Menjaga Spirit Ramadhan Pasca Idul Fitri
Oleh: Hany Handayani Primantara, S.P.
.
Muslimahtimes – Taqobbalallahu wa minna wa minkum wa siyamana wa siyamakum. Ramadan telah berlalu, bulan Syawal kini menyapa kita. Kemenangan di hari nan fitri pun diraih dengan sukacita. Walau ada yang berbeda dengan Idulfitri kali ini, yang mungkin tak akan terlupakan oleh kita dan menjadi sebuah catatan sejarah sendiri.
Ya, Idulfitri kali ini istimewa lantaran kita masih diuji oleh wabah corona. Sebuah wabah akibat virus yang telah menyerang sebagian besar wilayah dunia. Betul, wabah ini bukan hanya menyerang di Indonesia. Maka dampaknya terhadap dunia nampak nyata.
Mulai dari perekonomian yang kian merosot, tingkat kematian akibat corona yang menanjak tinggi. Memakan korban tak sedikit, termasuk di dalamnya mereka pejuang di gugus terdepan. Yakni para praktisi kesehatan. Semoga amal baik mereka jadi sebuah hujah dihadapan Allah Swt karena meninggal dalam keadaan baik di waktu yang baik pula. Aamiin.
Pertanyaan yang senantiasa timbul pasca idulfitri biasanya adalah apa kabar spirit ibadah kita usai ramadhan? Apakah masih panas membara pasca idulfitri? Ataukah sudah menampakkan tanda-tanda penurunan yang signifikan? Jika demikian, bagaimana agar kita tergolong orang-orang yang bisa menjaga spirit Ramadhan walau idulfitri telah usai?
Berbicara mengenai spirit maka tak afdol rasanya jika kita tak menguliti makna dari kata spirit itu sendiri sebelum membahas lebih jauh lagi. Menurut KBBI spirit adalah semangat yang tinggi merupakan salah satu faktor kemenangan. Bisa juga dimaknai sebagai jiwa, sukma atau ruh.
Sedangkan dalam pandangan Islam ruh pernah dijabarkan oleh syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Mafahim Islam bahwa definisi dari ruh adalah idrak sillah billah atau kesadaran akan hubungan antara dirinya terhadap rabb-Nya.
Dari definisi diatas bisa dimaknai bahwa dalam menjaga spirit ramadhan diperlukan beberapa poin. Diantaranya adalah pertama, harus menumbuhkan kesadaran idrak sillah billah atau spirit dalam diri kita terlebih dahulu. Karena amalan yang didorong oleh kesadaran penuh oleh si pelaku akan mentajasad dalam dirinya dan akan lebih kuat serta tidak mudah goyah oleh godaan setan.
Bagaimana agar bisa menumbuhkan ruh atau spirit tadi? Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Imran ayat 190: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” Maka bisa diambil sebuah makna bahwa berfikir adalah satu-satunya cara untuk menumbuhkan spirit keimanan.
Manfaatkan potensi akal yang sudah Allah anugerahkan kepada kita dengan cara berfikir. Hal ini bisa dilakukan dengan cara bertanya pada diri sendiri tentang tiga hal. Darimana kita berasal, untuk apa kita di dunia ini dan akan kemana kita setelah kehidupan ini.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan merangsang kita untuk lebih mengenal siapa kita, siapa pencipta kita dan apa tujuan hidup kita di dunia ini. Dari kesadaran inilah maka akan tumbuh sikap tunduk, taat, taslim terhadap aturan Rabb-Nya yang sudah ditetapkan. Maka mulailah untuk mempelajari segala petunjuk yang berupa aturan tersebut.
Firman Allah dalam quran surat An Nahl ayat 89: “Dan kami turunkan kepadamu Al kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Apakah cukup sampai disini dalam menjaga spirit? Tentu tidak. Kedua, tumbuhkan suasana keimanan yang terus-menerus memanas. Layaknya sebuah kompor menyala yang mampu memengaruhi wajan dan akhirnya membuat masakan matang. Begitu pula suasana keimanan perannya sangat penting agar amalan kita tetap terjaga dalam segala kondisi.
Suasana keimanan seseorang itu bisa naik dan turun, tergantung orang tersebut. Jika dia condong pada kemaksiatan maka akan berpengaruh pada amalannya, begitu pula sebaliknya. Jika dia condong pada ketaatan maka amalannya akan terus panas dan mampu memengaruhi orang-orang disekitarnya. Lantas bagaimana caranya agar suasana keimanan ini tetap “ngegas” ?
Berkumpul dengan orang-orang soleh, berziarah kepada mereka meminta nasihat, bahkan para sahabat justru menyengaja untuk saling mengunjungi karena hal itu akan sangat berpengaruh pada keimanan mereka walau hanya sekedar melihat wajahnya saja. MasyaAllah. Dan hal ini tak akan mungkin tercapai jika kita tak tergabung dalam sebuah jamaah dakwah.
Jamaah yang tak hanya diadakan lantaran event tertentu saja. Jamaah yang sifatnya kondisional dan sekedar dibentuk karena tuntutan atau permintaan semata. Namun sebuah jamaah yang benar-benar menyuarakan Islam. Sebuah wadah yang bercita-cita agar Islam menjadi nafas dalam setiap aspek kehidupannya. Sebuah jamaah yang berani melakukan amar maruf nahi mungkar. Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Begitulah Allah berfirman dalam surat Al Imran ayat 104: “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Terakhir dan yang paling pamungkas adalah adanya penerapan syariah Islam oleh seorang pemimpin negara. Fungsinya sebagai pemangku kebijakan sekaligus kontrol secara keseluruhan yang mampu menjaga spirit ramadhan agar tetap berada dalam jalurnya.
Poin pertama dan kedua tak akan lebih kuat jika tak ditunjang oleh poin terakhir ini. Ibarat sebuah pohon, pohon yang berasal dari benih yang unggul (spirit individu) akan bisa tumbuh dengan baik jika ditanam dalam media tanam yang subur (jamaah dakwah). Dan akan mampu menghasilkan anakan yang banyak dan bagus jika diberi pupuk (penerapan syariah).
Walhasil dengan ketiga poin itulah maka spirit ramadhan kita insyaallah akan tetap terjaga pasca Idulfitri. Maka selayaknyalah kita menengadahkan tangan kita seraya berdoa sesuai firman Allah dalam surat Al Imran ayat 8: “Wahai tuhan kami, janganlah engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha pemberi”.
Wallahu’alam bishowab.