Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Muslimahtimes– Dilansir dari Bisnis.com tanggal 6 Juli 2020, Kemenkop UKM dan BRI Dorong Kebangkitan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Melalui Penyaluran Subsidi Bunga KUR. Ini diklaim sebagai salah satu bentuk nyata upaya kepedulian pemerintah yakni dengan digulirkannya program tambahan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Secara teknis, tambahan subsidi bunga yang dibayarkan pemerintah akan dimasukan ke rekening pinjaman debitur dan tidak dapat diambil secara tunai untuk cadangan beban pembayaran bunga atau meringankan pembayaran bunga bulan berikutnya.
BRI berperan aktif mengakeselerasi Program Pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional dan telah melakukan berbagai upaya untuk membantu debitur terdampak untuk tetap bertahan melalui program restrukturiasi, juga fokus untuk menjaga keberlanjutan usaha para pelaku UMKM dengan tetap menyalurkan Kredit khususnya di segmen UMKM pada dan sektor-sektor tidak terdampak langsung.
Menurut Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan menyampaikan, hal ini dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) bersama BRI dalam kaitannya penyelamatan dan recovery UMKM yang berada dalam kondisi sulit akibat terimbas pandemi COVID-19.
Perekonomian Indonesia memang semakin hari semakin melemah. Namun tidak hanya Indonesia, duniapun mengalami hal yang sama. BI memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh negatif -2,2%. Proyeksi pertumbuhan 5,2% baru tumbuh pada 2021,” Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan pandemi ini telah menurunkan pertumbuhan ekonomi global. Namun, pengaruhnya terhadap ketidakpastian keuangan kini mulai mereda setelah sempat memuncak pada Maret ( Bisnis.com, 17/5/2020)
Dampak pandemi Covid-19 memang luar biasa hingga tak bisa diketahui kapan berakhir. Faktanya di beberapa wilayah Indonesia masih zona merah namun fokus pemerintah sudah beralih kepada pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah UMKM, mengapa UMKM dan dengan basis riba pula?
Padahal, sudah banyak bukti bahwa transaksi riba bukanlah muamalah yang menguntungkan. Sebab ia akan senantiasa mencari orang oportunitis untuk terus menerus berutang hingga riba itu menenggelamkan diri dalam jebakan utang tak ada habisnya. Kerakusan penguasa jelas akan membahayakan rakyat. Sejahtera hanya isapan jempol yang tak akan terwujud.
Dalam Islam jalan mendapatkan harta terbatas pada apa yang dibolehkan hukum syara. Dan semua bertumpu pada keahlian atau kekuatan. Dan uang bukanlah komoditas. Sehingga bukan termasuk item yang dimuamalahkan. Kapitalis seringnya menyebut kelebihan manfaat dari pinjaman dengan bunga, sisa usaha atau jasa. Itulah akal-akalan kapitalisme yang berusaha merangsek merusak ekonomi Islam.
Pihak Bankpun sebagai lembaga keuangan tidak berhak memposisikan diri sebagai investor, sebab akad dari uang yang mereka miliki bukan semuanya untuk usaha, sebagian besar adalah uang tabungan nasabah. Seharusnya nasabah langsung yang bertransaksi dengan pelaku UMKM, sehingga terjadi akod yang syar’i. Namun Bankpun tak mendapat persetujuan wakalah ( perwakilan) dari nasabah tetap melakukan transaksi usaha hingga trilyunan rupiah. Akad fasad inilah yang tak akan membawa berkah.
Akad dengan riba ini pula jalan bagi negara asing untuk menguasai lebih dalam negeri ini. Kedaulatan dan kekuasaan hanya menjadi kue yang diperebutkan oleh asing dan menjadikan Indonesia kacung dan dibebani utang yang jumlahnya luar biasa, anak cucu kitapun belum sanggup membayarnya kecuali dengan mengganti sistem ekonomi dan politiknya.
Terlebih lagi, kebangkitan perekonomian yang disandarkan pada UMKM tak sebanding dengan jika negara mampu mengelola Sumber Daya Alam di negerinya. Allah SWT telah mengaruniakan negeri kaum Muslimin subur dan kaya sumber daya alam. Jika manusia sebagaimana disebutkan di dalam Alquran Surat Al-Baqarah : 30, sebagai seorang Khalifah dimuka bumi, maka tentu tugasnya adalah mengelolanya sesuai ketentuan Allah, berupa syariat. Bukan dengan menyerahkannya kepada investor asing dan menjualnya.
Negara Khilafah terbukti memiliki sistem keuangan yang solid. Sebab ada Baitul Maal yang salah satu pos pendapatannya adalah hasil pengelolaan SDA sebagai kepemilikan umum. Baik pendapatan maupun pengeluaran bebas dari riba ataupun cara-cara yang diharamkan Allah. Maka, sebesar apapun halangan dan proyek yang akan dibiayai, negara Khilafah mampu mewujudkannya. Saatnya beralih kepada solusi yang realistis dalam menumbuhkan ekonomi, no riba, no neoimperialisme. Wallahu a’lam bish showab.