Tuntaskan Pengangguran , Cukupkah dengan Aktifasi Kartu?
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimahtimes – Bak angin semilir yang menyejukkan. Di tengah kegalauan dan kepanikan akibat merebaknya virus Covid-19 , Jokowi tepati janjinya saat pencalonan dirinya tahun lalu, yakni meluncurkan kartu prakerja. Melalui kanal youtube resmi Kemenko Ekonomi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, secara resmi memperkenalkan Kartu prakerja.
Kartu tersebut sementara bisa diakses offline tahap awal di kepulauan Riau, Bali, Sulawesi Utara dan Surabaya. Akses online melalui national wide (Suara.com, 20/3/2020).
Airlangga menuturkan, kartu prakerja diharapkan dapat membantu tenaga kerja yang terdampak COVID-19 untuk meningkatkan keterampilan melalui berbagai jenis pelatihan secara daring (online) yang dapat dipilih sesuai minat mereka masing-masing. Pemerintah memberikan bantuan biaya pelatihan hingga Rp 7 juta per peserta sekali seumur hidup, yang akan dibayarkan langsung kepada lembaga pelatihan melalui platform digital.
Namun dari berita terbaru yang dilansir Detik. com, (20/3/2020), setelah pelatihan selama 3 bulan, peserta baru akan mendapatkan uang transportasi sebesar Rp 650 ribu, yang terdiri dari Rp 500 ribu uang pelatihan dan Rp 150 uang hasil survei evaluasi pelaksanaan program Kartu Pra Kerja. Jadi bukan 7 juta perorang sebagaimana berita sebelumnya.
Mengenai syarat atau kriteria pesertanya, merupakan WNI berusia di atas 18 tahun, tidak sedang menjalani pendidikan formal, korban pemutusan hubungan kerja (PHK), pekerja yang ingin meningkatkan keterampilan, dan diprioritaskan untuk pencari kerja usia muda
Saat ini, dari sekitar 7 juta penduduk Indonesia yang menganggur, ada sejumlah 3,7 juta yang berusia 18-24 tahun. Pengangguran muda ini sebanyak 64 persen tinggal di perkotaan, 78 persen berpendidikan SMA ke atas. Masalah terbesar yakni sekitar 90 persen dari mereka tidak pernah mengikuti pelatihan bersertifikasi.
Untuk tahun anggaran 2020, pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 10 triliun untuk sekitar 2 (dua) juta penerima manfaat program kartu prakerja, sehingga ke depannya kompetensi pekerja dan pencari kerja dapat meningkat signifikan. kartu prakerja pun akan mendorong lembaga pelatihan dan dunia usaha untuk saling bekerja sama, sehingga lulusan lembaga pelatihan menjadi lebih mudah memperoleh pekerjaan.
//Kartu Prakerja Perlihatkan Wajah Kapitalisme//
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menegaskan program kartu prakerja yang diluncurkan hari ini (20/3/2020) tidak menjamin pemegangnya memperoleh pekerjaan. Kartu tersebut hanya menjamin seseorang diberi pelatihan atau kursus. “Bukan jaminan setelah kartu prakerja pasti mendapat pekerjaan. Tugas pemerintah sekali lagi mendorong ke pekerjaan dan kewirausahaan, bukan menjamin.”
Moeldoko, yang juga Wakil Ketua Komite Cipta kerja dan Kartu Pekerja, menyatakan kartu ini fokus pada peningkatan pengalaman dan keahlian pemegangnya. Kedua hal itu sering dicari oleh perusahaan ketika merekrut seseorang. “Bagaimana nasibnya anak-anak muda kita kalau tidak memberi pelatihan? Pasti tidak mendapat pekerjaan. Jadi kenapa diselenggarakan? Upskilling, menambah keahlian, melengkapi keahlian,” ucap Moeldoko.
Ia pun mendorong mereka yang baru lulus untuk memanfaatkan kursus ini. Moeldoko lantas mengatakan program ini bukan satu-satunya cara pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM. Masih ada lagi program serupa seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), super tax deduction untuk vokasi, dan revitalisasi SMK. Moeldoko mengingatkan lagi kalau pemegang kartu ini tidak akan digaji seperti yang diyakini banyak orang selama ini. “Kartu ini bukan menggaji pengangguran. Itu tafsiran yang salah.”
Muldoko juga menambahkan, “Pada 11 Maret lalu, Jokowi mengatakan akan ada insentif uang bagi pemegang kartu ini, setelah diberi pelatihan. Kalau training selesai dia belum dapat pekerjaan, dia mendapat insentif honor. Sampai waktu tertentu bisa enam bulan.” (Tirto.id, 20/3/2020)
Inilah wajah asli rezim, yaitu sebagai pelaksana kapitalisme. Terlihat dari peran pemerintah yang hanya sebagai pendorong, bukan penjamin. Menuntaskan pengangguran hanya dengan mendorong mereka mengikuti pelatihan.
