Oleh: Mulyaningsih, S. Pt
(Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga)
#MuslimahTimes — Video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar viral di media sosial. Sehan Landjar geram karena mekanisme pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat dianggap sulit.
“BLT-nya kapan? Masih mau buka-buka rekeninglah, inilah, kriteria macam-macam. Negeri sudah mau bangkrut menteri-menteri masih pada ngeyel semua,” kata Sehan dalam video berdurasi 2.20 menit tersebut.
Sehan membenarkan video tersebut. Dikatakannya mekanisme pemberian BLT tersebut terbilang menyulitkan warga. Warga, menurutnya, tak bisa harus menunggu lama untuk mendapatkan bantuan itu.(m.detik.com, 26/04/2020)
Dari sisi lain, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, melalui pemantauan media sosial Twitter awalnya terlihat publik menyambut baik kebijakan pemerintah menetapkan sejumlah bansos. Implementasi penyaluran bansos yang tidak terarah dan tumpang tindih dianggap menjadi penyebab masyarakat tidak lagi memandang program bansos secara positif. Dikhawatirkan, jika tidak ada perbaikan maka akan berujung pada konflik sosial di lingkup masyarakat. (katadata.co.id, 26/04/2020)
Jagad dunia maya diramaikan oleh komentar protes dari berbagai pihak terkait dengan dan rumitnya masyarakat dalam mengakses bantuan yang gulirkan oleh pemerintah pada kasus penanganan pandemi ini. Masyarakat menilai bahwa data yang disajikan pemerintah sangat tidak adil karena kegandaannya. Belum lagi sasaran penerima bantuan itu ternyata banyak yang salah. Ditambah lagi, orang-orang yang berada di lingkungan pengusa saja yang berhak untuk mendapatkannya.
Misalnya saja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, yang terdata sebagai salah satu penerima bansos. Karena hal ini, Pemprov DKI Jakarta dianggap asal dalam menyalurkan bansos.
Tak hanya di Jakarta, di Jawa Timur, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur, Achmad Amir, menceritakan bantuan antara pemerintah provinsi dan tingkat desa yang tumpang tindih. Lalu, masyarakat yang berada di rumah hanya mendapat masker dan sembako. Tapi, mereka yang keluyuran malah dapat bantuan lebih. (vivanews.com, 24/04/2020)
Akhirnya banyak protes yang terlontar, mulai dari protes dari pihak RT atau RW hingga kepala desa. Begitu pula dengan Bupati Boltim yang tersaji di atas. Beliau sangat kesal dan marah terhadap para menteri, bahkan sampai mengumpat. Itulah sebenarnya perasaan rakyat di berbagai daerah.
Rakyat harus menempuh mekanisme administrasi yang ribet dan berbelit. Itulah gambaran yang tercipta di sistem sekarang ini. Untuk mendapatkan haknya saja rakyat harus bersusah payah, belum lagi kepastian mereka mendapatkannya belum terjamin.
Penyaluran dana BLT sebesar 600 ribu selama 3 bulan ini merupakan kebijakan penyesuaian untuk penanggulangan Covid 19 dari pengalihan dana Desa. Sebesar 22 Triliun atau sekitar 35% dana desa akan dialokasikan untuk kurang lebih 12 juta penduduk desa.
Melihat pada besaran dananya tersebut sangat jelas tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.selama masa pandemi (kebijakan pembatasan fisik). Apalagi BLT tersebut tak menjangkau pada seluruh masyarakat yang terkategori miskin. Ditambah lagi dengan fenomena masyarakat yang akhirnya turun kelas karena dampak dari pandemi ini.
Akan menjadi hal yang wajar jika selalu muncul masalah susulan ketika sistem yang diterapkan bukan berasal dari Islam. Masalah penyaluran bantuan selalu saja menemui pada suatu persoalan yang sama dari dulu sampai sekarang. Dari data yang ganda, salah sasaran, dan diperparah lagi dengan mekanisme yang berbelit. Belum lagi, jumlah dana yang diberikan kepada masyarakat jauh dari kata cukup. Membuat miris dan sedih. Sehingga lontaran yang disampaikan oleh masyarat bahwa rezim ini pelit dan berbelit sungguh benar adanya.
Amat jauh sekali dengan watak dari pemimpin Islam. Ia selalu amanah akan tanggung jawab yang ada di pundaknya. Segala tindakannya tidak lepas dari syariat Islam sehingga kebijakan yang hadir pun tentunya tak membuat rakyat makin sulit. Rakyat tentunya menjadi hal utama dan pertama yang selalu dipikirannya.
Apalagi di masa pandemi ini, pemimpin wajib memberikan jaminan kebijakan yang sesuai. Artinya adalah sesuai dengan kebutuhan rakyat. Mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan rakyat. Serta dengan meminumkan administrasi yang ada. Mudah, cepat, dan tepat sasaran menjadi hal yang utama. Dan besarnya bantuan yang akan diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing per individu.
Mestinya mereka tahu dan selalu takut menjadi penguasa yang dilaknat dan didoakan dengan doa makbul rasulullah ﷺ.
وَمَنْ وَلِيَ مِنْهُمْ شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَعَلَيْهِ بَهْلَةُ اللَّهِ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا بَهْلَةُ اللَّهِ قَالَ : لَعْنَةُ اللَّهِ } رَوَاهُ أَبُو عَوَانَة فِي صَحِيحِهِ
“Dan barangsiapa memimpin mereka dalam suatu urusan lalu menyulitkan mereka maka semoga bahlatullah atasnya. Maka para sahabat bertanya, ya RasulAllah, apa bahlatullah itu? Beliau menjawab: Laknat Allah’. (HR Abu ‘Awanah)
Akan sangat wajar adanya jika rakyat akhirnya menilai pemerintah berbelit dan pelit dalam hal mengeluarkan dana sebagai haknya. Akan jauh berbeda ketika Islam diterapkan dalam kehidupan dalam naungan khilafah.