Oleh Mina Uthaiba, S.Pd
Alumni Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
#MuslimahTimes — Pengamat sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mengatakan corona memang berimbas pada semua aspek kehidupan masyarakat. Dari mulai pengangguran, peningkatan angka kemiskinan, hingga kejahatan. Ubedilah juga menyoroti pembebasan napi saat pandemi corona. Menurutnya, sekitar 15 atau 20 persen napi yang dibebaskan memiliki kecenderungan untuk kembali berbuat jahat (cnnindonesia.com).
Maka, pernyataan itu benar adanya dengan dikuatkan bukti salah satu kasus bunuh diri yang diduga karena masalah pekerjaan yang harus dirumahkan/PHK dampak dari pandemic. Berdasarkan keterangan adik korban, yang bersangkutan memiliki masalah pekerjaan. “Kalau penyebab persisnya kami enggak tahu, tapi menurut adiknya memang sebulan lalu korban dirumahkan atau di-PHK, menurut dia seperti itu,” tutur dia (cnnindonesia.com).
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Reza Indragiri mengatakan keterbatasan gerak selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat masyarakat banyak yang tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Rasa frustasi itulah yang menurut Reza bisa memicu seseorang untuk melakukan tindak kekerasan dan kejahatan. Apalagi masa pandemi dan PSBB diterapkan jelang Ramadan di mana kebutuhan masyarakat makin meningkat (cnnindonesia.com).
Kebijakan pembebasan napi lewat program asimilasi dan integrasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 juga mendapat respon berupa tindakan gugatan dari sejumlah aktivis hukum yang tergabung kelompok masyarakat sipil. Mereka menyebut bahwa kebijakan tersebut telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat saat pandemi corona (covid-19) saat ini.
Dalam petitumnya, Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Boyamin Saiman mengatakan bahwa penggugat meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan program asimilasi yang telah disetujui oleh Menkumham RI itu dilakukan secara tidak memenuhi syarat sehingga merupakan suatu perbuatan melawan hukum (cnnindonesia.com).
Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk meredam imbas sosial ekonomi wabah corona, di antaranya kebijakan pembebasan narapidana lewat program asimilasi dan integrasi, merumahkan/PHK para pekerja, pemberlakuan PSBB dan seperti telah disampaikan sebelumnya kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan tersebut mendapat banyak kritik serta ketidaktepatan dalam mengatasi penanganan dampak sosial ekonomi akibat wabah corona (covid-19).
Di tengah maraknya kerusakan masyarakat berupa kriminalitas, perselisihan hingga bunuh diri namun tindakan penanganan yang di lakukan pemerintah malah kontraproduktif. Misalnya asimilasi napi di tengah wabah corona menimbulkan keresahan masyarakat serta rasa tidak aman karena berpotensi besar mantan napi tersebut kembali mengulangi kejahatannya.
Kemudian kebijakan merumahkan para pekerja/PHK untuk mengurangi imbas sosial ekonomi ditengah wabah corona yang efeknya mengakibatkan kerugian besar bagi kehidupan para pekerja di duga hingga sampai melakukan bunuh diri menjadi koreksi serius untuk mempertanyakan bagaimana tanggungjawab sang pemangku kebijakan negeri ini.
Kebijakan setengah hati yang lahir dari pijakan sistem sekuler-kapitalis yang berorintasi materialis ini telahmembuat semakin parahnya kerusakan ditengah masyarakat. Kehidupan serta nyawa rakyat terabaikan, jangankan mengurusi, memfasilitasipun tidak.
Hadirnya wabah corona ini harusnya menjadi pembuktian bagi penguasa untuk mengambil kepercayaan rakyat yang telah lama hilang dari awal penguasa ini berkuasa, dengan memberikan pengurusan yang maksimal kepada rakyatnya, memenuhi kebutuhan rakyatnya diantaranya pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lainnya.
Namun sekali lagi itu hanya mimpi, sebab sistem sekuler-kapitalis tidak akan pernah melahirkan pemimpin yang adil, bijaksana serta mencintai rakyatnya. Kebijakan yang lahir dari sistem sekuler-kapitalis berorientasi materialis, keuntungan belaka bagi orang-orang yang memiliki modal serta kepentingan pribadi sehingga dengan modal itulah mereka menyetir kebijakan yang dibuat sendiri untuk keuntungan mereka. Nasib Rakyat Bodo Amat, Ketika Kapitalis Menjabat. Begitulah cara kapitalis bekerja.
Betapa nestapanya penderitaan rakyat dalam menghadapi masalah kehidupannya di tengah wabah hari ini. Keberadaan penguasa dengan kebijakannya yang lahir dari sistem sekuler-kapitalis nyatanya menambah beban rakyat. Rakyat terkesan berjuang sendiri, membiayai hidup sendiri dengan segala cara yang dilakukan agar bisa bertahan hidup sementara pihak yang bertanggungjawabdalam hal ini penguasa telah gagal mengurusi rakyatnya di tengah pandemi.
Kerusakan yang terjadi di tengah masyarakat akibat diterapkannnya kebijakan rusak yang lahir dari sistem sekuler-kapitalis harus membuat kita sadar bahwasanya sistem ini harus segera disingkirkan dari kehidupan selama-lamanya. Karena bertahan apalagi mengharap solusi dari sistem ini jelas hanya akan mendapat kesengsaraan berkepanjangan.
Masyarakat membutuhkan penanganan secara menyeluruh ditengah wabah corona ini. Negara, dalam hal ini penguasa bertanggung jawab mengurus kehidupan rakyatnya serta mensupport dengan memfasilitasi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, seperti memberikan fasilitas pendidikan, kesehatan, ekonomi bahkan kebutuhan pribadipun akan diberikan dan seluruh pemberian itu diberikan dengan pemberian terbaik bahkan secaracuma-cuma/gratis.
Negara juga tidak sekedar menyelesaikan dampak fisik, negara berperan penting untuk membentuk masyarakat yang kuat iman dan memiliki ketahanan mental & fisik untuk menjalani hidup saat kondisi pandemic. Tentunya kebijakan ideal seperti itu tidak akan pernah lahir dari sistem sekuler-kapitalis. Pengurusan Ideal seperti itu hanya lahir dari sistem Islam dengan pemimpinnya yang dibentuk berdasarkan keimanan, ketaqwaan serta rasa takut kepada Allah swt. Inilah pemimpin yang akan menjadi pelayan bagi rakyatnya tanpa mencari bahkan berniat untuk mencari keuntungan dengan memalak rakyatnya, apalagi ditengah musibah yang melanda kehidupan rakyatnya hari ini.
Wallahu’alam.
Sumber Foto : Tirto