Minim Edukasi, Masyarakat Saling Zalim
Oleh: Hamsina Halik (Revowriter Mamuju)
Muslimahtimes – “Mereka mengucilkan saya karena dianggap bisa menularkan virus. Padahal tidak sesederhana itu.”
Kutipan di atas sebagaimana dilansir dari kompas.com, merupakan curhatan hati dari seorang perawat senior RSUD Gambiran yang merawat pasien corona, Tri Sudaryati, di Kota Kediri, Jawa Timur. Beda cerita dengan Minarsih yang juga seorang perawat yang harus menyembunyikan dari anak-anaknya tentang tugasnya dalam merawat pasien corona hingga harus terpisah demi menjaga kesehatan keluarganya. Sebab, secara otomatis para tenaga medis ini adalah orang dengan resiko tinggi terpapar. Ini hanya beberapa dari kisah mereka, mewakili apa yang tengah dirasakan oleh para tenaga medis lainnya.
Sangat disayangkan memang, disaat mereka harus bekerja dalam senyap menjadi garda terdepan dalam melawan virus corona ini, justru mereka dikucilkan. Tak diterima di tengah-tengah masyarakat. Dianggap sebagai pembawa virus. Berbahaya. Bahkan sebagian berujung pada pengusiran dari kost. Tak hanya masyarakat, juga beberapa rekan kerja di rumah sakit turut menjaga jarak dengan para tenaga medis yang bertugas di ruang isolasi. Selain itu, para ODP dan PDP pun mendapat perlakuan yang sama, dikucilkan dan didiskriminasi hingga penolakan jenazah mereka, termasuk jenazah tim medis.
Seperti yang terjadi daerah Sewakul, Ungaran, Kabupaten Semarang, sekelompok warga beramai-ramai menolak jenazah tersebut. Mirisnya, jenazah itu tidak lain adalah seorang perawat yang bertugas di RSUP Kariadi Semarang, terinfeksi ditengah merawat pasien corona.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo merasa teriris hatinya tatkala mendengar kabar peristiwa penolakan pemakaman jenazah Covid-19. Dengan sorot mata berkaca-kaca, Ganjar pun menyampaikan permintaan maaf. (kompas.com)
Adanya berbagai sikap diskriminatif dan cap negatif terhadap para tenaga medis hingga pada upaya penolakan jenazah covid-19 dikarenakan adanya kekhawatiran yang sangat luar biasa di tengah masyarakat. Khawatir akan terkena dampak dari orang-orang yang terlibat langsung dengan covid-19 ini, terutama para tim medis. Sungguh tindakan ini sangat zalim.
Sikap yang diambil oleh masyarakat ini, secara penuh tak bisa dilimpahkan kesalahan ini kepada mereka. Sebab, ada faktor utama yang menyebabkan masyarakat hingga tega berbuat zalim. Jika ditelisik, kekhawatiran masyarakat ini disebabkan karena minimnya informasi yang akurat dan edukasi yang sampai kepada mereka. Seperti, apa dan bagaimana wabah covid-19, tingkat bahayanya, penularan hingga pencegahannya.
Masih segar diingatan bagaimana kepanikan yang melanda masyarakat Indonesia, sejak Presiden Jokowi mengumumkan adanya dua kasus pertama covid-19. Mulai saat itu, secara resmi masyarakat Indonesia menjadi ‘panik’ corona. Panik melindungi diri. Panic buying, mengakibatkan sebagian masyarakat berlomba membeli kebutuhan-kebutuhan dengan jumlah yang berlebihan. Masker dan hand sanitizer menjadi produk langka. Kalaupun ada, dijual dengan harga fantastis. Bahan-bahan pokok pun ikutan langka.
Seiring berjalannya perkembangan kasus covid-19 yang meroket, masyarakat kembali panik dengan keberadaan para tenaga medis yang bersinggungan langsung dengan pasien covid-19, ODP dan PDP, terutama pasien covid-19 mendapatkan bully-an, termasuk keluarga pasien, dari masyarakat setempat dan warga net. Seolah positif covid-19 adalah aib yang menjijikkan. Takut terdampak, yang kemudian membuat masyarakat bersikap diskriminatif dan tega menolak jenazah mereka.
Semua ini terjadi akibat kurangnya edukasi pada masyarakat. Pengumuman kasus covid-19 oleh pemerintah tak diimbangi dengan informasi akurat dan edukasi seputar covid-19 kepada masyarakat. Akhirnya, masyarakat berasumsi sendiri dan bertindak sendiri dalam upaya bagaimana pencegahan covid-19 ini. Hal ini menjadi salah satu kelalaian negara dalam menangani pandemik. Padahal, ini adalah tanggung jawab penuh negara kepada masyarakatnya terkait hal ini.
Dalam Islam, ketika wabah melanda sebuah wilayah maka pemimpin dalam hal ini Khalifah akan segera mengambil tindakan untuk mengkarantina wilayah tersebut agar penyebarannya tak keluar ke wilayah lainnya. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Al-Bukhari).
Selain itu, mengupayakan dengan maksimal mungkin pemberian informasi akurat dan edukasi yang tepat kepada masyarakat. Sehingga masyarakat pun memiliki kesiapan dalam menghadapi pandemik. Dalam hal ini negara, media dan tokoh umat harus saling bersinergi dalam penyebaran informasi terkait wabah dan bagaimana pencegahannya.
Negara sebagai penyedia informasi yang akurat dan edukasi yang tepat, kemudian media menyebarkannya sesuai dengan arahan dan perintah dari khalifah. Sifat penyebarannya harus menjangkau seluruh kalangan umat dan pelosok wilayah, baik melalui media cetak, media sosial yang terhubung langsung ke pemerintah, televisi atau pun radio. Sedangkan tokoh umat, dalam hal ini para ulama juga berperan dalam memahamkan umat, mengedukasi mereka, mengokohkan akidahnya, bahwa tak hanya tawakal tapi juga dibutuhkan upaya pencegahan. Dengannya, masyarakat pun paham dan tahu apa yang harus dilakukan dalam kondisi pandemik ini.
Wallahu a’lam[]