//Kartu Prakerja Solusi Khayali//
Pengangguran untuk usia SMA ke atas cukup tinggi. Dan hal itu sangat memprihatinkan, sebab SMA memang outputnya dirancang bukan untuk mencari pekerjaan sebagaimana sekolah vokasi (kejuruan), melainkan dirancang untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau fakultas. Lantas jika kemudian dikatakan pengangguran artinya sudah tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Bukankah ini ironi?
Kita harus lebih teliti menyikapi kebijakan pemerintah ini. Jangan sampai kita terjebak dalam kampanye awal yang nyatanya tak akan bisa menciptakan kesejahteraan sebagaimana program-program yang sebelumnya. Terlihat sekali proyeksi pemerintah adalah siapnya sekolah-sekolah untuk menghasilkan SDM yang mumpuni yang siap kerja. Tujuan akhir negara, bukan menciptakan intelektual pembangun peradaban, namun buruh yang bekerja di bawah tekanan seorang tuan.
Sepertinya kebijakan kali inipun tak bisa mulus diterima rakyat, sebab faktanya bekerja tak hanya butuh ketrampilan. Namun juga aspek yang lain seperti permodalan, lapangan pekerjaan, keamanan, situasi perekonomian yang kondusif , kesehatan yang menandai, sistem sosial yang menjamin tak dilanggarnya hukum syara bagi Muslim dan lain sebagainya.
Apa yang disiapkan pemerintah jauh dari cukup bahkan boleh dikatakan tidak membantu secara menyeluruh. Pertama karena perbandingan kecukupan dana yang disediakan dengan jumlah pengangguran yang dipersyaratkan. Bisa jadi angka yang tertera bukan angka sebenarnya, sebab pendataan hari inipun simpang siur kebenarannya.
Kedua, jika selesai pelatihan, akankah bisa langsung bekerja? Berapa lama pemerintah sanggup memberi insentif setiap bulannya hingga seseorang mendapatkan pekerjaan? Apalagi jika dana yang digelontorkan bersumber dari pajak, akan berapa juta orang lagi diperas darahnya karena pajak, baru beberapa minggu yang lalu menteri keuangan Sri Mulyani menyebutkan obyek pajak baru yang rata-rata menjadi konsumsi rakyat kecil.
Dana dari hutang? Jelas hutang Indonesia akan semakin membengkak. Sebab setiap tahun, rezim ini belum bisa membayar hutang atau bunganya namun sudah ambil hutang baru. Sudah bisa dibayangkan bahwa negeri ini akan didominasi asing hingga tak lagi berdaya di atas kaki sendiri, kecuali didikte. Dan nasib pekerja muda kita jelas makin menjadi jongos di negeri sendiri. Ironis!
Lapangan pekerjaan pun tak pernah dijanjikan oleh pemerintah akan mudah diakses rakyat. Selain harus melalui serangkaian ujian pegawai negeri jika PNS, swastapun tak banyak memberikan peluang. Massifnya TKA China masuk ke Indonesia, menandakan siapa yang berkuasa hari ini. Yah, bukan Indonesia tapi Cina. Bertambah parah jika kemudian dipertimbangkan dari sisi-sisi yang lainnya. Jelas kebijakan ini hanya sekadar ilusi , tak kan pernah bisa diwujudkan.
//Islam Solusi Paripurna Menghapus Pengangguran//
Islam memandang, bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Oleh karena itu negara tak akan pernah memaksa seseorang untuk bekerja jika ia masih ingin menempuh pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya. Negara justru akan mendorong setiap warga negaranya untuk giat belajar dan memfasilitasinya dengan sarana dan prasarana yang terdepan. Sebab, bagi negara orang berilmu dan cakap dalam bidang tertentu adalah aset negara.
Islam sebagai peraturan akan diterapkan negara berupa kebijakan politik dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Pendidikan, kesehatan, keamanan, sosial, ekonomi dan lain sebagainya akan diberlakukan hukum yang mendukung kestabilan dalam negeri. Sedang di luar, negara akan membatasi boleh tidaknya individu rakyat berhubungan atau tidak, terutama jika negara itu adalah negara yang memerangi Islam.
Maka, pengangguran akan diminimalisir sedemikian rupa, sebab mekanisme negara akan menjamin syariat berjalan baik yaitu dengan memerintahkan pria bekerja di rumah. Menyediakan lapangan pekerjaan, pemberian modal kerja baik barang bergerak maupun bukan, penjaminan janda yang tak memiliki wali dan lain sebagainya. Pemberdayaan swadaya, kurangi impor, dan lain sebagainya. Bukan kartu, apapun itu nama kartunya. Wallahu a’ lam biashowab.