Oleh : Novi Apriliani
(Entrepreneur & Pegiat Media Komunitas Muslimah Rindu Surga Bandung)
#MuslimahTimes — Dunia sedang menghadapi krisis besar yang bermula dari krisis kesehatan/pandemic covid 19. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, mengalami krisis ekonomi pada tahun ini. Ketidakpastian mengenai kapan berakhirnya pandemi ini dikhawatirkan akan membuat perekonomian semakin jatuh.
Dikutip dari republika.co.id, Kepala ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean, melihat krisis ekonomi global 2020 ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan krisis 1997-1998 maupun krisis ekonomi 2008. Menurutnya, dibutuhkan solusi global untuk bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini.
Sulit dipercaya, namun krisis khususnya di bidang ekonomi memang benar terjadi. Krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi ini bahkan benar terjadi secara global. Oleh karena itu, Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa meluncurkan panel tingkat tinggi beranggotakan para ahli di bidang ekonomi, keuangan, dan kesehatan untuk membantu para menteri, gubernur bank sentral, dan pejabat senior dari negara-negara Asia Tenggara untuk mengidentifikasi langkah-langkah pemulihan pasca pandemi virus Corona (Covid-19).
Asakawa menilai, pandemi corona sangat mungkin menimbulkan gelombang kedua dan ketiga yang kemudian akan berdampak pada kemerosotan ekonomi yang lebih dalam lagi. Saat ini saja, berbagai negara sudah dihadapkan pada tantangan besar akibat pandemi yang berdampak pada masyarakat dan dunia usaha. Maka dari itu, pembelajaran penting yang dialami setiap negara dinilai dapat bermanfaat bagi negara-negara lain dalam menanggulangi dampak pandemi (kontan.co.id, 11/06/20)
Selama hampir enam bulan berlangsung, makin nampak betapa sistem politik, ekonomi dan kesehatan yang berjalan saat ini di berbagai negara belum berhasil dan bersegera dalam mengatasi masalah pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung saat ini. Kegagalan yang dialami oleh mayoritas negara-negara di dunia ini bisa dianggap sebagai bukti bahwa sistem kapitalis demokrasi yang juga mayoritas dianut negara-negara tersebut tidak bisa mengatasi pandemi ini.
Maka wajar jika rakyat membutuhkan sebuah sistem alternatif yang pernah secara gamblang membuktikan keberhasilan mencegah penyebaran wabah. Sistem tersebut adalah Khilafah Islam, yang salah satunya pada masa Umar bin Khatthab pernah berhasil mengentaskan wabah penyakit serta mengembalikan stabilitas ekonomi di sana.
Akan tetapi, saat gaung Khilafah marak terdengar saat ini, khususnya pada masa krisis akibat pandemi, ada kalangan yang meragukan solusi tersebut. Diterbitkan di harakatuna.com pada April lalu, ada sebuah meme yang menunjukkan opini seseorang yang menyatakan “Orang kena Corona solusinya dikasih obat, bukan dikasih Khilafah.”
Menjawab opini tersebut, sesungguhnya “obat” yang dibutuhkan oleh sebuah wabah adalah sistem dengan penanggulangan penyakit yang telah teruji dan terbukti. Mengapa sebuah sistem yang tepat mampu mengentaskan wabah? Karena sebuah negara dengan sistem paripurna mampu untuk mencari solusi terbaik agar saat wabah melanda, tidak banyak rakyat yang menjadi korban dari wabah tersebut.
Sejarah mencatat bahwa pada saat wabah black-death melanda Eropa, tak kurang dari50 juta jiwa melayang sebagai korban. Bahkan pada saat itu tidak tercatat penanganan yang signifikan. Sedangkan wabah pes ini juga melanda Kekhilafahan Ustmani khususnya wilayah Granada (Spanyol saat ini). Dalam penyebarannya, wabah atau tha’un dinilai bisa meluas akibat adanya kontak. Sehingga dalam penanggulangannya, Islam memiliki cara yang khas untuk memutuskan berjangkitnya wabah di suatu negeri, Rasulullah saw bersabda:
عَنْالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَأَنَّهُقَالَإِذَاسَمِعْتُمْبِالطَّاعُونِبِأَرْضٍفَلَاتَدْخُلُوهَاوَإِذَاوَقَعَبِأَرْضٍوَأَنْتُمْبِهَافَلَاتَخْرُجُوامِنهَا
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam bahwa beliau berkata: “Jika kalian mendengar adanya tha’un di suatu daerah, maka jangan memasuki daerah tersebut; dan ketika kalian berada di dalamnya (daerah yang terkena tha’un), maka jangan keluar dari daerah tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, seorang ulama asal Granada, Ibnu al-Khatib menurut William B. Ober dan Nabil Alloush dalam “The Plague at Granada 1348–1349: Ibn Al-Akhatib and Ideas of Contagion” yang terbit dalam Bulletin of the New York Academy of Medicine menuliskan beberapa rekomendasi pengobatan juga menekankan bahwa tha’un adalah penyakit menular sehingga bisa dicegah penyebarannya dengan melakukan tindakan isolasi (historia.id)
Selain tindakan tegas dari penguasa dan ulama di wilayah Khilafah untuk memutus mata rantai penyebaran virus, wabah smallpox yang melanda Khilafah Usthmani pada Abad 19 turut membangkitkan kesadaran di kalangan penguasa tentang pentingnya vaksinasi smallpox (cacar). Khalifah memerintahkan pada tahun 1846 penyediaan fasilitas kesehatan untuk vaksinasi terhadap seluruh anak-anak warga Muslim dan non-Muslim. Namun, wabah smallpox kembali terjadi pada tahun 1850 akibat banyaknya orangtua yang tidak menginokulasi anak-anak mereka. Khilafah menyatakan bahwa tindakan para orangtua yang lalai mengantar anak-anak mereka ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan vaksinasi telah melanggar syariah dan hak anak. Padahal Khalifah telah menyiapkan banyak sekali fasilitas kesehatan serta dokter dan profesional kesehatan lainnya (al-waie.id mengutip dari Demirci T, 2008).
