Oleh: Erni Misran
(Peminat Kajian Lingkungan dan Keluarga; Member Revowriter)
#MuslimahTimes — Berita kelahiran sejatinya menyebarkan suasana kebahagiaan. Biasanya kaum kerabat, tetangga, dan teman akan memberikan ucapan selamat, berkunjung, dan memberikan bingkisan setelah mendengar berita kelahiran itu. Sungguh membahagiakan, terutama bagi keluarga yang baru mendapatkan buah hati.
Begitu pula yang saya rasakan kala melahirkan anak ketiga kami, Ulwan. Perhatian dari teman dan tetangga tak mengurangi rasa sukacita kami sekalipun saya melahirkan jauh dari sanak keluarga. Ya, kala itu kami tengah menetap di tanah perantauan, Malaysia.
Suatu kali, di akhir masa nifas, saya mengikuti liqo’ perdana pengajian kelompok kami setelah vakum karena Idul Fitri. Di akhir pertemuan, murabbi kami yang baru kembali dari tanah air, memberikan sebuah bingkisan kepada saya sambil mengucapkan selamat atas kelahiran sang anggota baru.
“Ini untuk ummi-nya saja, ya,” ujarnya sambil berpamitan pulang.Saya menerima pemberian sang murabbi sambil mengucapkan terima kasih.
‘Mengapa hadiahnya untuk saya, ya? Biasanya kan hadiah yang diberi adalah untuk bayi yang baru lahir,’ saya membatin.
“Dedek Ulwan kan sudah dapat banyak kado…,” sambung murabbi saya, seolah bisa membaca pikiran saya.Kedua orang teman saya meminta saya untuk membuka bingkisan tersebut, sepertinya mereka penasaran dengan isinya. Saya pun menuruti keinginan mereka.
“Wah, bagusnya!” seru saya kala mendapati sebuah kerudung hitam halus yang cukup lebar. Saya sangat senang membayangkan betapa nyamannya saya menyusui di balik kerudung itu. Lagi pula, saya memang berencana untuk membeli kerudung hitam yang baru.
“Senengnya ya Kak, diperhatikan seperti ini,” ujar salah seorang teman saya. “Waktu saya melahirkan si sulung, murabbi saya yang dulu memberi hadiah daster yang berbelah depan. Nyaman bangetKak, bahannya. Pas banget dengan kebutuhan,” sambung sang teman.
Ya, karena sibuk dengan persiapan menyambut si kecil, para ibu biasanya lupa menyiapkan kebutuhan untuk dirinya sendiri.
Teman saya yang satu lagi juga menceritakan betapa bahagianya ia ketika seorang temannya datang berkunjung sambil membawa sayur asem dan ayam goreng berempah. Mungkin lauk tersebut hanya biasa saja, namun baginya menjadi sangat istimewa. Maklumlah, saat belum mampu turun ke dapur, suaminyalah yang mempersiapkan makanan untuk keluarga. Jadi, menu utamanya selalu sayur rebus dengan garam dan bawang merah. Alahai, itulah risiko perantau yang melahirkan jauh dari sanak saudara!
Saya pun kemudian teringat dengan seorang teman yang tak hanya memberikan hadiah untuk Ulwan. Seperti paham dengan perilaku anak-anak, teman saya itu juga telah mempersiapkan hadiah untuk anak kedua saya, Kamil. Usia Kamil dan Ulwan berjarak sekitar 2,5 tahun. Kamil termasuk jealous pada saat awal kehadiran Ulwan. Tapi, ketika ia dan adiknya sama-sama mendapat bingkisan, Kamil pun bersikap manis kepada adiknya.
Pada lain waktu, saya juga mendapat hadiah berupa buku dari seorang teman. Isinya tentang cara mendidik anak untuk menjadi generasi Qur’ani. Orangtua memang berperan sebagai role model. Kalau ingin memiliki anak yang shalih, maka kita pun hendaknya menjadi orangtua yang shalih pula, bukan?
Jadi, tak hanya untuk si kecil yang baru lahir. Berilah juga perhatian dan hadiah untuk orangtua, terutama si ibu yang baru melahirkan, kala menyambut berita kelahiran.