Oleh: Ifa Mufida
(Pemerhati Sosial Politik)
Muslimahtimes– Pertumbuhan ekonomi RI setahun yang lalu bisa dikatakan sangat mengecewakan, karena masih jauh dari harapan. Sebagaimana dilansir CBNC Indonesia, tahun 2019 pemerintah menargetkan angka pertumbuhan ekonomi setahun penuh di rentang 5,1% – 5,3%. Sementara capaiannya hanya 5,02%.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi menyatakan agar rakyat Indonesia mensyukurinya dan tidak kufur nikmat (www.finance.detik.com, 6/2/2020). Jika kita mencermati pernyataan beliau, maka kita dituntut untuk senantiasa memberikan apresiasi apapun hasil dari kinerja pemerintah. Sekaligus juga melarang yang namanya muhasabah.
Padahal muhasabah wajib dilakukan oleh siapapun. Baik secara individu, masyarakat, ataupun pemerintah. Dengan muhasabah, manusia akan bisa menemukan kekurangan dan kesalahannya selama ini, sehingga bisa melakukan yang jauh lebih baik lagi. Terlebih dalam sebuah pemerintahan, Islam justru sangat menganjurkan agar masyarakat melakukan muhasabah terhadap penguasa.
Jika kita mengetahui bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya raya. Sepanjang bentang pulau-pulau nya, di sana banyak sekali ditemukan mineral-mineral dan bahan tambang yang memiliki nilai yang mahal. Negeri ini punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia yang sekarang dikelola oleh PT. Freeport. Negeri ini juga punya cadangan gas alam terbesar di dunia tepatnya di Blok Natuna.
Negeri ini juga punya hutan tropis terbesar di dunia. Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah terlengkap di dunia. Selain itu, memiliki lautan terluas di dunia sehingga memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. Selain itu, negeri ini memiliki tanah yang sangat subur, karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif. Terakhir, negeri ini juga punya pemandangan yang sangat eksotis dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya.
Maka, bagaimana mungkin negeri yang kaya ini justru jauh dari kesejahteraan? Bahkan, ADB menyebut ada 22 juta warga Indonesia masih mengalami kelaparan kronis (news.detik.com). Masih terdapat 88 daerah (sekitar 7 juta jiwa) yang mengalami rawan pangan karena rendahnya akses terhadap pangan (republika.co.id). Di sisi lain pengangguran merajalela, sedang pemerintah justru menerima tenaga kerja asing (TKA). Sedang sumber daya alam justru dikuasai oleh swasta, tak memberi manfaat sedikitpun untuk rakyat. Pendidikan dan kesehatan pun harus dikomersilkan. Semua ini adalah akibat Indonesia menetapkan sistem neo-liberal. Sistem ini jelas bukanlah aturan yang berasal dari Allah SWT.
Bukankah ketika kita tidak mengambil hukum Allah SWT untuk mengelola alam sebagai perbuatan kufur nikmat? Karena Indonesia saat ini justru ingkar terhadap aturan Allah SWT dan lebih memilih menggunakan hukum buatan manusia? Allah telah menjelaskan sifat kebanyakan manusia yang zalim dan mengkufuri nikmat di dalam Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT berikut.
“Tidakkah kau perhatikan akan orang-orang yang mengganti nikmat Allah dengan kekufuran. Mereka menghalalkan kaumnya (apa saja) yang ada di dunia. Jahannam, mereka akan dilemparkan ke dalamnya. Maka itulah seburuk-buruknya tempat tinggal, yaitu orang-orang yang menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan agar mereka bisa menghalangi manusia dari jalan Allah. Katakanlah, bersenang-senanglah kalian, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah neraka.” (Q.S. Ibrahim 28-30).
Di dalam ayat tersebut, Allah secara gamblang telah menjelaskan bentuk-bentuk kufur nikmat, yakni mengingkari nikmat sebagai pemberian Allah. Kemudian mengambil aturan hidup selain aturan Allah, dan menghalangi manusia dari jalan ketaatan kepada Allah Swt. Maka tidak seharusnya ketika melihat ketimpangan ekonomi di Indonesia yang stagnan serta merta dikatakan kita harus bersyukur dan tidak boleh kufur?
Padahal ekonomi kita terpuruk bukankah akibat Indonesia tidak mau menerapkan hukum Allah SWT? Maka sungguh pernyataan tersebut adalah bentuk penggunaan “kufur nikmat” yang tidak sesuai. Dimanfaatkan untuk meligitimasi kegagalan pemerintah dalam menumbuhkan perekonomian Indonesia. Maka bentuk syukur kepada Allah SWT yang seharusnya dilakukan Indonesia adalah dengan tunduk sepenuhnya kepada Allah SWT. Praktisnya, adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah untuk mengatur negeri tercinta ini.
Wallahu A’lam bi Showab.