Siti Masliha S.Pd (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Muslimahtimes – Marah. Itulah reaksi kita saat ini ketika mendengar berita tentang predator seksual. Cerita ini seolah seperti lingkaran setan yang tidak ada ujungnya. Ingatan kita masih segar dengan sosok Reyhard Sinaga seorang predator seksual yang memakan banyak korban. Namun kasus ini hilang begitu saja. Belum tuntas kasus Reyhard timbul lagi kasus yang serupa. Sang predator mencari mangsa, korban di kemudian hari menjadi predator. Hal ini seolah menjadi kejahatan seksual turun temurun. Dan yang paling mengerikan adalah predator ini mekamakan korban yang tak sedikit. Bagi kita seorang ibu naluri kita akan meronta mendengar anak-anak bangsa menjadi korban predator seksual.
Polres Sukabumi merilis kasus pencabulan yang dilakukan FCR (23) alias ‘Bang Jay’ guru les musik. Hingga penyidikan terakhir sebanyak 30 orang korban telah menjalani pemeriksaan polisi. “Korban yang sudah kita periksa sebanyak 30 orang korban, 17 orang sudah kita laksanakan pemeriksaan detil dan P2TP2A Propinsi Jawa Barat. Kebanyakan dari sekitar tempat tinggal tersangka, dari informasi penyidik korban akan bertambah lagi,” kata Kapolres Sukabumi AKBP M Lukman Syarif saat menggelar jumpa pers, Senin (6/7/2020). Dijelaskan Lukman, hasil pemeriksaan korban mengalami pencabulan lebih dari satu kali. Perilaku menyimpang Bang Jay diduga akibat kekerasan seksual yang dia alami di masa lalu. (Detiknwes.com senin, 06/07/2020)
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melansir data tingkat kekerasan seksual anak selama 2019. Tercatat ada 21 kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban mencapai 123 anak yang terjadi di institusi pendidikan.”Korban mencapai 123 anak, terdiri atas 71 anak perempuan dan 52 anak laki-laki,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis yang dilansir Antara di Jakarta, Selasa (31/12). (Merdeka.com 31/12/2019).
Angka ini bukanlah angka yang kecil. Kasus ini jika dibiarkan akan menjadi bola salju yang suatu saat akan meledak. Butuh upaya yang serius dari semua kalangan agar dapat memutus mata rantai predator seksual. Bagaimana nasib bangsa kita kedepan jika generasi kita menjadi korban keganasan predator seksual?
Tontonan yang tidak mendidik menjadi salah satu faktor menjamur predator seksual. Film esek-esek (baca: film porno) dengan mudah diakses di sosial media dari berbagai kalangan tanpa saringan. Tontonan esek-esek dapat merangsang seseorang untuk berbuat hal yang serupa. Naluri seksual seseorang akan bangkit jika terjadi rangsangan dari luar.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
Menurut psikolog Rose Mini Agoes Salim yang merupakan pengajar dan Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, kecanduan seks prinsipnya sama seperti kecanduan game.
“Kecanduan seks itu sama seperti kecanduan game. Ketika hal itu tidak dilakukan setiap hari, rasanya tidak nyaman. Dan dia akan mengupayakan segala hal untuk mendapatkannya, entah lewat film, gambar, atau yang lain,” kata perempuan yang akrab disapa Romi itu kepada Kompas.com, Rabu (11/7/2018).
Seseorang dengan kecanduan seks muncul ketika ia terbiasa menonton film atau melihat gambar-gambar porno. Perilaku ini kemudian berkembang menjadi kebutuhan, atau lebih dari kebutuhan. Sebab, ia merasa tidak cukup bila hanya melakukannya satu atau dua kali dalam sehari. Pelaku tak pandang bulu dalam menyalurkan hasrat seksualnya. Pelaku menggunakan berbagai cara agar hasrat seksualnya bisa terlampiaskan. Hal ini yang membuat anak-anak menjadi sasaran empuk. Pelaku mengganggap anak-anak adalah korban yang mudah untuk di bujuk. Dengan sejumlah rayuan atau “iming-iming” sesuatu membuat hati anak-anak menjadi luluh. Dari situ pelaku melampiaskan nafsu bejatnya.
Selain tontonan faktor lain yang membuat tumbuh suburnya predator seksual adalah sekulerisme dan liberalisme. Bangsa kita adalah mayoritas muslim, namun agama tidak menjadi landasan bagi kehidupan sehari-hari. Kebebasan justru yang diagungkan dalam menentukan tingkah laku. Jelas dalam agama Islam kekerasan seksual adalah dosa besar. Namun kekerasan seksual meraja lela di negeri kita. Hukum-hukum Allah yang mengatur kehidupan sehari-hari dicampakkan. Hanya yang mengatur hubungan dengan Allah yang diterapkan. Akibatnya banyak terjadi pelanggaran hukum salah satunya kekerasan seksual. Manusia tidak mau tunduk kepada aturan Allah, dia menjadi budak hawa nafsunya sendiri. Akibatnya marak terjadi predator seksual di negeri muslim ini. Akankah kita halalkan azab Allah di negeri ini? Naudzubillah.
Selain sekulerisme dan liberalisme tidak adanya sanksi yang tegas menjadi salah satu tumbuh suburnya predator seksual di negeri ini. Sanksi yang diterapkan oleh negara tidak membuat jera bagi pelaku dan bagi yang lain. Jika kita lihat sudah berapa banyak orang yang di beri sanksi atas pidana predator sexsual? Jerakah dia? Apakah sanksi ini juga membuat orang lain untuk tidak melakukan kejahatan yang sama?
