan ini di apartemennya di pusat kota Manchester, ia dengan berbagai cara mengajak korban ke tempat tinggalnya dan membius mereka dengan obat yang dicampur minuman beralkohol. Sejumlah korban diperkosa berkali-kali oleh Reynhard dan difilmkan dengan menggunakan dua telepon selulernya, satu untuk jarak dekat dan satu dari jarak jauh.[1]
Apa yang terjadi adalah fenomena gunung es. Kerusakan yang sebenarnya sebagai dampak penyimpangan seksual ini bisa jadi sangat banyak. Bahkan hakim pun mengakui bahwa “tidak akan pernah aman untuk dibebaskan”. Namun di satu sisi, Barat tetap memberikan legalitas atas keberanian komunitas seperti ini. Bahkan mereka mendapatkan pengakuan dan hak eksistensi yang disamakan dengan manusia berorientasi seksual normal lainnya. Paradoks yang seharusnya dienyahkan, sebab Barat sendiri juga tidak menyukai dampak negatif dari apa yang ditetapkanya sendiri.
Pandangan Barat terhadap penyimpangan seksual sangat berbeda dengan konsep Islam. Sebagai agama yang paripurna, Islam menjadikan aturan Allah sebagai satu-satunya tolak ukur perbuatan. Dalam kaitannya dengan naluri biologis, Islam sama sekali tak mengekang nya, namun juga tidak membiarkannya disalurkan bebas tanpa kendali. Ada konsep pernikahan yang menjadi ruang halal bagi pemenuhan naluri biologis.
Sedangkan untuk rangsangan ke arah biologis, semuanya dikelola agar tak merusak melalui pengendalian media rangsangan dan juga sistem pergaulan Islam. Dalam sistem itu, semua rangsangan tayangan atau apa saja yang bisa mempromosikan penyimpangan di atas, baik dalam bentuk festival film, kontes dll tidak diberi ruang. Karena semuanya ini bisa mempromosikan dan menyuburkan penyimpangan yang diharamkan Islam.
Namun interaksi muamalah pria dan wanita diperbolehkan, dengan diarahkan dengan sejumlah ketentuan sebatas hajat yang sesuai syariat. Selama berinteraksi ditetapkan agar: menundukkan pandangan, menutup aurat dengan benar, tidak sendirian bagi wanita bepergian sehari semalam, tidak berkhalwat, tidak ikhtilat, tidak keluar tanpa izin suami bagi yang sudah menikah, dan yang terkait.
Semua aturan ada dalam rangka memuliakan manusia agar tak terjebak pada kemaksiatan yang terpicu dari interaksi lawan jenis. Sedangkan terkait bahaya perbuatan gay berupa praktik sodomi (liwath) sebenarnya telah jauh-jauh hari diperingatkan oleh Rasulullah: “Sesungguhnya yang paling dikhawatirkan dari apa-apa yang aku khawatirkan atas umatku adalah perbuatan Kaum Luth.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, al-Hakim)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah bersabda: “Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad, IbnHibban). Kekhawatiran Nabi, sudah cukup menunjukkan bahwa hal tersebut adalah hal yang tercela, mengandung ancaman yang berbahaya, karena tidaklah Nabi mengkhawatirkan sesuatu, kecuali ia merupakan hal yang sangat berbahaya bagi umatnya.
Perbuatan kaum Luth yang dimaksud hadits ini pun jelas, maksudnya adalah perbuatan homoseksual, laki-laki ’mendatangi’ laki-laki lainnya dari duburnya. Perbuatan ini dinisbatkan sebagai perbuatan kaum Luth, karena kaum inilah yang pertama kali mempraktikkan perbuatan keji tersebut, yang berakhir dengan kebinasaan.
Sehingga semakin jelaslah bahwa dipaksakannya sekularisme liberal dalam aturan terkait pemenuhan naluri manusia berujung pada kerusakan. Hubungan biologis yang selama ini diciptakan Allah sebagai wasilah melestarikan keturunan justru ditebas dengan keliaran penyaluran hasrat yang dilindungi tameng hakim asasi. Bukannya menghasilkan kebahagiaan, tapi malah mengundang persoalan.
Inilah mengapa manusia yang serba lemah harusnya sadar. Bahwa hanya Allah satu-satunya pembuat aturan yang cocok bagi manusia, makhluk-Nya yang sejatinya serba lemah dan terbatas. Kemudian meningkatkan kesadaran ini dengan ketundukkan menjalani segenap aturanNya dalam setiap ranah kehidupan.