Berapa Banyak Lagi Napi Yang Dibebaskan?
Oleh : Eva Arlini, SE (Anggota Komunitas Revowriter)
Muslimahtimes – Sejak keputusan pembebasan narapidana (napi) oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, terhitung dua kali penulis dikejutkan dengan kegaduhan tengah malam di luar rumah penulis. Teriakan, kejar-kejaran hingga terdengar bunyi semacam letusan mercon membangunkan. Entah ada hubungannya dengan pembebasan napi tersebut atau tidak, yang jelas penulis sebagai bagian dari masyarakat merasa was-was. Terhitung hingga 20 April 2020, jumlah narapidana (napi) yang dibebaskan oleh pemerintah adalah sebanyak 38.822 orang. Hal ini sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. Surat keputusan itu ditandatangani pada akhir maret lalu.
Lebih meresahkan lagi ketika Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Rika Aprianti mengatakan bahwa program pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak di lapas, rutan, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) di seluruh Indonesia akan berlangsung hingga pandemi COVID-19 di Indonesia berakhir. Belum ada kepastian kapan pandemi Covid-19 ini berakhir. Memang sejumlah pakar memberikan prediksinya terkait kapan pandemi ini berakhir. Diantaranya pakar dari ITS dan UGM yang sama – sama memprediksi Covid-19 akan selesai akhir Mei 2020. Namun dengan catatan, jika kebijakan pemerintah untuk pengaturan berhasil dan tidak terjadi jumlah pemudik yang signifikan.
Artinya, jika langkah pemerintah dalam menangani covid-19 tidak efektif, kemungkinan pandemi akan berlangsung lebih lama lagi. Bisa dibayangkan berapa banyak lagi jumlah narapidana yang akan dibebaskan oleh pemerintah ketika covid-19 kemungkinan berakhir cukup lama lagi. Kekhawatiran masyarakat yang disuarakan sejumlah tokoh bukan isapan jempol. Sebab hingga kini terbukti belasan napi pasca dibebaskan berulah kembali. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Argo Yuwono mengatakan ada 13 narapidana yang baru bebas berbuat jahat kembali. Data ini tertanggal 17 April 2020. (https://www.voaindonesia.com/) Contohnya seorang napi asimilasi Lapas Kelas IIA Pontianak berinisial GR, baru berusia 23 tahun. Dilaporkan Antara, ia bersama dua tersangka lain, MT dan ES, mencuri ponsel. Mereka berulah sekitar dua hari setelah dibebaskan. Tak hanya sekali beraksi, setidaknya mereka telah beraksi sebanyak empat kali setelah bebas. AC dari Singkawang Kalimantan Barat melakukan hal serupa. Ia baru bebas pada 9 April kemarin. Lewat program asimilasi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga. Lalu ditangkap lagi karena maling motor. B dan YDK juga menjambret lagi setelah bebas dari Lapas Lamongan. Ia ditangkap polisi saat baru bebas satu pekan. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto menilai beberapa kejadian ini adalah buah dari kebijakan yang konyol.
Menurutnya napi sudah ada di tempat yang terisolasi dari dunia luar, entah rutan atau lapas, dan karenanya relatif aman dari pandemi. Cukup dengan larangan menjenguk napi, mereka aman. Kriminolog Leopold Sudaryono menilai narapidana yang kembali bertindak kriminal dapat terjadi karena minimnya pengawasan dan pembinaan instansi yang bertanggung jawab akan hal tersebut. Ya, tampaknya pembinaan bagi tahanan di penjara memang lemah. Salah satunya terlihat dari bagaimana tahanan diperlakukan. Kurang manusiawi. Telah jamak diketahui bagaimana kondisi napi di penjara. Air, listrik bahkan kamar mereka disesuaikan dengan uang yang dikeluarkan selama masa tahanan.
Kesenjangan sosial terasa disana. Ada kamar tahanan yang penuh sesak dengan padatnya napi. Ada kamar tahanan yang hanya dihuni oleh satu orang tahanan. Dalam kondisi demikian ancaman kecemburuan sosial serius pun terjadi, yang seringnya menciptakan kegaduhan di lapas. Sementara pengawasan bagi napi yang dibebaskan karena covid-19 juga lemah. Pengawasan hanya dilakukan melalui pembentukan grup Whatsapp. Seperti yang diakui oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Rumah Tahanan Negara serta Balai Pemasyarakatan Nugroho. Tampak jelas bahwa pemerintah tidak menyiapkan regulasi untuk mencegah dampak kebijakan percepatan pembebasan napi.
Masyarakat sangat menyayangkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkait pembebasan napi di tengah pandemi covid-19. Masyarakat sudah merasa sangat terbebani dengan kondisi ekonomi yang sulit saat ini. Penangguran semakin bertambah setelah dilakukan PHK oleh beberapa perusahaan. Kenyataan bahwa pekerja asing China berdatangan untuk bekerja di sejumlah proyek di dalam negeri meski sedang pandemi, juga cukup menyedihkan. Hal ini masih ditambah lagi dengan suasana di masyarakat yang rawan kejahatan. Bertambah-tambah beban masyarakat dibuat oleh pemerintah. Kritik yang dilayangkan masyarakat terhadap kebijakan pembebasan napi direspon santai oleh Menkumham. Politikus PDIP itu berpendapat, tertangkapnya para napi yang kembali berulah itu justru membuktikan koordinasi pengawasan berjalan baik antara pihak Lapas dengan aparat penegak hukum lain.
Dalam hal ini sesungguhnya Menkumham telah mengalihkan topik pembahasan. Masyarakat sedang mempertanyakan napi hasil didikan lapas yang tak jera berbuat jahat, bukan menyoal kinerja aparat dalam menangkap penjahat. Ini yang dinamakan ngeles dari tanggung jawab. Kiranya kesadaran masyarakat semakin bertambah terhadap wajah sistem kapitalis yang dianut di negeri ini.
Pemimpin dalam bingkai kapitalisme hari ini tak mampu memberi rasa aman pada rakyatnya. Pemimpin negeri ini juga tak mampu mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Mereka mengabaikan derita rakyatnya. Kontras dengan pejabat masa khilafah yang dipandu oleh syariah Islam. Syariah Islam menuntun pejabat negeri khilafah untuk menjalankan tugasnya secara sungguh-sungguh. Islam menuntun mereka untuk memberi kebaikan bagi kehidupan masyarakat. Rasa aman, keadilan dan kesejahteraan pun didapatkan. Kisah hidup para khalifah seperti Harun ar Rasyid, Umar bin Khattab dan khalifah lainnya menceritakan akan hal itu. Wallahu a’lam bishawab.