Angka Perceraian Tinggi, Bukti Bobroknya Sistem Demokrasi Sekuler
Oleh : Heni Andriani
Ibu Pemerhati Umat dan Member AMK
Muslimahtimes – Sudah tidak ada lini kehidupan yang sempurna semuanya rusak bahkan di ujung kehancuran. Tak pernah menyisakan sedikit pun kebaikan. Salah satu yang disasar oleh sistem demokrasi adalah keluarga sebagai benteng terakhir maju mundurnya sebuah negara. Dari keluarga yang hancur akan lahir generasi yang rusak baik moral dan akhlak.
Perceraian sebuah momok yang paling buruk dalam keluarga belum lagi disusul akibat buruk dari perceraian ini seperti anak-anak yang broken home, tawuran, narkoba dsb. Indonesia menjadi negara mayoritas muslim tetapi saat ini justru bermasalah dengan para keluarganya. Tingginya angka perceraian menjadi bukti bahwa Indonesia di titik kehancuran generasi yang sudah di pelupuk mata.
Berdasarkan laman media online Detik.Com bahwa
Nyaris setengah juga pasangan suami istri (pasutri) di Indonesia cerai sepanjang 2019. Dari jumlah itu, mayoritas perceraian terjadi atas gugatan istri.
Berdasarkan Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019 yang dikutip detik.com, Jumat (28/2/2020) perceraian tersebar di dua pengadilan yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Pengadilan Agama untuk menceraikan pasangan muslim, sedangkan Pengadilan Negeri menceraikan pasangan nonmuslim.
Detik.Com 28/02/2020
Tren perceraian di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pada 2018, angka perceraian Indonesia mencapai 408.202 kasus, meningkat 9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebab terbesar perceraian pada 2018 adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus dengan 183.085 kasus. Faktor ekonomi menempati urutan kedua sebanyak 110.909 kasus.
Sementara masalah lainnya adalah suami/istri pergi (17,55%), KDRT (2,15%), dan mabuk (0,85%). Salah satu kriris keluarga yang tertuang dalam RUU Ketahanan Keluarga adalah perceraian sebagaimana dalam Pasal 74 ayat 3c. Pemerintah daerah juga wajib melaksanakan penanganan krisis keluara karena perceraian dalam Pasal 78 RUU Ketahanan.
Databoks.katadata.co.id 20/02 /2020
Semua ini akibat paham kesetaraan gender yang terus dihembuskan ke negeri-negeri muslim. Barat memahami bahwa untuk menghancurkan suatu negeri adalah dengan meracuni pemikirannya dengan menjauhkan ajaran Islam. Barat memahami kelemahan sistem kapitalis yang kian hari kian terlihat kelemahannya karena sesungguhnya sistem ini berasal dari manusia yang serba lemah. Oleh karena itu, Barat berusaha membidik para keluarga muslim terutama para muslimah dimana kelak akan menjadi ibu yang melahirkan generasi. Paham liberalisme serta kesetaraan gender yang bertujuan membebaskan dari belenggu ajaran Islam mengakibatkan para muslimah enggan diatur oleh aturan Islam.
Mereka menghendaki untuk bebas berekspresi, berpendapat sesuka hatinya. Ikut serta dalam kancah politik praktis tanpa ada lagi sekat gender. Pada akhirnya liberalisasi perempuan menimbulkan dampak buruk terhadap masyarakat dan negara. Semakin hari kian rancunya relasi pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Runtuhnya keluarga, meningkatnya angka perceraian, meningkatnya kasus penelantaran anak, aborsi yang kian merajalela, merebaknya aborsi dan berbagai masalah keluarga lainnya.
Sistem Demokrasi sekuler yang melahirkan paham liberalisme, kesetaraan gender merupakan biang kerok masalahnya dan bertanggung jawab atas seluruh masalah yang dihadapi saat ini. Hancurnya keluarga – keluarga di berbagai negeri muslim akibat racun mematikan yang sudah di telan oleh para muslimah khususnya.
Islam adalah obat yang mujarab seluruh permasalahan umat
Ketika umat saat ini sakit maka yang harus dilakukan adalah mencari obat mujarab yang bisa menyembuhkan kembali tubuh agar bisa sehat. Obat yang jitu tentu tiada lain adalah Islam dan ajarannya. Bukan yang lain. Berbagai UU yang dibuat sekarang seperti RUU Ketahanan Keluarga tidak akan pernah mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi keluarga – keluarga di Indonesia. Sebab semuanya tidak berpijak terhadap aturan Islam. Solusi yang diberikan pun hanya tambal sulam tidak mengobati hingga ke akar-akarnya.
Islam memiliki ciri khas agar para keluarga tidak retak dalam mewujudkan ketahanan keluarga.
1. Secara individu dipupuknya pemahaman berpikir dengan akidah yang kuat dan menjadikan Islam sebagai ideologi dalam hidupnya. Dengan cara ini mereka akan memiliki landasan pemikiran (qaidah fikriyah) yang menjadikan tolok ukur bagi segala bentuk pemikiran dan sekaligus menjadi dasar terbentuknya pemikiran yang lain yang dapat memecahkan problematika yang dihadapinya. Selain itu Islam juga dijadikan kepemimpinan berfikir dalam kehidupannya.
2. Peran masyarakat dalam mengontrol kondisi lingkungan dari setiap masalah yang dihadapi di lingkungan.
Ketika ada keluarga yang melakukan kemaksiatan, ekonominya terpuruk yang berakibat fatal terhadap keretakan keluarga berusaha bahu membahu untuk membantu karena dorongan keimanan dan rasa tolong menolong yang diajarkan dalam ajaran Islam. Hal ini berbeda dengan masyarakat Barat yang cuek, apatis dan tidak peduli terhadap lingkungan sosialnya.
3. Negara memiliki tanggung jawab besar terhadap masalah perceraian yang terjadi saat ini.
Di dalam sistem Islam negara memiliki peran untuk melayani rakyatnya dengan berusaha mencukupi kebutuhan pokok hidup masyarakat. Selain itu pula negara berusaha membina umat dengan pemahaman ajaran Islam yang kaffah dan memfilter berbagai pemikiran yang dapat menghancurkan akidah serta sendi – sendi bangunan keluarga secara keseluruhan.
Oleh karena itu, ketahanan keluarga hanya bisa dirasakan di sistem Islam. Tak akan lagi terdengar tingginya perceraian di dalam sistem Islam karena Islam menjamin seluruh kebutuhan hidup dan rasa aman di masyarakat.
Wallahu a’lam bishshawab