Atas Nama Investasi
Oleh : Ade Farkah*
Muslimahtimes – “Nandur pari cukule mobil” sebuah ungkapan dalam bahasa Indramayu yang menggambarkan kondisi saat ini. Lahan pesawahan (tempat menanam padi) dialihfungsikan menjadi area industri. Sebagaimana dilansir oleh liputan6.com, 26/7/2019, bahwa pemerintah kabupaten Indramayu akan menyediakan kawasan peruntukan industri (KPI) sebagai tindak lanjut atas rencana untuk membuka investasi besar-besaran.
Planning tersebut sudah dimulai sejak kepemimpinan Ibu Hj. Anna Sopanah, sebelum akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai bupati Indramayu pada tahun 2018 silam. Setelah itu, dilanjutkan oleh Bupati H. Supendi yang sebelumnya menjabat sebagai wakil. Sayangnya, beliau terpaksa dinonaktifkan karena terjerat kasus operasi tangkap tangan (OTT) pengadaan proyek di lingkungan Pemkab Indramayu. Saat ini yang bertindak sebagai pelaksana tugas (Plt) bupati Indramayu adalah bapak H. Taufik Hidayat.
Sementara itu, pemerintah kabupaten Indramayu telah mempersiapkan 20.000 hektar lahan sebagai Kawasan Peruntukan Industri (KPI) yang tersebar di 10 kecamatan. Di kecamatan Sukra seluas 2.814 hektare, Patrol 1.385 hektare, Kandanghaur 2.025 hektare, Losarang 4.523 hektare, Balongan 1. 438 hektare, Juntinyuat 643,1 hektare, Krangkeng 3.507 hektare, Tukdana 664,1 hektare, Terisi 1. 379 hektare dan kecamatan Gantar seluas 1.574 hektare. (kemenperin.go.id, 06/07/2019)
Di sisi yang lain, para petani kabupaten Indramayu berharap agar pembangunan kawasan industri tersebut tidak mengusik lahan abadi. Sebagaimana yang tercantum di dalam UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Peraturan Pemerintah (PP) pasal 35 ayat 1 Tahun 2011 yang dengan tegas melindungi lahan abadi dari adanya pengalihan fungsi lahan. Adapun yang dimaksud dengan lahan abadi adalah lahan pertanian produktif.
Jika di cermati dengan seksama, antara peraturan pemerintah pusat, baik yang tercantum dalam undang-undang ataupun yang berupa peraturan pemerintah (PP) belum mampu direalisasikan secara nyata. Bahkan terkesan adanya sudut pandang yang berbeda dalam mengejawantahkan Undang-Undang perlindungan lahan abadi.
Dengan mengatasnamakan investasi, meningkatkan pendapatan daerah dan sejenisnya sehingga pemerintah daerah mengambil langkah untuk membuka kawasan industri. Bahkan langkah ini sebetulnya telah disetujui dan di dukung sepenuhnya oleh pemerintah pusat, melalui kementrian perindustrian (kemenperin).Sementara itu, di kabupaten Cirebon dinas pertanian justru menolak adanya upaya pengalih fungsian lahan (kompas.com, 24/01/2020).
Lantas bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Antara peraturan yang satu dengan lainnya terkesan saling tabrak. Bahkan, saling mematahkan. Kondisi yang demikian menjadi hal yang wajar di dalam sistem kapitalis. Karena yang dijadikan sebagai tolak ukurnya adalah kebermanfaatan yang justru nilainya sangat relatif. Manfaat untuk pemerintah, belum tentu manfaat untuk rakyat. Pun demikian halnya, manfaat untuk sebagian rakyat (yang membutuhkan pekerjaan) belum tentu manfaat untuk sebagian lainnya (petani/pemilik lahan).
Oleh karenanya, hal yang semacam ini perlu dicarikan solusi yang tuntas agar peningkatan devisa negara ataupun pendapatan daerah menjadi lebih signifikan tanpa harus mengorbankan sebagian milik warga.
Indramayu sendiri merupakan daerah yang termasuk sebagai lumbung padi nasional. Sangat wajar jika sebagian besar petani merasa khawatir kehilangan lahannya. Pasalnya, menjalani kehidupan sebagai petani merupakan pekerjaan yang sekaligus menjadi kebanggaan secara turun temurun, meski sebagian generasi millenial memilih pekerjaan yang lain.
Dalam menyikapi persoalan di atas, maka perlu diuraikan secara rinci tentang apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh negara. Dalam hal ini wilayah kabupaten Indramayu sebagai bagian dari wilayah negara Republik Indonesia.
Ketika berbicara tentang peningkatan sumber pendapatan, baik negara maupun daerah, yang harus dipikirkan pertama kali adalah tentang tata kelola sistem keuangan (ekonomi) negara. Pembahasannya merupakan satu kesatuan dengan sistem negara (pemerintahan) itu sendiri. Maka akan sangat terlihat bagaimana negara menyelesaikan permasalahannya.
Oleh karena itu, negara akan mengambil solusi sesuai dengan sistem (ideologi) yang dianutnya.
Sebagai perbandingan bahwa dalam sistem Islam, setiap orang bebas menjalankan aktivitas ekonomi dengan membatasi sebab kepemilikan dan jenis pemilikannya. Adapun jumlah kekayaan yang boleh dimiliki tidak dibatasi. Sedangkan dalam sistem sekuler (kapitalis) ekonomi berada ditangan para pemilik modal. Setiap orang bebas menempuh cara apa saja, tidak dikenal sebab-sebab kepemilikan dan jumlahnya pun bebas dimiliki tanpa batasan. Sedangkan dalam sistem sosialis ekonomi berada di tangan negara. Tidak ada sebab kepemilikan, semua orang boleh mencari kekayaan apapun, namun jumlah kekayaan yang boleh dimiliki dibatasi oleh negara.
Jelaslah kiranya bahwa saat ini negara menerapkan sistem pemerintahan sekuler (kapitalis) yang menyerahkan perekonomian ke tangan para pemilik modal. Sehingga kesenjangan sosial menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Pendapatan negara kian terpuruk lantaran bergantung pada hutang berbunga (ribawi).
Di dalam QS. Thaha ayat 124 Allah berfirman: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Menurut Imam Ibnu Katsir, bahwa yang dimaksud dengan berpaling dari peringatan-Ku adalah mengambil petunjuk/hukum selain dari petunjuk/hukum Allah Swt.
Dengan demikian, terjawablah bahwa hanya dengan patuh terhadap syari’ah Allah lah solusi untuk kehidupan masyarakat yang sejahtera. Tanpa harus mengemis investasi kepada asing. Tetap berdiri kokoh dan terhormat menjadi negeri yang mandiri tanpa bergantung kepada asing. Sudah saatnya kita merenungi, dan merencanakan agar masa depan negara semakin baik dalam naungan ridho Allah Swt. []
Wallâhu a’lam bish-shawab.
*Penulis Muslimah dari Indramayu