Jawabannya tidak. Sanksi yang dijatuhkan kepada predator seksual tidak membuat mereka jera pelakunya dan tidak dapat mencegah orang lain untuk melakukannya. Butuh ada sanksi tegas yang membuat jera sang pelaku dan mencegah orang lain untuk tidak melakukan kejahatan yang sama.
Sanksi ini bertujuan untuk memutus mata rantai predator seksual dan supaya bangsa ini tidak kehilangan generasi berkualitas. Mau berapa lagi anak-anak bangsa menjadi korban predator seksual? Jika tindakan predator seksual ini tidak diputus dari sekarang maka kita akan kehilangan generasi di masa yang akan datang. Generasi berkualitas pembangunan peradaban mulia.
Dari sini dibutuhkan peran dari semua pihak untuk memutus mata rantai predator seksual baik orang tua, masyarakat maupun negara. Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak harus mencurahkan segenep usahanya untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua membutuhkan ilmu dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua punya peran yang sangat penting dalam membersamai tumbuh kembang anak-anaknya. Pondasi aqidah atau keimanan adalah hal yang wajib bagi orang tua. Aqidah inilah yang menjadi landasan bagi anak-anak sampai dia dewasa dalam mengarungi kehidupan. Halal-haram menjadi patokan dalam bertingkah laku.
Peran masyarakat. Dalam islam masyarakat mempunyai kesadaran yang tinggi dalam menjalankan aturan dari Allah. Ketaqwaan menjadi pondasi di masyarakat dalam berinteraksi. Lebih dari itu masyarakat Islam memiliki kepekaan indera yang amat tajam terhadap berbagai gejolak di masyarakat. Apalagi jika ada kemungkaran yang mengancam keutuhan masyarakat. Amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian yang paling esensial sekaligus yang membedakan masyarakat Islam dengan masyarakat lainnya.
Pilar terakhir untuk memutus predator seksual adalah negara. Negara adalah eksekutor untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku predator seksual. Karena negara yang mempunyai wewenang atas penjatuhan sanksi. Kejahatan seksual dalam bahasa Arab disebut Jarimah Jinsiyah. Jarimah Jinsiyah adalah semua tindakan, perbuatan dan perilaku yang ditujukan untuk memenuhi dorongan seksual baik dengan wanita, atau sesama jenis atau dengan hewan. Semuanya dalam pandangan Islam hukumnya haram (Dr. Ali al-Hawat al jaraim al jinsiyyah hal 16).
Sebelum kita menyelesai permasalahan predator seksual di negara kita terlebih dahulu kita mengurai permasalah ini. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi predator seksual ini dan semua faktor tersebut harus diselesaikan. Seperti yang disampaikan oleh Imam Ghazali “agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa pondasi pasti runtuh. Sedangkan sesuatu tanpa kekuasaan, pasti hilang”. Akidah jelas meruparan pondasi kehidupan, baik bagi individu, masyarakat maupun negara.
Dengan begitu barang dan jasa yang diproduksi, dikonsumsi dan distribusikan di tengah masyarakat adalah barang dan jasa yang halal. Maka di dalam negara Islam tidak boleh ada barang dan jasa yang haram diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah masyarakat. dari sini gambar, VCD, situs, majalah, tabloid, acara televisi atau di sosial media yang berbau porno tidak akan ditemukan. Kerena itu memproduksi, mengkonsumsi dan mendistribusikannya dianggap sebagai tindakan kriminal.
Selain faktor barang dan jasa di atas, pada saat yang sama kehidupan pria dan wanita juga dipisah. Berkhalwat (berdua-duan) dan ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita juga diharamkan. Ikhtilath diperbolehkan di tempat umum dengan tujuan yang dibenarkan oleh Syara’ seperti jual-beli, umrah, haji, dan sebagainya. Dengan adanya pemisahan secara total dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara maka stimulasi rangsangan seksual ini pun bisa dihilangkan. Semua ini untuk memastikan agar pergaulan pria dan wanita dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara benar-benar sehat dan tidak memicu terjadinya tindak kriminal.
Ketika semua pintu yang mendorong terjadinya kejahatan seksual tersebut ditutup rapat mulai hulu hingga hilir maka hal ini akan memutus mata rantai kejahatan seksual di negara kita. Jika masih ada yang malakukan kejahatan seksual maka negara akan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku. Negara tidak akan menoleransi sedikitpun kejahatan seksual ini. Tujuan dari sanksi ini adalah Zawâjir (pencegah) berarti dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Jika ia mengetahui bahwa membunuh maka ia akan dibunuh, maka ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut. Juga sebagai jawâbir (penebus) dikarenakan dapat menebus sanksi akhirat. Adapun sanksi kejahatan seksual tergantung dari kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Jika pelaku berhasil membujuk korban dengan tipu muslihat, kekerasan, ancaman diberi uang, atau yang lainnya. Maka dia akan dihukum selama 4 tahun dan dicambuk. Pelakunya bisa laki-laki maupun perempuan, korbanya juga bisa laki-laki maupun perempuan.
Begitulah cara negara Islam mengatasi predator seksual. Dengan cara seperti ini, predator seksual ini bisa diatasi dari hulu sampai hilir. Inilah sistem Islam, satu-satunya sistem yang bisa menyelesaikan predator seksual ini dengan sempurna. Karena inilah satu-satunya sistem yang diturunkan oleh Allah SWT. Wallahu a’lam.