Bulan Suci di tengah Pandemi (Membebaskan Ummat dari Jerat Konsumsi)
Oleh: Tari Ummu Hamzah (Anggota Revowriter Tangerang)
Muslimahtimes – Rasulullah SAW. Bersabda: “Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah” (HR. Ahmad, An-nasa’i, Al-Baihaqi).
Bulan suci tahun ini merupakan tahun dimana kaum Muslimin di seluruh dunia harus menjalaninya di tengah pandemi. Tapi akankah bulan yang suci ini akan kehilangan kemuliaannya, sebab aktivitas kebaikan di bulan suci tak lagi dilakukan di luar rumah? Tentu tidak. Allah telah menjadikan bulan ini adalah bulan penuh ampunan. Sedangkan wabah ini telah menjadi pengingat bagi seluruh umat manusia, bahwa manusia tak berdaya ketika diserang makhluk tak kasat mata, yaitu Covid 19. Pandemi ini seharusnya menjadi bahan perenungan, bahwa ketika Allah menurunkan sebuah bencana, itu berarti ada yang salah akan sikap manusia. Bukankah ini bisa menjadikan kesempatan bagi kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah? Sebab masa sulit seperti saat ini hanya ketakwaan yang mampu menyelamatkan kita.
Di samping itu Allah hendak menjadikan hambaNya menjadi orang yang bertakwa setelah bulan Ramadhan. Inilah derajat mulia yang harus kita kejar, sebab ketakwaan tidak hanya menyelamatkan kita dari musibah di dunia, tapi juga musibah terbesar kita kelak di akhirat. Inilah yang seharusnya harus disadari betul oleh kaum Muslimin di Indonesia. Bulan Ramadhan tak harus diiringi dengan hiburan-hiburan di televisi, ngabuburit dengan yang bukan mahram, berlomba kuliner, berbuka bersama, berlomba fashion dsb. Tentu Hal-hal itu saat ini tidak bisa dilakukan oleh masyarakat di tengah pandemi, sebab itu akan menyebabkan ledakan kasus Covid 19.
Bahkan saat ini masyarakat berpendapat bahwa Ramadhan begitu sepi.
Sholat tarawih dan sajian berbuka puasa bersama di beberapa masjid ditiadakan. Apakah hal-hal tersebut akan mengubah suasana takwa di bulan suci ini? Jelas tidak. Sebab aktivitas tersebut masih bisa kita lakukan di dalam rumah bersama keluarga. Membuat jadwal ibadah, amalan harian, mengikuti kajian online, lebih rajin untuk membaca buku tentang Islam, saling berbagi sajian berbuka kepada tetangga yang paling dekat pintunya dengan rumah kita. Sehingga semangat Ramadhan masih tercipta meskipun di dalam rumah.
Bukankah ketakwaan itu harus dibuktikan dengan amalan bukan berupa kemeriahan dan hiburan?
Bulan suci tak harus diiringi dengan konsumerisme, entertainment, dan fashion. Itulah cara-cara para kapitalis untuk memframing masyarakat agar meningkatkan konsumerisme dan hiburan di bulan Ramadhan. Bulan suci adalah bulan dengan makna besar di dalamnya, banyak peristiwa sejarah didalamnya. Tidaklah patut jika bulan Ramadhan kita maknai sama dengan sebuah festival, di mana hiburan ikut diprioritaskan.
Meskipun bulan suci kali ini banyak masjid yang menutup diri dari sholat tarawih dan tadarus, bukankah kegiatan ini bisa kita alihkan di rumah? Boleh saja kita memeriahkan bulan suci. Akan tetapi tidak boleh sampai menutupi esensi dari bulan suci ini.
Namun yang selama ini terjadi adalah masyarakat terbelenggu akan sebuah framing yang salah untuk menghidupkan bulan suci. Bertahun-tahun lamanya masyarakat kita memaknai Ramadhan seperti sebuah festival besar. Banyak biaya tak terduga harus dikeluarkan. Kini pandemi Covid19 seolah mengingatkan masyarakat untuk lebih memilih di rumah menghemat pengeluaran, tidak bergaya hidup mewah, serta memperbanyak sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan.
Sudah saatnya masyarakat kita memahami arti yang sebenarnya dari Ramadhan ini. Yaitu menghidupkan dengan ibadah, amal sholeh, mengkaji Islam, serta memahami urgensitas syariat Islam. Sebab kita perlu membuktikan kepada Allah bahwa, kita sebagai hamba yang pantas untuk memperoleh perlindungan, rahmat dan ridaNya. Dengan kembalinya kita kepada syariat Allah, maka ini menjadi jalan agar Allah segera menurunkan pertolonganNya, berupa kemenangan Islam yang sebentar lagi kita sambut.