Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimahtimes– Pemerintah mengumumkan, besaran iuran BPJS Kesehatan bagi kelas I, II, dan III untuk peserta mandiri kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) resmi berubah mulai 1 Juli 2020.
Aturan tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang baru saja dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Kompas TV, 12/5/2020).
Menurut Menteri Ekonomi Sri Mulyani kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dan meskipun ada kenaikan iuran, pada praktiknya pemerintah juga tetap membantu kelompok masyarakat rentan dengan memberikan subsidi.
Subsidi yang dimaksud yakni diperuntukkan bagi peserta mandiri PBPUdan BP untuk layanan kesehatan kelas III. Sri Mulyani menambahkan, apabila memang ada peserta PBPU dan BP kelas I dan II yang merasa keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, bisa turun kelas menjadi peserta kelas III ( Kompas TV, 15/5/2020).
Setelah mengalami alotnya pengambilan keputusan apakah dinaikkan atau tidak ternyata pemerintah lebih memilih untuk menaikkan besaran iuran BPJS.
Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini urusan kesehatan menjadi urusan yang sangat pokok dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, lihatlah apa yang dikatakan oleh pemerintah jika masyarakat tidak mampu mengakses pelayanan golongan I dan Ii maka dipersilahkan untuk turun ke golongan III.
Sekilas alternatif ini terlihat seperti membela kepentingan rakyat, namun pada hakekatnya, kebijakan ini menyakiti rakyat. Masa pandemi, tak hanya berurusan dengan kesehatan rakyat, namun juga ada ancaman kelaparan sebab gelombang PHK masih terus terjadi. Banyak perusahaan gulung tikar karena mandegnya proses distribusi. Pasar melemah, berikutnya daya beli masyarakat juga melemah. Baik tingakt nasional maupun internasional.
Tak hanya itu, beban rakyat pun makin berat dengan kebutuhan hidup yang lain yang juga mengalami kenaikan seperti listrik dan BBM. Inilah bukti nyata bahwa pemerintah bukan penjamin kesehatan umat secara penuh.
Kesehatan adalah kebutuhan asasi setiap orang dimana aturan internasionalpun sepakat wajib dipenuhi oleh institusi negara. Namun paradigma ini akan dilibas habis jika sebuah negara itu mengadopsi Kapitalisme. Indonesia fix mengadopsi sistem kapitalisme, buktinya, penjaminan kesehatan diberikan kepada pihak swasta, dibagi perkelas dan layanan kesehatannya yang berhak diperoleh disesuaikan dengan kelas pembayaran iuran. Makin tinggi kelas, makin banyak nominal iuran yang dibayarkan maka berhak atas sejumlah fasilitas lebih dari plafon kelas di bawahnya.
Sejatinya BPJS bukanlah roller coaster yang itu bisa dinaikkan dan diturunkan seenaknya . Juga tidak harus ada pembagian kelas yang disesuaikan dengan kemampuan bayar umat. Namun dalam Islam jaminan kesehatan adalah hak pokok setiap warga negara . Dimana negara wajib memenuhi layanan kesehatan individu per individu 100%, baik ia kaya maupun miskin dan apapun agama, warna kulit, bahasa serta rasnya. Sepanjang ia menjadi warga negara Daulah Islam maka ia berhak menikmati pelayanan kesehatan secara maksimal dan dengan kualitas terbaik.
Negara dengan berlandaskan sistem Islam memiliki kekuatan yang sangat penuh dan strategis terhadap akses-akses ekonomi penyangga kesehatan dan hajat hidup orang banyak lainnya. Yaitu, ada kepemilikan negara dan umum yang itu dikelola oleh negara dan diberikan kepada rakyat berupa fasilitas kesehatan,pendidikan dan lain sebagainya . Diberikan kepada rakyat secara cuma-cuma.
Tak hanya itu, pemerintahan Islam juga mendorong kepada tegaknya penemuan terbaru terkait kesehatan dan obat-obatan . Mengembangkan pula industri yang berhubungan dengan kesehatan, alat kesehatan dan berbagai obat-obatan. Sehingga negara mampu memberikan pelayanan yang terdepan bagi rakyatnya. Tanpa harus tergantung pada negara lain.
Sungguh ini bentuk kezaliman yang nyata di mana negara secara terus-menerus mengambil keuntungan dari umat, tanpa pernah memberikan hak rakyat secara penuhm Padahal rakyat telah terbebani dengan biaya hidup yang tinggi dan pembayaran pajak yang mencekik, guna menggaji penguasa dan seluruh kabinet di dalamnya.
Maka, bisa dipahami mengapa persoalan kesehatan di negara ini tidak pernah beranjak menjadi lebih baik lagi . Justru dari tahun ketahun makin buruk. Kesalahan paradigma yang dibangun oleh pemerintah terkait kesehatan inilah penyebabnya. Bahwa negara berdiri sebagai regulator kebijakan bukan sebagai junnah atau perisai umat. Wallahu a’ lam bishshowab.