Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes– Saat ini sedang marak pemenjaraan. Pemenjaraan fisik atas sebuah tindak kejahatan adalah hal yang wajar. Namun bagaimana dengan pemenjaraan terhadap wacana atas tindakan yang bukan kejahatan? Sungguh tak wajar dan tak masuk akal bukan?
Ya, seperti apa yang dialami oleh seorang sahabat saya belakangan hari kemarin. Ia yang terkenal getol mendakwahkan Islam kaffah, termasuk Khilafah, terpaksa harus dihadapkan pada dua pilihan: berhenti mendakwahkan Khilafah atau pindah ke rumah kontrakan yang lain, oleh si pemilik kontrakan. Tentu saja, jiwa seorang pejuang tak akan pernah redup oleh ancaman. Ia akan tetap menyala bersama panasnya bara keimanan. Bahkan ketika kesulitan hidup terbentang di depan matanya sebagai resiko atas dakwahnya, ia akan tetap teguh berdiri dalam perjuangan. Sebab ia yakin bahwa ada Allah sebaik-baiknya penolong.
Benar saja, sahabat saya itu memilih angkat kaki dari rumah kontrakan yang sudah belasan tahun dia tinggali bersama keluarganya. Saya masih ingat bagaimana susah payahnya dia mencari kontrakan lain yang harganya sesuai budget dalam waktu teramat singkat. “Namanya perjuangan pasti meminta pengorbanan, nikmati saja.” ujarnya.
Sungguh saya kagum pada keteguhannya. Baginya tidak ada yang harga mati kecuali Islam saja. Dan tak ada yang didamba kecuali rida Allah semata. Masyallah…
Sungguh ada banyak hikmah yang dapat saya petik dari kisahnya. Tentang sebuah keteguhan dalam mengemban ajaran Islam yang agung meski penghadangan begitu deras menghantam jalannya. Pun semakin jelas, bahwa rezim hari ini telah berhasil menancapkan propaganda anti radikalisme ke tengah-tengah masyarakat hingga ke tingkat bawah. Mereka berhasil memonsterisasi Khilafah sebagai sebuah ajaran sesat dan mengkriminalisasi pengusungnya.
Bukankah yang mereka suarakan sekadar wacana? Bukan aksi pengrusakan apalagi teror yang mengancam negara. Namanya wacana, dengarkan saja. Jika tak setuju tinggal abaikan. Bukankah banyak juga yang mengatakan bahwa para pejuang Khilafah adalah para pemimpi? Lantas mengapa harus takut jika yakin mereka hanya sedang bermimpi.
Saya semakin yakin bahwa pemenjaraan terhadap wacana bukan tanpa dasar. Hakikatnya mereka meyakini bahwa Khilafah akan kembali tegak memimpin dunia. Sebagaimana yang pernah diprediksi oleh Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Intelligent Council/NIC) pada Desember 2004 merilis laporan dalam bentuk dokumen yang berjudul Mapping The Global Future.
“A New Caliphate provides an example of how a global movement fueled by radical religious identity politics could constitute a challenge to Western norms and values as the foundation of the global system.” (Maping The Global Future: Report of the National Intelligence Council’s 2020 Project).
Ya, mereka memprediksi akan munculnya kekhilafahan yang akan menjadi kekuatan global.
Benarlah bahwa Khilafah adalah janji Allah. Kabar gembira dari Rasulullah Saw. Tegaknya untuk yang kedua kalinya kelak adalah sebuah kepastian. Dan bagi seorang Muslim wajib berkontribusi dalam barisan pejuangnya. Karena hal tersebut merupakan sebuah kemuliaan. Hakikatnya khilafah merupakan mahkota kewajiban, tanpa khilafah syariat Islam tak dapat diterapkan secara sempurna. Maka, wajib menyibukkan diri dalam penegakannya.
Rasulullah Saw bersabda:
“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” [HR Muslim].
Sungguh, upaya pemenjaraan terhadap wacana seharusnya tak perlu ada. Karena hakikatnya setiap Muslim memikili kewajiban untuk berdakwah menyampaikan ajaran Islam secara kaffah. Tanpa pilah-pilih. Sebab sejatinya semua yang datang dari Allah dan RasulNya adalah baik bagi manusia. Maka, hanya dengan menjadikan syariat Islam sebagai satunya timbangan dalam beramal sajalah, maka hawa nafsu kita dapat ditundukkan. Wallahu’alam.