Oleh : Fatimah Azzahra, S. Pd
Muslimahtimes – “Aku melahirkanmu untuk menjaga kakakmu”, kata sang ibu sambil memeluk anak laki-lakinya.
Hati lelaki kecil itu hancur. Ia merasa ibunya hanya mencintai kakaknya. Apalagi saat hujan, sang ibu terlihat hanya fokus pada kakaknya, hingga ia kebasahan. Semakin sakit hatinya, kala ia pulang membawa sabuk kenaikan tingkat seni bela diri yang ia ikuti justru ibunya memarahinya dan memukulnya. “Aku membiarkanmu ikut les bela diri agar kakakmu tak dipukuli”.
Runtuh sudah pertahanan lelaki kecil itu. Sakit tersayat hatinya. Ia juga ingin dicintai, ia juga ingin diperhatikan. Ia merasa diperlakukan buruk oleh ibunya.
Ya, ini hanya penggalan adegan di dalam drama korea “It’s okay to be not okay”. Tapi, cuplikan yang saya tulis banyak dirasakan oleh anak terhadap orang tuanya. Baik ibu atau ayahnya. Sakit yang terbawa hingga dewasa, inner child.
Bittersweet, saat tahu seharusnya tak boleh merasa begitu pada orangtua. Tapi, rasa sakit itu nyata dan masih sangat jelas terasa. Hingga timbul pertanyaan kenapa ayah atau ibu melakukan itu pada diri ini saat kecil? Tak sayanglah jawaban yang biasa didapatkan. Ya, anak akan menyimpulkan orangtuanya tak sayang padanya. Hanya sayang pada kakak atau adiknya saja.
Tapi, sebelum merunut yang tak disukai dari sikap orangtua. Coba berhenti dan merenung sejenak, benarkah orangtua kita tak menyayangi kita? Benarkah mereka hanya sayang pada kakak atau adik kita saja?
“Setiap ibu adalah pendosa”. Begitu secuplik kalimat dari drakor. Ibu atau orangtua hanya manusia, pasti melakukan kesalahan. Tapi, Cintanya pada anaknya pasti.
Walau seharian memarahi anaknya, malam hari ia akan memeluk anaknya. Menangis, meminta maaf. Di setiap sujudnya pun ia selalu mendoakan kebaikan bagi anak-anaknya. Kebaikan di dunia juga akhirat.
Drama ini memamg masih on going. Tapi sampai episode 7 saja saya sudah dapat pembelajaran. Sebagai ibu, yang dianggap pusat semesta bagi buah hati, saya harus berhati-hati dalam berucap, bertingkah laku. Karena bisa saja lisan dan laku saya menyakiti anak. Membekas dan terbawa hingga dewasa.
Bahkan dikatakan suram dan indahnya masa depan anak sedikit banyak dipengaruhi oleh ucapan ibunya. Selain sebuah doa, perkataan seorang ibu ternyata sangat memberi pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak.
Kata-kata yang cenderung negatif akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri dan gampang putus asa. Bahkan, bisa sampai pada level depresi dan kadang tanpa orang tua ketahui. Kata-kata afirmasi adalah salah satu dari bahasa cinta yang akan membuat anak merasa dicinta dan bermakna.
Sepertinya kita harus kembali melihat bagaimana Rasulullah Saw dalam mengasuh anak-anak, bermain bersama anak-anak. Rasulullah Saw memeluk, memangku, dan mendoakan anak-anak. Rasulullah Saw tebarkan kasih sayang pada anak-anak. Bahkan, beliau tak pernah menyuruh anak-anak untuk buru-buru dalam mengerjakan sesuatu. “Ia akan melakukannya kalau ia bisa”. Begitu kata Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw tahu tak enaknya disuruh cepat-cepat. Rasulullah Saw peka rasanya. Rasulullah Saw paham anak-anak adalah masa memupuk iman dengan kasih dan teladan.
Wahai ibu, selelah apapun dirimu, jangan lupa berdoa pada Rabb mu. Semoga Allah lindungi lisan kita dari perkataan yang buruk pada anak-anak. Semoga Allah lindungi tingkah kita dari yang bisa menyakiti anak-anak. Tampakkanlah cinta dan sayangmu pada anak-anak. Ucapkan, tampilkan dengan perbuatan. Semoga anak-anak tahu kita selalu menyayangi mereka.
Wallahu’alam bish shawab.