Lockdown Memang Berat, Tapi Nyawa Jauh Lebih Berharga
Oleh : Salma Shakila
Muslimahtimes – Situasi paparan virus Covid-19 yang semakin signifikan perkembangannya membuat kita jadi harap-harap cemas menanti kapan Indonesia segera lockdown? Ataukah menunggu korban menjadi ribuan baru opsi lockdown diambil pemerintah pusat? Tentu ini sangat membahayakan mengingat fasilitas kesehatan Indonesia diragukan dalam penanganan Covid-19.
Update hari Selasa, 24 Maret 2020 jumlah pasien positif 579 kasus, 49 meninggal, dan 20 sembuh. Angka ini jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak kurang lebih 271 juta seakan-akan terbilang kecil. Tapi perhitungan statistikanya tidak seperti itu. Perbandingan kasus positif dengan yang meninggal menjadi standar keberhasilan penanganan. Indonesia menduduki prosentase angka kematian tertinggi. Belum lagi kita juga harus memperhatikan agregat antara data terlapor dengan real di masyarakat. Seperti menurut pendapat Dokter Tifa caranya dengan dikalikan 27 kali lipat. Jadi 579 pasien positif x 27 = 15.633 kasus.
====
Kebijakan lockdown tak kunjung diambil karena ada tarik ulur kepentingan di kalangan elit. Padahal korban terus berjatuhan dan mengancam warga yang lain, mengingat Covid-19 ini adalah pandemi yang penyebarannya sangat massif. Pemerintah sementara hanya memilih opsi social distancing dan meminta masyarakat menjaga diri agar tidak tertular seperti sering cuci tangan dan menggunakan masker. Pemerintah beralasan jika Indonesia lockdown dikhawatirkan ekonomi Indonesia bisa ambruk. Dinyatakan bahwa dampak lockdown akan berakibat buruk bagi masyarakat kecil terutama tenaga harian. Pemerintah pusat telah memastikan tidak akan mengambil opsi lockdown karena lebih mengutamakan aspek ekonomi. Sri Mulyani mengatakan, ekonomi bisa hancur jika Indonesia lockdwon.
Memang jika diputuskan lockdown maka semua aktivitas terhenti terutama ekonomi. Pemerintah harus menyiapkan dana untuk menjamin kebutuhan rakyatnya selama berlangsungnya lockdown terutama tenaga harian. Hal ini berdasarkan Undang-undang kesehatan no 6 tahun 2018 yang mengatur soal karantina. Dikatakan bahwa selama karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Jadi soal warga golongan menengah ke bawah yang penghasilannya terhitung harian seharusnya tidak perlu risau jika diberlakukan lockdown karena jaminan telah tertuang jelas dalam Undang-Undang. Hanya saja, persoalannya memang terletak pada diri pemimpin-pemimpin negeri ini yang tidak amanah dalam memenuhi kebutuhan rakyat apalagi jika diberlakukan karantina atau lockdown.
Kita masih menunggu keputusan pemerintah untuk lockdown mengingat wabah semakin meluas dan memakan korban yang tersebar di seluruh Indonesia.
===
Taruhlah, lockdown akan membuat ekonomi Indonesia anjlok, tapi jika dengan lockdown maka virus Covid-19 yang ganas penyebarannya akan cepat selesai dan habis hingga 0%. Bangsa ini bisa memulai dari awal lagi. Membangun bangsa ini dari orang-orang sehat dan bersemangat. Kalau sekarang serba tak jelas. Ekonomi berjalan pun canggung rasanya karena wabah masih mengancam. Bukankah seharusnya nyawa itu jauh lebih diutamakan seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw.
لزوال الدنيا أهون عند الله من قتل المرء المسلم
“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah, ketimbang terbunuhnya nyawa seorang Muslim.”
Dan bagaimana dengan kita sendiri? Tetaplah tinggal di rumah untuk membantu memutus mata rantai virus Covid-19. Dan semoga dengan begini bisa menjadi amal salih bagi kita. Aamiin. Seperti hadist Rosul :
عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-، أَنَّهَا قَالَتْ : سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَأَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، *فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا* يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ “.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wabah (tha’un), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepadaku:
“Bahwasannya wabah (tha’un) itu adalah adzab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha’un) dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah) dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid”. (HR. Bukhori)