Covid-19 Mengancam Negeri, Cukupkah Social Distancing?
Oleh.Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes – Corona kian menggila. Lebih dari 152 negara terpapar pandemi ini. Adapun jumlah korban terinfeksi mencapai 181.562 kasus dengan korban meninggal sebanyak 7.138 orang. Adapun pasien yang sembuh mencapai 78.939 orang. (Kompas.com/17-03-2020)
Sementara di tanah air, korban terinfeksi covid-19 ini kian bertambah setiap harinya. Menyebar di berbagai daerah. Mulai dari Depok, Jakarta, Solo, Yogya, Semarang, Bali, hingga Tangerang. Sebagaimana dilansir oleh Merdeka.com (17-03-2020) bahwa Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto memaparkan, kasus positif virus Corona atau Covid-19 melonjak menjadi 172 orang hingga selasa 17 Maret 2020.
Beberapa kepala daerah pun telah mengambil kebijakan, yakni menutup tempat-tempat wisata. Sebagaimana yang dilakukan oleh Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, yang menutup Ancol, Monas, dan Ragunan. Di beberapa daerah, sekolah-sekolah pun diliburkan selama 14 hari ke depan. Kebijakan ini diambil sebagai upaya memutus rantai penularan Covid-19 yang memang secara alamiahnya sangat cepat.
Pemerintah juga menghimbau agar mengurangi interaksi sosial, menjauhi kerumunan, dan meniadakan kumpul-kumpul. Kebijakan tersebut dikenal dengan social distancing.
Namun sudah cukupkah kita mencegah penularan yang lebih luas lagi dengan social distancing?
Menurut Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, penanganan Covid-19 harus dilakukan secara komprehensif. Menurutnya, penerapan pembatasan sosial atau social distancing tidak cukup untuk mengatasi penularan penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru tersebut. (AyoBandung.com/17-03-2020)
Karena memang faktanya masih banyak masyarakat yang tidak serius menjalani sosial distancing ini. Diliburkannya sekolah selama 2 pekan, bukan membuat masyarakat mengisolasi diri di dalam rumah, melainkan malah mengisi waktu “liburan corona” ini ke tempat-tempat rekreasi di luar Jakarta.
Sungguh dilematis, kebijakan pemerintah yang hanya diambil per kepala daerah, nyatanya belum merata. Tidak semua tempat wisata ditutup. Padahal jelas kerumanan di tempat wisata sangat rentan tertular virus corona ini.
Jadi, sesungguhnya yang perlu diambil pemerintah adalah lockdown, diambil dari bahasa Inggris yang artinya adalah terkunci. Jika dikaitkan dalam istilah teknis dalam kasus Corona atau COVID-19, arti lockdown adalah mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara.
Di Perancis, istilah lockdown adalah menutup semua tempat-tempat yang dianggap tidak vital, seperti restoran, bioskop, dan tempat pariwisata, seperti menara Eiffel, yang berlaku mulai hari Minggu (15/3/2020).
Pemerintah Indonesia belum mengambil kebijakan ini. Karena menganggap akan berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Sebaliknya, malah pemerintah tetap membuka akses masuk bagi para turis asing.
Sebagaimana dilansir oleh Republika.co.id (21-02-2020) bahwa Luhut menuturkan, datangnya turis asal China sejatinya memberikan kontribusi positif terutama di bidang investasi, perdagangan hingga terbukaya lapangan pekerjaan. Kondisi itu, lanjut dia, juga terjadi di negara lain yang didatangi turis China karena negeri Tirai Bambu itu punya pengaruh hingga 18 persen terhadap ekonomi dunia.
Sungguh ironis. Di tengah ancaman nyawa bagi rakyatnya, justru ekonomi nasional yang menjadi pertimbangan.
//Lockdown dalam pandangan Islam//
Islam sebagai ideologi alias sistem hidup bagi manusia tentu memiliki aturan yang paripurna tentang segala sesuatu, termasuk dalam menyikapi wabah penyakit.
Dalam Alquran disebutkan larangan meninggalkan kampung atau kawasan yang sedang dilanda musibah.
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ اُلُوْفٌ حَذَرَ الْمَوْتِۖ فَقَالَ لَهُمُ اللّٰهُ مُوْتُوْاۗ ثُمَّ اَحْيَاهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَذُوْ فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُوْنَ
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka:”Marilah kamu”, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (QS. Al baqarah: 243)
Adapun pada masa Rasulullah saw, kebijakan lockdown alias isolasi ini pernah diambil. Pada masa itu terdapat wabah penyakit tha’un, yakni wabah penyakit menular yang mematikan, penyebabnya berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh manusia.
Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Dan sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar.
Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Selain itu, pada masa khalifah Umat Bin Khattab pun kebijakan lockdown pernah diambil, yakni pada saat adanya wabah penyakit saat beliau dalam perjalanan menuju Syam.
Hadist yang dinarasikan Abdullah bin ‘Amir mengatakan, Umar kemudian tidak melanjutkan perjalanan. Berikut haditsnya:
أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ”
Artinya: “Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhori).
Benarlah adanya, di dalam situasi darurat wabah seperti saat ini, kita seharusnya semakin menyadari bahwa kita butuh pemimpin yang berpemikiran cemerlang. Yakni yang serius mengurus rakyatnya. Tidak gagap ketika menghadapi situasi. Cepat dan tepat bertindak dalam rangka menjaga keselamatan rakyatnya. Karena sejatinya, pemimpin dalam pandangan Islam laksana penggembala. Di pundaknya lah nasib rakyat ditanggungnya. Kelak akan ada hisab atas kepemimpinannya. Wallahu’alam.