Oleh: Adiew Er
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Muslimahtimes– Sejak awal muncul wacana pemindahan ibukota baru, sudah banyak berkembang pendapat negatif dari masyarakat. Tak ada makan siang gratis. Istilah ini yang dipandang sesuai untuk menggambarkan akan rencana dipindahnya Ibukota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Pandangan negatif tersebut semakin tampak kebenarannya setelah ada pernyataan dari Presiden Jokowi yang dilansir dalam laman Tempo.co (16/1/2020). Presiden Joko Widodo menjelaskan alasannya menempatkan tiga tokoh asing sebagai dewan pengarah pembangunan ibu kota baru. Tiga orang tersebut adalah Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed, CEO SoftBank Masayoshi Son, dan eks perdana menteri Inggris Tony Blair.
“Beliau-beliau ini memiliki pengalaman yang baik di bidang pembangunan kota, punya pengalaman,” katanya usai membuka Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di The Ritz Carlton Pacific Place Sudirman, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2020.
Ditempatkannya tiga tokoh asing dalam proyek pembangunan ibukota baru, semakin menimbulkan pandangan negatif dan kekhawatiran akan bahaya yang akan mengancam negeri ini. Mulai dari pengambilan keuntungan yang jelas dilakukan oleh mereka. Juga akan adanya
intervensi asing terhadap pengambilan kebijakan-kebijakan negara, bahkan penjajahan politik yang akan membahayakan kedaulatan negara.
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa dasar. Khawatir akan ada musuh dalam selimut! Bagaimana tidak? Tokoh asing tersebut berada dalam posisi yang sangat penting. Sebagai pemasok bahan, konsultan, pimpinan proyek hingga pelaksana proyek. Dengan menempati posisi strategis tersebut, akan dengan mudah bagi mereka untuk mengetahui urusan dan tata kota negara ini.
Ibarat desainer interior sebuah rumah makan. Dia akan mengetahui letak ruangan-ruangan di tempat itu. Letak dapur, toilet, bahkan ruang kerja pemilik rumah makan. Apalagi ini urusan negara. Tata kota di ibu kota akan lebih mudah diketahui oleh asing, termasuk letak geografis yang menunjang pertahanan sebuah negara. Dan hal ini, jelas sangat membahayakan urusan negara.
Jangan sampai pemerintah justru dirugikan, karena pemerintah sebagai representasi rakyat. Jika Pemerintah sebagai public regulator dirugikan, tentu kerugiannya akan dirasakan juga oleh rakyat. Jangan sampai regulasi itu hanya menguntungkan pihak swasta baik dalam maupun luar negeri karena proporsi perannya sangat terbuka.
Seharusnya, pemerintah mulai melepaskan diri dari ketergantungan pada negara asing. Mulai memupuk kepercayaan diri untuk berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) dengan memanfaatkan dan mengelola kekayaan alam yang melimpah, memanfaatkan letak negara yang strategis dan jumlah penduduk yang mayoritas Muslim untuk dapat membangun negara kuat. Negara tangguh yang tidak mengekor negara lain, apalagi negara asing yang jelas hanya ingin menguasai kekayaan alam negara ini.
Semua itu hanya bisa dilakukan, jika negara menerapkan aturan Islam. Karena dalam Islam, semua kebijakan akan diambil atas landasan iman. Bukan atas dasar manfaat dan keuntungan semata seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini.
Islam juga mengatur hubungan dengan negara-negara kafir. Jika negara tersebut Harbi Fi’lan yakni negara yang terlibat secara aktif memerangi umat Islam, maka tidak boleh ada hubungan diplomatik maupun ekonomi dengan negara-negara tersebut.
Namun jika negara kafir tersebut tidak memerangi umat Islam, maka diijinkan membuat perjanjian, sambil mengamati skenario politik internasional. Negara Islam berhak menerima atau menolak perjanjian demi mewujudkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Disamping itu, perjanjian diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara kafir yang tidak memerangi Islam, tetap harus dilakukan sesuai syariat Islam yang tidak merugikan kemaslahatan rakyat.
Allah SWT berfirman:
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai.” (QS. An-Nur 24: Ayat 55).
Dengan menerapkan sistem Islam, negara akan bermartabat tinggi, disegani dan kokoh berdikari. Karena akan mendapat rahmat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. In syaa Allah!