Oleh. Mimin Nur Handayani
Muslimahtimes – Pemerintah lewat kementerian pendidikan telah merancang terobosan kebijakan Progam Merdeka Belajar demi peningkatan mutu pendidikan nasional. Peluncuran progam pun telah memasuki episode keempat perihal Program Organisasi Penggerak (POP) pada 10 Maret lalu. Hal tersebut berlandaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2019 dan Peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 3 Tahun 2020 yang berisi pedoman Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kemendikbud. POP termasuk program massif pemberdayaan masyarakat yang didukung pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. (Kompas, 28/7)
Bagi ormas penggerak yang lolos seleksi akan menjalankan progam di daerah dengan dukungan bantuan dana dari pemerintah. Terlapor dana yang disiapkan terhitung besar yakni mencapai Rp595 miliar per tahun. Semua dana akan dibagikan kepada organisasi masyarakat yang lolos menjadi fasilitator program pendidikan melalui proposal yang diajukan (BBC, 24/7).
Selain itu Kemendikbud akan melalukan pemantauan dan evaluasi dampak, serta integrasi program yang terbukti baik ke dalam program Kemendikbud.
Namun, keguncangan mulai terjadi lantaran sejumlah organisasi masyarakat dan organisasi pendidikan menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP), antara lain Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Alasannya karena proses seleksi POP dinilai tidak sejalan dengan semangat perjuangan pendidikan, beban realisasi progam yang jomplang antar ormas dengan dana hibah yang sama, serta memandang bahwa anggaran dana yang cukup fantastis lebih baik dialokasikan untuk keperluan pendidikan yang mendesak.
Selain itu menurut sebagian pengamat, ada indikasi jaminan kepada korporasi. Hal ini karena terdapat empat dari ratusan proposal yang lolos itu diajukan oleh dua yayasan bentukan perusahaan swasta, yaitu Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto (BBC, 24/7). Alhasil progam ini pun menuai polemik yang cukup rumit.
Untuk meredam situasi dan badai kritikan yang ada, akhirnya Menteri Pendidikan pun angkat bicara untuk meluruskan kisruh. Pihaknya meminta maaf dan tetap meminta bimbingan ormas dalam proses pelaksanaan program pendidikan. (CNN, 29/7)
Serta menegaskan bahwa yayasan pendidikan swasta yang sebelumnya masuk penerima dana, akan melakukan pembiayaan secara mandiri.
Dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan, ketersediaan dana ialah suatu yang amat penting. Adanya dana dapat membantu jalannya seluruh progam kerja. Sebaliknya keterbatasan dana akan menjadi hambatan besar goal progam kerja. Dana progam pendidikan yang disediakan pemerintah memang harus dipantau agar tepat sasaran, termasuk kucuran dana POP tersebut. Sekiranya benar pernyataan dari Wakil Sekretaris Jenderal FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) Satriwan Salim bahwa harus ada pengawasan penggunaan dana POP oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud bahkan KPK. Pengelolaan dana memang harus transparan agar negara dan rakyat tidak dirugikan.
Memang sudah seharusnya kewajiban pemerintah memberikan layanan optimal pendidikan. Mulai dari jaminan biaya pendidikan murah bahkan gratis bagi seluruh peserta didik calon penerus bangsa, penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai hingga ke seluruh pelosok daerah agar tidak terjadi ketimpangan besar antara pendidikan di desa dan kota, terutama sarana penunjang belajar pada masa pandemi saat ini, serta jaminan sosial bagi seluruh guru pengajar.
Seperti yang diungkapkan oleh Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, Dr Arifuddin M Arif, bahwa nilai anggaran POP yang begitu besar sangat berarti kalau diberikan kepada satuan-satuan pendidikan untuk digunakan memperkuat infrastruktur pembelajaran serta diberikan kepada guru, terutama guru honorer dan orang tua siswa yang ekonominya lemah, sebagai dukungan psiko-finansial dalam melaksanakan pembelajaran di masa adaptasi kebiasaan baru pandemi Covid-19 ini (Senin, 27/7).
Penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk mengawal setiap kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Saran dan kritik terhadap kebijakan adalah suatu hal yang lumrah agar negara mengetahui baik buruknya kebijakan yang dijalankan. Karena pada akhirnya beban tanggungjawab kualitas pendidikan ada ditangan pemerintah negara, bukan berpusat pada organisasi masyarakat semata. Negaralah yang wajib memiliki sederet progam peningkatan mutu pendidikan dan mengontrol setiap kurikulum yang diajarkan kepada peserta didik. Orientasi kerja bukan untuk kepentingan individu, kelompok atau bahkan korporasi swasta, namun demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Semua ini tentunya butuh dukungan sistem aturan negara yang benar. Sistem aturan yang tidak berdasar pada konsep materialistik ataupun kapitalistik. Namun, sistem aturan yang jelas dan tegas dalam menegakkan kebenaran dan mencegah keburukan, yakni sistem aturan Islam.