Selain melakukan penanggulangan, pada masa Umar bin Al Khattab, seorang pemimpin yang bahkan menepiskan keinginannya untuk makan enak sebelum wabah hilang atau sebelum situasi ekonomi Khilafah pada saat itu membaik.
Semua contoh di atas merupakan tindakan tegas dan nyata dari para punggawa dan ulama yang hidup pada masa kekhilafahan. Bahkan khilafah sudah mencatat dengan tinta emas, bahwa tha’un berhasil dikendalikan serta penciptaan vaksin berhasil digalakkan.
Adapun, keberhasilan tersebut tidak semata-mata merupakan kebijakan dan kecerdasan manusia. Kebijakan dan kecerdasan dalam berpikir serta bersikap yang tercermin dalam diri pemimpin dan ulama di era Khilafah merupakan sebuah refleksi dari indahnya kepribadian Islam. Kepribadian Islam merupakan paduan yang kokoh yang terbentuk dari aqliyah dan nafsiyah yang benar sehingga pola pikir dan pola sikap yang dilakukan pun benar, yakni bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Sehingga, baik di tataran teoretis maupun praktis, hanya paradigma dan konsep-konsep Islam berupa syariah kaffah satu-satunya pembebas Indonesia dan dunia dari penderitaan ancaman global berbagai wabah juga bagi wabah Covid 19 ini. Berwujud pada sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam, yakni khilafah, yang bila diterapkan secara praktis akan menjadi solusi segera yang dapat dirasakan kebaikannya oleh dunia.
Sistem khilafah adalah perwujudan nyata berlakunya sistem ilahi, dan memperjuangkan tegaknya adalah jalan menjemput pertolongan Allah. Namun mengapa justru ada respon miring akan opini Khilafah ini?
Setelah era Daulah Islam pimpinan Rasulullah saw. berakhir, Khilafahlah satu-satunya sistem yang menerapkan syariah Islam secara sempurna. Inilah yang dipraktikkan Khulafaur Rasyidin. Bukan yang lain. Para ulama Ahlus Sunnah telah menyepakati kewajiban atas kaum muslim untuk menegakkan Khilafah ini.
Al-’Allamah Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii, mengatakan:
“Para imam mazhab telah bersepakat bahwa kaum Muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (An-Nawawi, SyarhShahîh Muslim, XII/205).
Maka tidak sepantasnya ada keraguan akan sistem pemerintahan yang diridhoi Allah swt ini. Karena sistem Khilafah Islam ini memiliki berbagai macam peraturan yang jelas dan sesuai dengan tuntutan Baginda Rasulullah saw.
Serta dalam menyikapi pandemi ini, sistem Islam memiliki solusi. Mulai dari langkah pencegahan diawal dan langkah-langkah dalam mengatasi saat pandemi ini berlangsung, yaitu meliputi pengelolaan/pengaturan pada sektor politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum dan hal-hal lain yang sudah diungkapkan di atas.
Menerapkan sistem Islam dimana segala sesuatunya berdasarkan aturan-aturan syar’i dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, agar keberkahan-Nya bisa kita semua rasakan. Bukan hanya bagi penduduk Muslim tetapi bagi penduduk non-muslim pun akan ikut merasakan keberkahan-Nya jika mau bersama-sama tunduk pada aturan syariat secara kaffah (menyeluruh).
Akhir kata, semoga firman Allah swt dalam QS Al A’rafayat 16 ini bisa menjadi obat bagi keraguan kita dalam memilih untuk tunduk dan taat pada sistem yang mendapat ridho dari Allah swt. Allah swt berfirman: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96).
Mari buang keraguan dan tanamkan bahwa Islam Kaffah adalah solusi hakiki semua krisis khususnya di masa pandemi. Wallahua’lambishshawab.