Oleh : Tyas Ummu Amira
Muslimahtimes – Di tengah badai pandemi covid-19 yang belum berlalu, goncangan problem baru datang silih berganti. Wacana terbaru adanya Rencana Undang – Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang prosesnya semakin bergulir. Di berbagai daerah dan elemen masyarakat melakukan aksi penolakan. Aksi tersebut dilatarbelakangi karena banyak pasal di dalamnya yang menjadi kontroversial.
Dikutip dari Repulika.co.id Jakarta, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan keluar dan mengundurkan diri, dari tim teknis yang membahas omnibus law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan. Tim ini dibentuk Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dengan tujuan untuk mencari jalan keluar atas buntunya pembahasan klaster ketenagakerjaan. Namun, serikat pekerja, seperti KSPSI AGN, KSPI, dan FSP Kahutindo memutuskan untuk keluar dan mengundurkan diri dari tim.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, setidaknya ada empat alasan mengapa keputusan untuk keluar dari tim teknis diambil. Pertama, tim tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan kesepakatan apapun. Tetapi hanya mendengarkan masukan dari masing-masing unsur.
Kedua, unsur Apindo/Kadin dengan arogan mengembalikan konsep RUU usulan dari unsur serikat pekerja dan tidak mau meyerahkan usulan konsep apindo/kadin secara tertulis
Ketiga, ada kesan pembahasan akan dipaksakan selesai pada tanggal 18 Juli 2020. Keempat, masukan yang disampaikan hanya sekedar ditampung. Tetapi, tidak ada kesepakatan dan keputusan apapun dalam bentuk Rekomendasi dalam menyelesaikan substansi masalah omnibus law. kata Said dalam siaran persnya, Ahad (12/7/2020).
Dari uraian fakta diatas jika ditinjau lebih lanjut, kebijakan di rumuskanya RUU Ciptaker itu menuai kontroversi di tengah masyarakat. Sebagaimana yang tercamtum dalam draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang dihimpun Cermati.com.
Pada pasal 46A berbunyi: Pekerja/buruh yang di PHK berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan JKP diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Dari pasal diatas aturan tersebut
semata- mata membebani dan mendiskriminasikan para pekerja. Aturan itu sama sekali membuat para pekerja tak terpenuhi hak – haknya. Kemudian ada beberapa pasal yang dihapus salah satunya, aturan dalam Pasal 82 UUK yang mengatur mekanisme cuti hamil-melahirkan bagi pekerja perempuan.
Di dalamnya juga termasuk cuti untuk istirahat bagi pekerja atau buruh perempuan yang mengalami keguguran.
Dengan dihapusnya masa cuti hamil dan melahirkan semakin memeras peluh para pekerja khususnya kaum hawa, tanpa ada toleransi apapun. Seakan pekerja adalah hak preogratif bagi perusahaan, serta memainkannya seperti robot yang dapat dijalankan sesuai titah sang majikan.
Adapun RUU Ciptaker ini juga menghapus Pasal 80 UUK menyatakan: pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Dengan ini tampak jelas bahwa aturan ini membatasi dan melarang para tenaga kerjanya untuk melakukan kewajiban ibadah, seakan menjauhkan diri dari Sang Pencipta. Ini adalah salah satu indikasi bahwa paham komunis akan bercokol mengusai negeri ini. Sebab dalam paham ini tidak mempercayai adanya agama, dan mengikari adanya Sang Pencipta.
Tidak lepas dari itu saja RUU ini juga meniadakan upah minimum sektoral (UMK), dan (UMSK), sehingga penentuan upah hanya berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Aturan ini seakan memangkas upah tenaga kerja serendah-rendahnya.
Seakan akan mengambil keuntungan yang fantastis, di tengah desakan krisis ekonomi yang terjadi.
Masih banyak Pasal – Pasal RUU Ciptaker ini yang membuat banyak pergolakan dan harus dikritisi. Sebab jika RUU Ciptaker ini lolos dan disahkan akan membukam dan menciderai hak – hak tenaga kerja.
//Mengapa RUU Ciptaker ini harus ditolak?//
RUU Ciptaker ini memang wajib ditolak dan di hentikan prosesnya. Karena jika RUU ini disahkan maka akan memporak-porandakan tatanan kehidupan dalam segala lini kehidupan, secara khusus bagi dunia ketenagakerjaan. Arah kebijakan regulasi ini syarat akan kepentingan para korporasi bermental kapitalis, yang akan menjalankan roda ketenagakerjaan dengan berbasis profit yang tinggi.
Di sisi lain RUU ini akan melengangkan investasi asing seluas-luasnya, serta menyuburkan budaya korupsi di negeri ini. Sehingga SDA dan SDM akan digenggam kuat oleh para investor asing, tanpa mementingkan urusan rakyat. Tata kelola lingkungan pun disinyalir akan dirombak tanpa memerhatikan AMDAL yang berlaku. Walhasil lingkungan alam negeri ini akan semakin rusak, akibat di ekploitasi besar- besaran.
Belum selesai masalah itu saja, kehidupan kaum buruh pun akan semakin sempit dan tertekan oleh tempaan kerasnya peraturan yang dijalankan. Beban rakyat semakin berat ditengah, desakan pajak, upah yang semakin minimun, paksaan membayar tarif BPJS serta melambungnya harga kebutuhan bahan pokok. Ironi hidup di sistem kapitalis, menderita di negeri yang SDA melimpah ruah yang tak pernah bisa menikmati hasilnya.
//Islam Mengatur Tata Kelola Ketenagakerjaan//
Dalam sistem kapitalis semua aturan ketenagakerjaan kekuatan bertumpuh pada regulasi keinginan para investor. Berbeda jauh jika dalam sistem Islam yang mengaturnya. Islam membedakan atara kepemilikan umum dan khusus. Seperti halnya sumber daya alam, jika dalam Islam akan dikelolah penuh oleh negara untuk memenuhui kebutuhan masyarakat dengan membuka lapangan kerja seluas- luasnya. Sehingga para pencari nafkah tidak susah payah mencari sumber mata pencaharian.
Kemudian negara hadir dalam memberikan pelayanan dan fasilitas umum secara gratis guna menunjang kinerja para pekerja. Seperti halnya tidak membebani rakyat dengan membayar pajak, retribusi dan jaminan kesehatan. Sehingga kebutuhan masyarakat akan terpenuhui, karena negara juga tak pernah absen, dalam memantau langsung upah yang diberikan kepada pekerja harus sesuai manfaat kerja yang dihasilkan.
Sebagaimana yang diperintahkan dalam hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Maksud hadits diatas adalah bersegeralah untuk menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, dan membayar sesuai dengan manfaat yang diberikan. Serta membayar tepat waktu tanpa menunda – nunda, sebab itu termasuk zalim kepada pekerja. Sehingga jika dijalankan sesuai dengan aturan dalam Islam maka tidak ada pihak yang dirugikan satu sama lain.
Demikianlah Islam mengatur tata kelola ketenagakerjaan dengan sangat ideal, dan komperhensif sesuai dengan landasan peraturan yang dibuat oleh Sang Pencipta. Inilah kehidupan yang diinginkan para buruh, yang sangat menjamin kehidupan dan kehormatan mereka. Jadi tak sepatutnya negeri ini tak mengambil sistem Islam, sebagai solusi berbagai problematika umat saat ini.Waallhu’alam bishowab.